BAB 9 ~ Memilih Sold Out

1.4K 336 41
                                    

S E L A M A T M E M B A C A
_____________________

Dion mengayunkan kedua kakinya untuk menghampiri Lita yang kini tengah berada di halaman belakang rumah.

Langkahnya yang teramat pelan membuat wanita paruh baya itu tak menyadari kehadiran anak bungsunya.

Barulah ketika Dion memeluk tubuh sang ibu dari arah belakang, wanita itu menghentikan kegiatannya yang sedang menyiram tanaman.

Melirik ke samping, Lita melihat Dion memejamkan mata dengan kepala yang disandarkan pada bahu kanannya, menghadirkan sebuah lengkungan indah pada kedua sudut bibir Lita.

Diusapnya dengan lembut rambut Dion yang sangat lebat, "Tumben-tumbenan kalem begini, biasanya pecicilan kayak ulet cabe,"

Dion mendengus, namun tak berniat melepaskan rengkuhannya, justru semakin mengerat. Mumpung tidak ada Baskara, karena jika ayahnya melihat bisa-bisa kepalanya digetok menggunakan linggis.

"Kenapa sih?" Tanya Lita penasaran. Pasalnya putra bungsunya itu sangat jarang bersikap manja, lebih sering Astagfirullah nya dibandingkan Masha Allah nya.

Saking nauzubillah nya tingkah Dion, Baskara bahkan hanya bisa mengelus dada sabar agar tekanan darahnya tidak naik dan berakhir dengan dirinya yang masuk rumah sakit.

Alasan itu pula lah yang mengakibatkan seorang Baskara hanya diam menyaksikan tanpa berniat melerai ketika istri serta sang anak bungsu memulai aksi saling hujat menghujat.

"Bun, sekarang Dion umur berapa?"

Lita memutar bola matanya jengah, "Ya mana Bunda tau, kan itu umur kamu masa nanyanya ke Bunda. Gak ada faedahnya Bunda ngitungin umur kamu, "

Dion mendelik, "Astagfirullah, Bunda kalau ngomong emang suka bener," cibirnya disertai nada menyindir.

Tapi sialnya, Lita sama sekali tidak merasa demikian. Lihat saja wajahnya yang tetap tenang tampak tak berdosa.

Perlahan Dion melepaskan belitan tangannya dari pinggang Lita lalu memutar tubuh wanita paruh baya itu menjadi saling berhadapan.

"Bunda ada keinginan apa yang mau Dion lakuin di umur yang udah mau menginjak kepala tiga ini?" Tanyanya kembali dalam mode serius.

Menyadari bahwa putranya sedang tidak main-main, Lita pun turut mengimbanginya dengan cara merapikan dasi sang anak yang terlihat berantakan lalu beralih menyisir rambutnya menggunakan sela-sela jari.

Maklum, setelah pulang dari kantor Dion langsung tancap gas menuju kediaman orang tuanya tanpa sempat merapikan diri.

Dengan diiringi senyum sayang penuh keibuan, Lita berkata lembut, "Bunda gak pengen apa-apa, tapi melihat kamu bahagia dengan kehidupan kamu sendiri, itu udah lebih dari cukup buat Bunda,"

"Dion bahagia kok, Bun," jawab pria itu yang langsung mendapat gelengan kepala dari Lita.

"Kamu pasti paham kata bahagia yang Bunda maksud," Lita menjeda sejenak ketika netranya memandang lekat anak laki-lakinya yang kini sudah semakin dewasa.

Cepat sekali waktu berlalu. Padahal rasanya baru kemarin dia mengantar Dion ke sekolah sambil menggandeng tangan mungilnya.

Sambil mengusap helai-helai rambutnya, Lita kembali melanjutkan, "Mamas kamu udah bahagia, Gena juga udah hadir di tengah-tengah mereka. Sekarang waktunya kamu berhenti memprioritaskan Nata dan raih kebahagiaan kamu sendiri. Karena Bunda juga pengen melihat kamu menghabiskan waktu dengan pasangan kamu, bukan terus-menerus menjadi tameng buat orang lain,"

Janji Sang Malam PADA BINTANG [sequel MHIDB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang