Sakit tapi terbiasa

176 13 0
                                    

•••

"Melodiiiiiiiii, omaygatttt. Alergi lu kambuh lagi. Kan udah gua bilang berulang kali, kalo nyokap lu nyiapin sarapan jangan dimakan. Nyokap lu rada-rada nih, udah tau anaknya alergi udang masih aja dimasak!" Seli berseru dengan nada yang sangat kesal setelah menghampiri Melodi. Napasnya terengah-rengah dikarenakan dia berlari dari kelas menuju UKS.

Seli, dia adalah sahabatnya yang paling cerewet tapi tentu saya Melodi sangat menyanginya. Seli yang paling dewasa diantara mereka, tapi tetap saja dalam beberapa momen tertentu mereka bisa bersama-sama menjadi manusia paling random yang pernah ada.

"Gue gapapa Sel, santai" ujar Melodi mencoba menenangkan Seli yang terlihat benar-benar sangat khawatir melihat kondisinya.

"Gua gak ngerti lagi deh sama lu, Melodi. Alergi gini lu bilang santai, mana senyam-senyum," Ujar Seli sambil menyipitkan matanya, sedikit gemas bercampur kesal dengan sahabatnya ini.

"Motoriknya kena itu," ujar Satrio yang tengah duduk di kursi samping ranjang uks yang tengah ditiduri oleh Melodi.

"Diem lu, Jamet." ujar Melodi sambil menatap Satrio sinis, seperti inilah perdebatan random mereka.

"Pokoknya gua gak mau tau, pulang sekolah gua ke rumah lu. Gua pengen ngomong sama nyokap lu, Mel!"

"Gua setuju," ujar Satrio mengangkat tangan lantas mengepalkannya. Yang sontak saja ditimpuk oleh Seli menggunakan kotak tisu yang ada di sampingnya. Yang membuat Satrio melotot seram ke arah Seli.

"Kenapa? gak suka?" Ujar Seli sambil berkacak pinggang dengan kedua mata melotot ke arah Satrio.

"Suka kok sayang. Suka banget babang Satrio ganteng sama kamu," jawab Satrio yang mendaptkan delikan tajam dari Seli dan Melodi hanya tertawa mendengar ucapan tersebut. Astaga, inilah hal-hal yang justru membuat mereka bertiga terlihat bak pinang yang sama. Tak usah dipertanyakan lagi, bagaimana mereka bisa menjadi sahabat.

"Najis besar," ujar Seli memutarkan bola matanya malas.

"Udah-udah kuping gua lama-lama berdengung inimah denger suara emas kalian berdua," ucap Melodi yang ikut memanasi perbincangan kedua sahabatnya itu.

"Tau aja beibih ku sayang kalau gua punya suara emas, khm—khm," bangga Satrio sambil menyisir rambutannya ke belakang dengan menggunakan tangannya. Berpose sekeren mungkin, seolah-olah dia adalah bintang besar.

"Udah Mel, enggak usah di dengerin itu anak. Emang rada-rada sarap bin gila," ucap Seli yang dianggukki oleh Melodi.

" Gimana udah enakan? Gatelnya udah mendingan? Udah minum obat lu? Mau gue beliin nasi—" Belum sempat perkataan Seli terucap, Melodi segera memotongnya. Astaga, sahabatnya ini akan selalu bawel jikalau keadaan seperti itu. Tapi Melodi bersyukur karena itulah bentuk mereka mencurahkan rasa khawatir kepadanya. Bahkan dalam kondisi apapun.

"Aman Seli, gua gapapa kok. Udah minum obat sama di olesin salep juga kok tadi sama anak PMR. Lu tenang aja, okey. Gue sehat wal afiat," jelas Melodi yang membuat Seli menghela nafas lega.

"Lu tuh bener-bener deh, sukses banget kalau bikin orang jantungan tiap hari. Untung tadi Ghea langsung ngabarin gue."

"Maaf deh, janji gak lagi-lagi."

MELODI Yang MemilukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang