Dapat cerita ini dari mana?
Happy reading!
•
•
•"Papa gak pernah bantah cita-cita kamu Abdiel. Papa gak tuntut kamu agar jadi seorang nahkoda kapal, seperti pekerjaan Papa sekarang." Bima meletakkan sebuah kertas yang anak lelaki berumur 14 tahun itu berikan padanya. Kertas itu berisi nilai ulangan yang putranya perlihatkan padanya dengan pandangan antusias. Nilainya seperti apa yang ia minta, seratus tanpa ada satu kesalahan.
Abdiel meraih susu coklat yang Mamanya berikan. Ia mengangguk menyetujui, ucapan Papanya. Setelah meminum setengah gelas, remaja itu meletakkan gelasnya di meja. "Kalau masalah cita-cita papa emang gak pilihin, tapi papa tetap selalu nuntut Diel untuk jadi sempurna. Selalu ikut les, dan juga latihan bela diri. Harus dapat nilai seratus, dan jadi kebanggaan guru--"
"Itu bagian cita-cita kamu Abdiel. Sejak dulu cita-cita kamu mau jadi apa?" tanya Bima tenang. Ia melirik sekilas ke arah Istrinya--Alina yang mengusap-usap punggung Abdiel yang nampak menurun.
"Kepolisian," tanya Abdiel dengan nada pelan.
"Apa? Yang tegas, letoy banget," sindir Bima.
Abdiel menegakkan badannya. "Siap! Mau jadi Kepolisian, Pa!"
Alina tertawa, ia menepuk-nepuk kepala sang anak karena merasa gemes. Tak terasa dulunya saat mengaku ingin menjadi anggota kepolisian putranya itu masih umur 5 tahun. Dan sekarang umurnya sudah 14 tahun cita-citanya tak berubah.
"Kalau kamu udah masuk SMA, Papa mau kamu tinggal di sini seorang diri. Gak boleh hubungi Papa atau mama sebelum kami yang hubungi dulu." Bima menyandarkan tubuhnya pada Sofa, dalam satu tarikan nafas ia bisa membuat Abdiel termengu hanya karena mendengar tantangan baru yang ia berikan.
"Terus latih belah diri kamu, Papa gak mau punya anak lembek."
"Salah satu syarat utama untuk jadi seorang Brimob adalah kekuatan mental dan fisik. Papa mau liat seberapa kuat mental kamu di tinggal sama kami."
"Gak bisa Pa..." Abdiel kembali menurunkan bahunya, mukanya terlihat kusut.
"Di tinggal seperti itu saja kamu udah gak bisa gimana mau jadi seorang Brimob yang tugas utamanya mempertaruhkan nyawa?" Bima masih keukeh. Dia sangat ingin melihat Abdiel berkembang dengan ke antusias yang di miliki anak itu.
"Papa gak mau tau, setelah kamu masuk SMA. Kamu harus mandiri! Ingat itu Abdiel!" Itu kata terakhir sebelum akhirnya, Bima bangkit dari duduknya kemudian meninggalkannya.
4 tahun kemudian...
Di sebuah malam yang cukup mencekam, seorang lelaki memakai tudung Hoodie yang menutupi kepalanya itu menatap seorang pria pemabuk yang hampir melecehkan seorang gadis yang kini meringkuk dengan tubuh gemetaran.
"Mau sok jagoan?" Pria dengan kumis yang cukup lebat itu terkekeh sinis ketika lelaki di hadapannya hanya diam sembari menatapnya tajam. "Sana pergi!"
Lelaki bertudung hoodie itu mengangguk, lalu berjalan ke seorang gadis yang ketakutan karena hampir di lecehkan tapi sebelum itu lelaki itu datang menghentikan. "Saya pergi bersama dia."
Belum sempat ia membantu gadis itu berdiri, salah satu pundaknya di tarik kasar lalu tanpa jeda, satu bogeman mentah mendarat di rahangnya. Lelaki itu mundur berapa langkah, lalu membuka tudung Hoodienya, raut tampan itu nampak menghembuskan nafas kasar.
"Dia akan berenang-senang dengan saya!" kata Pria berkumis.
"GAK MAU!"
Tak mendengarkan teriakan perempuan itu. Sang pria pemabuk kembali mendekati lelaki berhoodie itu. Ia menggerakkan tangannya ingin kembali memberikan hajaran pada pipi pemuda itu. Namun sayang, tangannya segera di tahan oleh sang empu. Lalu, tanpa kata, tangannya di pelintir ke belakang hingga ia terkunci.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dangerous Bodyguard
Ficção AdolescenteAbdiel adalah seorang remaja yang ingin menjadi anggota kepolisian sejak umurnya masih 5 tahun. Karena kegigihannya itulah ia di tuntut agar menjadi laki-laki cerdas dan juga pemberani oleh Papanya. Tak menyangka akibat menolong seorang cewek, ia te...