Mereka berdua sampai di lantai 3, benar saja, disana sangat gelap dan penuh dengan bau bahan-bahan bangunan, padahal tidak ada aktivitas disana.
Harka menerobos kegelapan tanpa bekal penerangan apapun, Nandra yang berada dibelakang Harka hanya dapat diam, bahkan ia tidak mengerti apa yang akan dilakukan Harka.
Harka yang sedaritadi berjalan dengan langkah yang cepat tiba-tiba melambatkan langkahnya dan berhenti di depan sebuah tembok yang sepertinya baru saja dibangun. Aneh, tembok itu berada di antara dua ruangan, yaitu ruangan 5 dan 9.
"Harusnya disini ruangan 7, kenapa di tembok?" Ucap Harka.
Nandra berjalan menuju tembok itu, "tembok baru, kita hancurin masih gampang kayaknya"
Harka yang mendengar ucapan Nandra segera mencari sesuatu yang bisa mereka gunakan untuk menghancurkan tembok tersebut.
Sembilan
Sebuah bisikan wanita itu seakan mendorong Harka untuk masuk ke ruang sembilan. Harka seperti tidak memiliki pilihan lain, ia langsung berjalan memasuki ruang 9 yang tidak dikunci.
Nandra berjalan menghampiri Harka. Rupanya, Ia sama kaget nya dengan Harka, melihat ruang 9 yang di penuhi oleh senjata, bukan kasur pasien, obat-obatan atau yang lainnya.
"Lo yakin mau make linggis doang?" Tanya Nandra pada Harka.
"dari pada pala lo gue pake buat hancurin tu tembok" Jawab Harka.
Nandra hanya menggaruk tengkuknya dengan senyum aneh yang tidak dapat dijelaskan.
Ayolah, apakah tidak ada senjata lain yang lebih bagus daripada sebuah kunci Inggris yang diambil oleh Nandra?
"Nan, lo ngambil kunci inggris? Doang?" Tanya Harka dengan nada heran terhadap selera senjata dari Nandra.
"Bawa aja kali, siapa tau perlu. Gue ga se goblok itu buat ngehancurin tembok pake kunci inggris" Jawab Nandra.
Sekitar 30 menit berada disana, akhirnya mereka siap bertempur melawan tembok yang menutupi ruang 7. Harka yang bersenjatakan linggis serta sebuah pisau dapur, dan Nandra yang bersenjatakan kunci inggris dan, tabung APAR?
'''
"Ga, ini kita ginana?" Tanya Sephia pada Raga yang juga tampak kebingungan.
"Gue juga gatau phi" Jawab Raga seadanya.
Setelah kepergian sang ibu, sekarang ia harus bisa keluar dari ruangan minim cahaya itu.
BRAKK!! BRAKK!!
Terdengar suara gebrakan dari arah tembok yang baru saja dibangun itu. Sontak Raga dan Sephia menjaga jarak karena merasa ada bahaya yang datang.
Serpihan-serpihan batako mulai jatuh akibat dorongan dari luar ruangan. Jantung mereka semakin berdebar kencang seakan kematian sudah berada di depan mata.
Satu batako jatuh, menghasilkan sebuah lubang yang cukup untuk melihat keadaan luar ruangan.
"Raga? Sephia?"
Suara yang mereka kenal, Harka!
"Bang!" Teriak Raga yang sontak berdiri dan menghampiri lubang tersebut.
"Jauh-jauh lo berdua, gue mau hancurin ini tembok!" Teriak Harka.
Raga menarik Sephia yang masih terduduk agar menjauh dari tembok.
BRUKK!!
Beberapa batako kembali jatuh, menghasilkan lubang yang lebih besar, sepertinya itu sudah bisa menjadi jalan keluar mereka.
"Sini cepetan!" Suruh Harka.
Raga kembali menarik Sephia yang hanya diam dengan wajah pucatnya.
"Duluan" Suruh Raga pada Sephia.
Sephia dengan tangan gemetar mencoba mengeluarkan dirinya dari ruangan tersebut. Beruntungnya Sephia berhasil keluar walau setelah itu dia langsung terbaring lemas di dekat Nandra.
Sekarang giliran Raga. Rasanya tak tega melihat sang ibu yang meninggal dengan keadaan memprihatinkan seperti itu, namun apa yang bisa Raga lakukan selain bersedih?
"Ga, cepetan!" Suruh Harka.
Raga segera melompat dari lubang itu dan memeluk sang kakak. Sudah sangat lama Harka tak merasakan pelukan hangat dari seseorang yang dekat dengannya. Sungguh, Harka sedang berusaha membendung air matanya.
"Ayo, sekarang kita keluar" Ajak Nandra kepada Harka dan yang lain ketika melihat keadaan Sephia yang sudah lebih tenang.
Drap! Drap! Drap!
Sebuah suara langkah kaki cepat, seperti orang yang sedang baris berbaris. Suara itu semakin dekat, seakan mengejar mereka berempat.
"AYO, CEPETAN!" Teriak Harka kepada teman-temannya ketika melihat nyala api dari ujung lorong.
Segera semuanya bangkit dari duduknya, berlari sekencang mungkin menuju lift. Namun, semakin lama mereka berlari, rasanya jarak mereka dengan lift semakin jauh.
"KOK INI GA SAMPE SAMPE SIH?!" Pekik Sephia yang sudah mulai kelelahan.
Jangan lihat kebelakang, jangan sampai terlihat
Bisikan wanita itu kembali, memberi pesan kepada mereka semua.
Mereka menoleh kesana kemari, mencari tempat persembunyian.
Sephia bersembunyi di bawah sebuah meja, Harka dan Raga bersembunyi di dalam sebuah rak, serta Nandra yang bersembunyi dibawah sebuah kursi besi.
Raga dengan gemetar melihat kearah kakaknya.
Tak lama setelah itu, muncul sangat banyak kaki manusia dengan sepatu kulit berwarna hitam yang sedang berlari dengan baris rapi. Jumlah mereka rasanya cukup banyak, pantas saja suara tadi terasa sangat ramai. Bahkan beberapa dari mereka membawa obor.
Merasa sudah aman, mereka keluar dari persembunyian mereka masing-masing.
"Temen lo tadi mana?" Tanya Raga.
"Kayaknya sembunyi di bawah kursi sana deh" Ucap Harka sembari menunjuk sebuah kursi besi panjang.
Raga dan Sephia segera berjalan menuju kursi tersebut. Tak lama, mereka berdua kembali pada Harka.
"Ga ada tuh temen lo"
'''
Sorry lama yaa
Jgn lupa vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Night (Hiatus)
Mystery / ThrillerMalam itu akan menjadi malam tanpa adanya peristirahatan bagi Raga dan Harka.