"Nah! Itu yang gue cari!" Seru Sephia.
"Sekarang tunjukin ke gue, mana pintu yang lo maksud" Pinta Sephia pada Raga.
Raga berjalan melewati 3 ruangan dan berhenti di depan pintu yang ia maksud.
"Sini lah!" Seru Raga sembari memberi gestur tangan memanggil 2 kawannya.
Sephia dan Harka berjalan menghampiri Raga. Harka membuka pintu itu, tidak dikunci rupanya. Harka segera memasuki ruang gelap itu, ia segera menyalakan flashlight ponselnya. Whoa! Pemandangan yang sungguh tidak menarik bagi Sephia, Harka, dan Raga.
Memang disana banyak persediaan senjata, tapi siapa yang tidak gemetar melihat mayat-mayat yang memegang senjata-senjata itu?
Sephia menutup hidung nya, bau amis dan busuk dari tumpukan mayat bersenjata itu segera menyerang penciuman mereka, bahkan Raga hampir memuntahkan semua yang telah ia konsumsi sebelumnya.
"Ada yang niat ngambil?" Tanya Sephia sembari melihat ke arah kawan-kawannya.
"Lo aja ah" Suruh Raga.
Sephia berjalan mendekati tumpukan mayat itu, ia mengambil sebuah pisau dari salah satu mayat disana. Sephia sangat kagum dengan pisau itu, lekukan yang elegan, ketajaman yang sempurna. Sepertinya ia dapat memburu pembunuh adik dan ibunya sekarang.
"Ambil aja kali, Ga" Ucap Harka.
Raga berjalan menuju tumpukan mayat itu, mengambil salah satu senjata api disana.
"Magnum" Gumam Raga sembari memutar-mutat senjata api yang ia dapatkan. Hanya terdapat 4 peluru tersisa di dalam nya.
Kini giliran Harka. Ia mengambil sebuah parang tajam yang tentunya dapat menebas siapapun dan apapun, semoga.
"Amunisi gue gimana?" Tanya Raga pada kawan-kawannya.
"Kayaknya tadi gue liat ada peluru deh, di ujung sana" Ucap Sephia sambil menunjuk sudut ruangan itu.
Ayolah, untuk mencapai nya, Raga harus melewati tumpukan mayat berbau itu. Tapi, mau bagaimana lagi, ia harus mengambil amunisi itu sebelum bertempur..
Raga berjalan dengan sangat hati-hati melewati mayat itu. Ia sangat takut jika mayat-mayat itu akan hidup. Walau terdengar mustahil, tapi siapa yang tahu?
Raga berhasil meraih amunisi yang ia perlukan.
Huurghh...
Suara itu berasal dari tumpukan mayat dibelakang nya. Tanpa banyak berpikir, Raga segera mengambil langkah seribu kaki.
"Cepetan keluar woi!" Teriak Raga pada Harka dan Sephia yang masih terdiam di dekat pintu ruangan.
Raga segera menarik kedua kawannya lalu menutup pintu ruangan itu dan menarik mereka sejauh mungkin dari ruangan itu.
"Ga! Jelasin dulu kenapa!" Pekik Harka pada sang adik.
Raga berhenti. Ia terlihat pucat dengan nafas tersengal-sengal.
"Tadi gue denger suara dari mayat-mayat dison-" Jelas Raga sembari menunjuk ruangan tadi. Namun, ruangan itu hilang, seperti ditelan oleh bumi.
"Loh? Kok kaga ada?" Ucap Raga dengan wajah bingung.
Sephia dan Harka segera berbalik. Mereka sama terkejut nya dengan Raga. Ruangan tadi telah sirna, benar-benar tanpa jejak.
"Ya, yaudah lah, biarin aja" Ucap Sephia menenangkan Raga.
"Btw, sekarang jam berapa?" Tanya Harka.
Raga melihat jam tangannya yang masih melekat. "12 malem, pas" Jawab Raga.
