Jake kembali ke kamarnya dan Aaron, ia mencoba memainkan ponselnya, melihat cuitan terbaru dari sosial medianya. Ia mendapati bahwa Sakura mencuitkan perasaannya yang akan segera pindah ke rumah ini.
Memang, Sakura akan berada dirumah ini esok hari, sebagai permulaan kehidupan kampusnya.
Setelah melihat cuitan terbaru kakak sepupunya itu, Jake menutup layar ponselnya. Melirik kearah adiknya yang tertidur satu kasur lebih atas dari dirinya di kasur double-deck ini.
Aaron terlelap begitu tenang, tidak seperti saat dia terbangun dengan segala kelakuannya yang hiperaktif selalu berhasil membuat kedua kakaknya menyerah.
Waktu menunjukkan pukul dua malam, suara ayam pun terdengar berkokok di pagi buta ini.
Aneh...
Itu yang ada di pikiran Jake yang biasa di panggil Jaki di rumah. Ia mencoba bangun dan menatap jendela dibalik tirai.
Sepi tidak ada apapun.
Suasana rumah ini memang horror. Entah mengapa sejak awal menginjakkan diri kerumah ini, sebenarnya iapun mulai merasakan hawa tidak enak. Seakan rumah ini menyerap begitu banyak energi dan begitu terkesan gelap disetiap ruangan.
Tak lama luput dari lamunanya, Jake tiba-tiba mendengar suara kucuran air, nembuat ia menoleh kebelakang. Tanpa pikir panjang anak kedua dari keluarga Wijaya itu dengan begitu saja keluar kamar dan menoleh ke kiri, tepat dimana kamar mandi berada.
Tapi pintu kamar mandi itu tertutup, bahkan cenderung hening.
Jake semakin mengkerutkan kedua alisnya. Padahal ia yakin, tadi ia baru saja mendengar suara air mengalir.
Jake terdiam hingga ekor matanya menangkap sebuah pergerakan. Ia melihat pintu kamar sebrang—yang direncanakan untuk Sakura tempati, terbuka begitu saja dengan knop pintu yang menekuk kebawah seakan ada yang memeganggnya dan mendorong daun pintu itu terbuka.
Ini sungguh bukan hal normal...
-o-
Aroma roti panggang begitu menguar di pagi hari, Aaron yang terakhir bangun langsung tersadar dengan hidangan yang ada di meja.
"Kamu nggak mandi dulu?" tanya sang Ibu memberikan semangkuk sup krim dan roti panggang.
"Nanti, sarapan dulu." ujar anak itu dan dengan segera melahap sarapannya, sebuah sup krim dengan roti panggang adalah makanan kesukaan Aaron. Bisa dibilang comfort food nya.
Disisi lain suara hentakan kaki terdengar dari arah tangga, Iqbaal sedang menuruni tangga dengan seragam putih abunya. Sama dengan Jake yang keluar kamar mandi berpakaian seragam, kini ketiga anak Wijaya itu sudah berada di posisi mereka masing-masing.
"Dih asik bener sekarang meja makannya besar." celetuk Iqbal ketika ia menyadari bahwa kini kelima anggota keluarga dapat duduk di satu meja dan makan bersama.
"Kurang satu noh disebelah lo, Bang." ujar Aaron menunjuk pada kursi di depannya. "Teh Sakura nanti disitu." lanjutnya lagi membuat sang ayah yang baru saja duduk di kursinya seakan teringat sesuatu.
"Oh iya, Bang. Nanti kamu coba hubungin Tetehmu itu ya, nyampe bogor jam berapa, sekalian kalo bisa kamu jemput aja dia." ujar Bapak Agung selaku kepala keluarga ini.
Iqbal mengangguk, anak sulung itu kini mulai terfokus pada sarapannya. Beberapa saat, mereka saling berbincang tapi hanya Jake yang terus terdiam. Berkali-kali bahkan Iqbal mendapati Jake menatap pada pintu kamar Sakura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puncak Wijaya
FanficDalam universe, ketika kunci keharmonisan keluarga adalah candaan, belum tentu semua dapat di lewati dengan tawa; ada aja tangis meski gak banyak, tapi ketiga anak cowok wijaya belajar untuk dewasa; dari seiringnya waktu. Perkenalkan, Keluarga Wijay...