Selama Yitian dirawat, hampir tiap harinya Yizhao selalu menyempatkan waktu untuk datang menjenguk. Kadang, ia akan datang di pagi buta, namun adakalanya ia akan datang menjelang siang atau menjelang sore. Hanya sebentar, tapi Soo-Yeon patut bersyukur dengan perubahan itu.
Yizhao memang tak bisa ditebak, tapi ia yang berusaha mengesampingkan egonya membuat Soo-Yeon sangat-sangat bahagia. Dibandingkan bertengkar, mereka jauh lebih sering saling mendiamkan, hanya berbicara seperlunya dan hanya sesekali saja berbicara dalam waktu yang lama. Suaminya itu memang bukan Yizhou yang bisa menunjukkan kepedulian juga kekhawatirannya terang-terangan, namun dari sikapnya akhir-akhir ini Soo-Yeon akhirnya tahu bahwa Yizhao masih mempunyai hati.
"Tidak bisakah kau lebih sering berada di rumah seperti ini?"
"Tapi kita tidak sedang berada di rumah, kita di rumah sakit,"
"Maksudku,"
"Tidak."
Soo-Yeon menghela napas, kemudian mengangguk.
"Lagipula keberadaanku di rumah takkan banyak membantu, jadi buat apa?" Yizhao menambahi. "Aku punya kesibukan di luar sana, aku masih harus bekerja dan kau tahu itu, Soo-Yeon. Sudah ada kau dan Selene yang selalu menemani Papa tiap harinya, sudah ada kalian yang selalu menjaganya. Meski aku tak lepas tangan begitu saja, tapi jelas Papa lebih membutuhkan kalian daripada aku,"
"Bagaimana bisa kau mengambil kesimpulan seperti itu?"
"Bukankah kesimpulan itu benar adanya?"
"Papa memang membutuhkanku dan Selene, tapi bukan berarti ia tak membutuhkanmu dan Yizhou, kalian berdua adalah anak kandungnya, bukan aku dan Jiyeon. Papa tak berharap kau mau merawatnya, Papa cukup sadar bahwa apa yang dilakukannya di masa lalu telah menggoreskan luka yang cukup dalam di hatimu, tapi kurasa tak ada salahnya jika kau bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk menemaninya. Meski... Ya, hanya sekadar duduk dan mendengarkannya bercerita,"
Sayangnya, Yizhao tak bisa melakukannya, ia tak bisa karena pada dasarnya ia memang tak begitu dekat dengan sang ayah. Membayangkan akan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya menemani Yitian, sungguh, ia tak sanggup.
"Apakah kau masih berhubungan dengan Dae-Jung?"
"Masih,"
"Dengan Wang Jie?"
"Kenapa kau tiba-tiba bertanya tentangnya?"
"Tidak apa, aku hanya sekadar bertanya," Soo-Yeon tersenyum.
Terakhir kali ia menghubungi wanita itu adalah dua bulan yang lalu, dan sampai saat ini Yizhao belum lagi menghubunginya. Terakhir kali ia bertemu wanita itu secara langsung adalah tiga tahun yang lalu, tidak ada Dae-Jung, yang ada hanya ia dan Wang Jie saja. Wang Jie tak sama seperti Suyin yang mudah diajak berkomunikasi dan bertemu, ia selalu membuat alasan demi alasan untuk menghindarinya, meski mereka sudah saling mengenal cukup lama, tapi Wang Jie masih saja membatasi ruang diantara mereka.
"Tidak usah banyak berbasa-basi, Yizhao, jadi apa maumu?"
"Tidak bisakah kau bersikap lebih sopan sedikit kepada tamu? Keluarlah dulu, Jie, dan lihat siapa yang sudah menunggumu sedari tadi,"
Cukup lama Yizhao menunggu hingga si pemilik rumah membukakan pintu. Ketika akhirnya pintu terbuka, jangan harap Wang Jie akan menyambutnya dengan senyuman, wanita itu justru menyambutnya dengan tatapan jengkel yang sama sekali tak dibuat-buat. Wang Jie memang seorang wanita pemberani, namun sayangnya keberaniannya tak sebesar itu untuk memberitahu Dae-Jung perihal hubungannya dan Yizhao.
Wang Jie masih menyembunyikannya, namun entah sampai kapan ia bisa menyembunyikan rahasia itu dari suaminya. Sejujurnya, ia malas sekali berurusan dengan Yizhao, sangat amat malas berususan dengan semua anggota Keluarga Zhou yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Jika bukan untuk sesuatu yang menguntungkan, mana sudi dirinya bekerjasama dengan Yizhao, bahkan untuk mengenalnya beberapa tahun yang lalu pun rasanya ia tak sudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACLE 2 : "Flowers and Promises"
RandomKau berjanji untuk menjadi orang yang lebih kuat, kau berjanji untuk tetap bertahan sesulit apa pun keadaan yang kau hadapi, namun apakah janji itu sudah bisa kau tepati? Bisakah kau menepati janji itu dan mengabulkannya agar orang yang diam-diam se...