BAB 16 ~ Meragu

1.2K 274 31
                                    

Tandai typo ya gess...

S E L A M A T M E M B A C A
_____________________

"Kamu udah ngomong sama Dion?" Mira tiba-tiba bertanya disela-sela kegiatan sarapan bersama putri dan suaminya.

Sontak gerakan tangan Dira yang hendak memasukkan sendok ke dalam mulut, seketika berhenti di udara. Dengan perlahan dia menaruh kembali alat makan tersebut ke atas piring.

"Belum, Mah." Jawab Dira pelan.

Mendengar itu, Mira berdecak kemudian meletakkan sendok serta garpu dengan gerakan tidak santai.

Suara dentingan yang cukup keras membuat Dira tak berani menatap ke arah Mamanya. Sementara pria diseberang yang berstatus sebagai Papanya hanya mampu menghela napas panjang.

"Mereka sebenarnya niat gak sih mau jadiin kamu menantunya? Atau cuma main-main aja?" Kesal Mira.

"Mama kok ngomongnya gitu sih?" Dira menyambar cepat.

"Kenapa?" Kedua mata wanita paruh baya itu mendelik, "Wajar kan kalau Mama bilang begitu. Ini udah lewat dari waktu yang diminta keluarga Baskara, tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda kedatangan keluarga calon suami kamu untuk melamar secara resmi,"

"Keluarga mereka kan masih berduka. Kita harus ngertiin," ucap Dira lembut, sebisa mungkin tidak menyulut emosi sang Mama yang memang sejak kemarin tidak stabil.

"Berduka?" Mira berdecih. Wajahnya melengos ke sembarang arah dengan senyum sinis yang menghiasi bibirnya, "Udah dua bulan, mau sampai kapan mereka terus-terusan menangisi orang mati yang jelas-jelas gak akan hidup lagi?"

"Ma!" Sang suami segera menyela dengan intonasi tinggi, "Jaga kata-kata kamu!"

Usai mengatakan kalimat tersebut, pria paruh baya itu kemudian berdiri lalu berjalan meninggalkan ruang makan tanpa sepatah kata pun.

Tujuannya hanya satu, yaitu berangkat bekerja. Karena jika dia tetap duduk sambil mendengarkan ocehan istrinya, dapat dipastikan semuanya akan berakhir dengan pertengkaran. Dan pria itu sedang malas mengawali pagi dengan berdebat.

Seketika keheningan menyelimuti meja makan. Dira yang semula merasa lapar alhasil kehilangan napsu makannya dalam sekejap.

Tak ingin berlama-lama dalam situasi yang sangat tak mengenakan, Dira memutuskan untuk berangkat ke kantor tanpa menghabiskan sarapannya terlebih dahulu.

"Dira kerja dulu, Ma," pamitnya seraya mencium punggung tangan sang Mama.

Tepat ketika dia telah mencapai ambang pintu, Mira tiba-tiba bersuara dengan nada yang tak ingin dibantah.

"Mama gak mau tahu. Hari ini kamu harus ngomong sama Dion. Minta keluarganya untuk datang secepat mungkin dan memastikan tanggal pernikahan kalian. Jangan sampai gedung, WO, undangan, catering yang udah Mama boking jauh-jauh hari batal. Jangan bikin Mama malu di hadapan keluarga besar, Dira."

Sambil menghela napas, perempuan muda itu hanya mampu menganggukkan kepalanya dengan patuh, "Iya, Ma."

***

Dion melirik sekilas pada jendela ruangannya yang kini telah menunjukkan sinar matahari sore yang sangat memanjakan mata.

Seharusnya saat ini dia sudah diperjalanan pulang ke rumah, namun karena pekerjaan Nata belum selesai, jadilah dia memutuskan untuk lembur sampai beberapa jam ke depan.

Saking fokusnya memperhatikan jalan raya yang tampak ramai dipenuhi kendaraan, Dion sampai tak menyadari bahwa Dira masuk ke dalam ruangannya.

"Pak?"

Janji Sang Malam PADA BINTANG [sequel MHIDB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang