"Kamu nggak mau cuti aja?"
Suara lelaki pagi itu memecah fokus dari wanita cantik dengan perutnya yang menopang kehidupan lain.
"Nggak ah A, baru tujuh bulan ini kok, gapapa masih bisa kerja." jawab sang wanita yang tak lain adalah istrinya.
Lelaki itu jelas menunjukkan wajah khawatir, meskipun usia kandungan istrinya baru menginjak tiga puluh minggu itu, tetap saja ini adalah kehamilan pertama pasca mereka menikah setahun lalu.
Seragam sudah terpakai rapi oleh wanita itu, seraya bercermin sang suami hanya bisa menatap bayangan istrinya di belakang. "Tapi aku beneran khawatir loh, Na." ujarnya lagi.
Si istri hanya bisa tersenyum seraya menggelung rambut panjangnya. "Kalo kamu khawatir, aku shift setengah hari aja kalo begitu, A." katanya sukses membuat sang suami sedikit tersenyum tipis.
Perempuan itu berbalik, "sayang soalnya, aku baru aja naik jadi Supervisor bagian CS, masa sudah cuti hamil lagi." katanya seraya mendekati sang suami yang sedang mengancingkan kemejanya. Tangan langsingnya kini membantu memasang kan dasi pada kerah kokoh kepala keluarga kecilnya ini.
"Kamu hari ini ada kelas, A?" tanyanya, dan si suami hanya mengangguk. "Ngajar?"
"Belum ada, aku kan masih dosen pengganti."
Tangan cantik itu menepuk-nepuk dada sang suami, "nggak apa-apa, pelan-pelan kamu nanti jadi dosen tetap. Kita berdua pun selalu tercukupi karena sama-sama kerja kan." ujar wanita itu dengan senyum tulus.
Merasa tersentuh atas ucapan wanitanya itu, sang suami merangkul pinggang perempuan didepannya ini. "Aku janji, setelah anak kita lahir, aku sudah lulus S3 dan jadi dosen tetap." teguhnya, dibalas pelukan hangat sang istri.
"Kamu bagaimanapun aku tetap dukung, A. Yang penting anak kita lahir dengan sehat tanpa kekurangan apapun."
Pagi itu adalah sebuah pagi yang sederhana untuk sepasang suami istri yang hanya bertempat tinggal disebuah rumah kontrak satu petak dengan iuran delapan ratus ribu tiap bulan di tengah Kota Bandung. Meskipun pernikahan mereka hanyalah baru seumur sembilan belas bulan, namun mereka bersyukur karena kali ini dalam beberapa bulan akan hadir buah hati yang mereka tunggu-tunggu.
Anak pertama yang selalu mereka harapkan kebaikan nikmat dari sang ilahi.
-o-
Hari dipenuhi hujan, meskipun tadi pagi Bandung seakan cerah dengan hawa dinginnya, namun itu tidak berangsur lama. Menjelang sore ini, Bandung sudah dipenuhi oleh hujan lebat menambah dinginnya hawa di sekeliling.
"Waduh Pak, saya sih rencananya tesis akan selesai bulan ini."
Suara orang-orang dewasa begitu memenuhi ruangan. Masing-masing dari mereka membicarakan apa yang akan dilakukan setelahnya atau yang sedang dilakukannya.
Seseorang mengeluh, "saya sudah jual mobil untuk S3 ini, kalo saya gagal CPNS nanti saya benar-benar rugi." sebuah percakapan khas orang-orang berumur.
"Pak Agung sendiri bagaimana tesisnya?" seseorang kini mendekat kearah Suami yang tak lain bernama Agung.
Pria itu tersenyum, "tesis saya juga seharusnya selesai bulan ini, saya juga mengejar profesi dosen." jawabnya.
"Pak Agung katanya istri anda sedang mengandung ya?" tanya sesosok ibu-ibu lain, membuat Agung hanya terkekeh dan mengangguk. "Wah, selamat ya saya baru tau loh Pak." Ujar ibu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puncak Wijaya
Fiksi PenggemarDalam universe, ketika kunci keharmonisan keluarga adalah candaan, belum tentu semua dapat di lewati dengan tawa; ada aja tangis meski gak banyak, tapi ketiga anak cowok wijaya belajar untuk dewasa; dari seiringnya waktu. Perkenalkan, Keluarga Wijay...