Setelah prahara hilangnya sisir milik Sakura yang membuat Wijaya bersaudara merasa aneh, mereka memilih diam tanpa membahas terlalu dalam.
Aaron dan Jake adalah dua orang yang merasa yakin tragedi hilangnya sisir ini karena hal di luar nalar manusia. Berbanding dengan Iqbal yang justru masih yakin kalau mungkin Sakura sendiri yang menghilangkannya.
Sore itu Iqbal mengambil sebuah paket di depan pintu rumahnya, dengan penerima yang ditujukan untuk Sakura, ia tau bahwa untuk siapa dan barang apa yang ada di dalamnya, tanpa berpikir panjang, Iqbal segera memasuki rumah yang kosong itu dan berjalan menuju kamar Sakura.
Lelaki itu meletakan paket diatas meja kerja sepupunya. Matanya memutar di sekitar ruangan, melihat kamar dengan dominasi putih ini terlihat cerah dengan tembakan langsung cahaya matahari.
Saat sedang-sedangnya ia termenung, tetiba suara pintuk menggebrak keras memenuhi rumah ini. Sontak Iqbal begitu terkejut mendengarnya, anak lelaki itu dengan cepat keluar dari ruangan tersebut dan mencari sumber suara.
Tiga pintu dihapannya semuanya terbuka, pintu kamarnya pun terlihat terbuka dari bawah sini. Masih penasaran, ia memutuskan berjalan keatas dan menaiki lantai dua.
Sama seperti halnya tadi, semua pintu begitu terbuka, tak ada satupun pintu dirumah ini yang tertutup terkecuali pintu utama rumah. Iqbal berpikir mungkin penyebabnya adalah angin yang cukup kencang, ia berusaha menghiraukan apa yang terjadi barusan dan segera berjalan ke kamarnya.
Anak lelaki itu mengambil beberapa buku dan mencoba untuk belajar. Sebagai siswa kelas dua belas, ia merasa mempunyai kewajiban untuk terus mempertahankan nilainya.
Tap....Tap....Tap....
Suara langkah kaki menggema di kala hening itu, fokus Iqbal terpecah, ia mencoba mendengar dengan seksama sebelum benar-benar yakin dengan suara tersebut.
"Jaki?" panggilnya menyebut nama salah seorang adiknya. "Aaron?" katanya lagi, dan masih belum menerima balasan dari yang dipanggilnya.
Ia mencoba mengecek ponselnya. Grup keluarga tidak ada pesan baru, begitu juga Sakura tak mengirim satupun pesan padanya.
Iqbal terdiam, mungkin ia hanya salah dengar, atau bisa jadi suara langkah tersebut berasal dari tetangga yang hanya terhalang dinding tipis diantara mereka.
mencoba fokus, Iqbal memutuskan untung mengenakan earphonenya dan mendengarkan musik seraya larut dalam semua mata pelajaran.
-O-
"Kata gue juga rumah lo aneh!" pekik Hyeonjun setelah ia mendengar cerita Aaron mengenai hilangnya sisir milik Sakura. Jisung Mendengus melihat tabiat kwannya yang selalu mencap suatu kejadian begitu cepat. ia melanjutkan, "gue yakin sisir Teteh lo dipake sama penunggu kamarnya!"
Aaron terdiam, "maksud lo yang meninggal disana?" tanyanya, dijawab anggukan antusias Hyeonjun. "gila lo ah! makin nyeremin!" timpal Aaron berusaha tak mendengar ucapan Hyeonjun.
"Udah! udah! meskipun ada kejadian dirumah itu, bukan berarti bener ada penunggunya kan?" Jisung berusaha menengahi percakapan kedua temannya. "lagian bisa aja emang Teh Sakura ini lupa nyimpen."
Beberapa murid mulai berdatangan masuk kedalam kelas, tapi mereka bertiga seakan tak terusik. "Terus Teh Sakura gimana?" tanya Hyeonjun pada Aaron. Anak lelaki itu kini bersiap untuk mengeluarkan beberapa buku dari tasnya.
"Ya udah beli baru sisirnya, soalnya gak nemu udah keliling serumah." jawab Aaron ikut mengeluarkan buku latihan UN miliknya. Hyeonjun mengangguk tanda mengerti, ia yang duduk disamping Aaron kini menatap Jisung yang berada di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puncak Wijaya
Fiksi PenggemarDalam universe, ketika kunci keharmonisan keluarga adalah candaan, belum tentu semua dapat di lewati dengan tawa; ada aja tangis meski gak banyak, tapi ketiga anak cowok wijaya belajar untuk dewasa; dari seiringnya waktu. Perkenalkan, Keluarga Wijay...