Harka, Raga, dan Sephia terduduk. Pikiran mereka campur aduk, mereka sangat ingin keluar dari sana, namun mereka tak akan bisa keluar tanpa Nandra.
Tak lama, mereka mulai dilahap oleh kantuk. Raga dan Sephia sudah mulai terlelap, sedangkan Harka masih terjaga. Ia mengambil senjata milik Raga, melihat nya dengan cermat. Elegan, hanya itu kata yang berada dipikiran Harka.
Tak berselang lama, Harka pun larut juga dalam kantuknya. Malam yang melelahkan bagi mereka yang tak kuat begadang itu. Mungkin mereka berpikir, bahwa dengan tidur semua nya akan kembali normal, matahari kembali menerangi ventilasi-ventilasi disana. Tentu saja tak semua ekspektasi sesuai dengan realita.
•••
Nandra berjalan menyusuri ruangan tempat ia diikat, mengamati patung-patung disana dengan cermat. Semua patung itu memiliki pola berbeda, ada yang memiliki ekspresi marah, sedih, bingung, takut, cemas, senang, dan lain-lain.
Ia melihat sebuah lubang kecil di dinding ruangan tersebut. Penasaran, Nandra mendatangi lubang itu, melihat ada apa didalamnya. Gelap, tapi ada suara dengkuran lelaki disana.
"Ini gue keluarnya gimana?" Gumam Nandra pasrah.
Woi, bangun!
Suara itu, milik Harka. Suara itu datang dari lubang kecil tadi. Nandra menoleh ke arah lubang itu, Ia mencoba melihat kembali apakah ada sosok Harka disana.
Apaan sih Ka
Suara perempuan. Nandra berpikir bahwa itu adalah suara dari teman perempuan Harka tadi.
"Harka!" Teriak Nandra pada lubang itu. Tak ada jawaban dari Harka, sepertinya Ia tak mendengar suara Nandra.
•••
"Apaan sih Ka?" Ucap Sephia yang masih mengusap-usap matanya.
"Gue tadi denger suara orang manggil gue" Ucap Harka.
"Ah, halu kali lo!" Balas Raga.
"Ga ah, kaga halu gue. Btw, sekarang jam berapa" Tanya Harka.
"Jam, 12?"
Mereka semua kebingungan, rasanya mereka sudah tidur cukup lama, kenapa waktunya tidak berjalan?
"Jam lo kaga rusak?" Tanya Sephia sembari menunjuk jam tangan milik Raga.
"Kaga lah, baru gue service seminggu lalu" Bantah Raga.
Harka berjalan menyusuri lorong, siapa tahu Ia menemukan jam dinding yang menempel entah dimana. Raga dan Sephia segera mengikuti Harka. Disana terdapat 2 buah jam dinding, semuanya menunjukan waktu yang sama, pukul 12 malam tepat.
"Ngawur ini jam, kaga percaya gue" Ucap Harka membantah kenyataan.
Raga berjalan lalu mengambil sebuah jam dinding yang ada disana. Ia mengecek baterai disana, semua nya full, bahkan semua baterai ini seharusnya berfungsi dengan benar.
"Ka, coba cek jam satu lagi" Suruh Raga pada sang kakak.
Harka mendatangi jam lainnya, mengecek baterai disana. Semua nya sama, terisi penuh dan seharusnya berfungsi dengan benar.
Malam yang panjang akan kalian lalui sekarang, selamat bersenang-senang!
Suara wanita menggelegar di seluruh penjuru lorong, membuat mereka merinding hebat.
Tak berselang lama, Sephia kembali kedatangan sebuah pesawat kertas. Ia membuka nya, pesawat kertas itu berisi tulisan LARI.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Night (Hiatus)
Misterio / SuspensoMalam itu akan menjadi malam tanpa adanya peristirahatan bagi Raga dan Harka.