9. Permulaan

1.4K 105 37
                                    

Hello kawan!

Jangan lupa vote yaaa!

****

Abdiel tidak bisa tenang belajar di sekolahan, ia kepikiran dengan keputusan yang dia ambil. Emang bagus sih, dalam segi uang. Dirinya di gaji dengan biaya yang fantasis menurutnya. Namun, itu terlalu berisiko untuk dirinya yang masih remaja.

Masa remajanya, bakal di isi dengan ke randoman Jinha. Abdiel meringis, membayangkannya saja sudah membuatnya pusing bukan kepayang.

"Mungkin ini awal gue bisa ngelatih bela diri gue?" Ia berguman.

"Hei, itu yang tidur." Suara guru di depan sana membuat lamunan Abdiel pecah, pasalnya guru bermulut lemes itu menatap kearah bangkunya.

"Bangunkan yang tidur itu."

Abdiel menoleh, ia berdecak, pantas saja mejanya yang jadi sasaran empuk guru. Toh, teman bangkunya tidur nyenyak, ilernya pun sudah seperti jembatan siratolmustaqim, semut yang kebutulan ada pun terlihat melambai padanya, berenang dilautan iler itu.

"Bangun woi, bangun." Abdiel menepuk bahu Fawaz, tidak bangun. Guru semakin melototkan matanya, tak ada cara lain.

Brak!

Bugh!

"Aaa!"

Abdiel menendang kursi Fawaz hingga jatuh kesamping, pria itu lantas terbangun karena kaget. Emang teman biadab!

"Gempa!"

"Hahahahaha!" Semua orang tertawa mendengar teriakan laki-laki hobi menggombal itu. Abdiel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Tai lo Ab!" Fawaz yang baru sadar, mengelap ilernya menggunakan tangan membuat Abdiel jijik.

Abdiel mengulurkan tangannya, agar pria itu menggapainya, dan berdiri kembali. Fawaz menerima jabatan tangan Abdiel, bekas ilernya pun ikutan menempel, hingga Abdiel yang merasakan hal itu kembali melepaskannya.

Bugh!

Fawaz jatuh lagi, sakit sekali saat bokongnya mendarat lagi di lantai.

"Anying!"

"Sorry." Abdiel nyengir lebar kembali mengulurkan tangannya tapi di tepis Fawaz.

"Liat tuh Dap, teman lo!" Fawaz mengaduh pada temannya yang hanya menatap keduanya jengah, biasa terjadi.

"Gak urus."

"Bjir!"

Apes sekali, gara-gara Abdiel Fawaz di ketawain satu kelas. Bahkan guru yang berwajah jutek pun ikut-ikutan. Ia kembali mengangkat kursi dan di tempatnya dulu.

"Cuci muka," saran Abdiel.

Fawaz meliriknya sinis, setelah itu ia berdiri untuk keluar. Beberapa menit kemudian dia kembali masuk dengan wajah segar, menyugar rambutnya tebar pesona. Saat sudah sampai di tempatnya, ia ikut-ikutan menendang kursi Abdiel, cuman pria itu agak gesit untuk menahan diri pada meja.

The Dangerous Bodyguard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang