Kembali?

148 14 0
                                        

•••

"Puas ya kalian berdua ngetawain gua,"Melodi dan Seli tertawa lepas sejak tadi, tentu saja yang menjadi objek bahan tertawa mereka adalah Satrio. Ini bukan pertama kali Satrio dihukum untuk berlari di lapangan.Tampaknya Satrio terus dihampiri oleh nasib buruk, tetapi jangan salahkan siapapun karena  memang biang kerok utamanya adalah dirinya sendiri yang tidak bisa melihat kondisi di sekitar.

"Hahahaha, bukan puas lagi. Puas banget malah," ucap Melodi yang tidak bisa berhenti menertawakan kejadian tadi pagi. Mereka sekarang sedang berada di kantin untuk menikmati waktu istirahat sejak sepuluh menit yang lalu. Mereka menikmati makanan masing-masing tidak lupa dengan Satrio yang makan bagai orang yang sangat kelaparan setelah seharian kerja keras.

"Gara-gara lu kampret," ucap Satrio sambil menunjuk Seli yang tengah asik memakan bakso pesanannya. Matanya mendelik dengan sinis, yang membuat seli balik menatapnya tidak terima.

"Apa?gue cantik? Udah dari lahir lah," ucap Seli mengejek Satrio menghiraukan tatapan Satrio yang terlihat sangat menyebalkan. Satrio mengelus dadanya dengan sabar, lantas meminum es jeruk miliknya dengan ganas, lantas kembali menyiapkan amunisi untuk memancing keributan dengan para sahabatnya itu.

"Stresss nih cewe emang,"ucap Satrio, memberikan umpan untuk membakar semangat pertempuran silat lidah.

"Yaelah, kali-kali olahraga pagi. Baik hati itu Seli." ucap Melodi kembali mengompori, mendukung Seli yang lantas keduanya saling tatap dengan mata yang saling bekerja sama untuk memancing keributan.

"Kepala lu berbiji lima. lu tau kan itu lapangan segede apa?" Ucap Satrio tidak terima,

"Weis, santai kawan."

"Lebay, lu aja jarang olahraga," ucap Seli lagi. Satrio menarik napas panjang lantas menghembuskannya dengan kasar. Melodi dan Seli menahan tawa melihatnya. Raut wajah yang ditampilkan oleh Satrio itu menjadi hal yang sangat keduanya harapkan.

"Kuatkan hamba dari para manusia jahanam ini Tuhan," ucap Satrio dramatis. Yang hanya mendapatkan delikan dari Melodi dan Seli.

"Emang bandit kalian berdua!" Satrio akhirnya menyerah dengan menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi yang tengah ia duduki. Dia kembali menegus esnya lantas memakan es batu dengan kasar hingga berbunyi nyaring. Melodi dan Seli tentu saja tersenyum geli melihat itu semua tetapi segera mereka hentikan ledekannya, mereka berdua takut sahabatnya itu merajuk.

"Melodi, ngomong-ngomong besok nyokap lu dateng ke apresiasi Sastra?" Tanya Seli  secara  mendadak. Seli begitu khawatir dengan Melodi, acara apresiasi ini menjadi hal yang dinantikan oleh sahabatnya itu. Walaupun terdengar biasa saja, tetapi Melodi mengikuti acara itu dengan harapan yang besar yaitu membahagiakan keluarganya.

Seli tidak mengerti dengan pemikiran kedua orang tua Melodi, anaknya ini begitu banyak menyimpan banyak hal untuk dirinya sendiri. Sosoknya begitu terlihat kuat, tetapi Seli yakin bahwa disana, banyak sisi rapuh yang mungkin perlahan akan jatuh. Manusia tidak selamanya kuat, akan ada titik dimana kita merasa lelah dengan semua yang terjadi.

"Dateng dong, masa anaknya yang cantik menang  gak dateng."Melodi berucap dengan yakin, tersenyum dengan lebar membuat siapa saja akan percaya bahwa apa yang dia katakan memang akan benar-benar terjadi.

Namun, yang mendengar adalah Seli,  sosok yang sudah banyak mengerti tentang sosok di hadapannya. Seli takut, takut senyum ini hanya topeng sandiwara untuk menutupi luka yang tak tertutupi. Entah sudah berapa banyak janji manis ia dengar dari sahabatnya ini, tetapi pada akhirnya akan menjadi isak tangis yang menyesakkan hati.

Namun, Seli tidak mungkin membuat sahabatnya ini sedih. Seli tersenyum lantas menganggukkan kepalanya, walaupun hatinya resah,takut ini menjadi hal yang menyedihkan kembali untuk sahabatnya ini,"Yakali aja gitu, dari dulu kan nyokap sama bokap lu janji manis terus."

MELODI Yang MemilukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang