10. Penyerangan

1.9K 152 135
                                    

Hello

***

Seperti mengajarkan anak Tk menghitung, Abdiel sedikit kerepotan saat mengajari Jinha. Soalnya cewek itu lumayan loading kalau soal menghitung, dia bisa tapi cukup memgambil waktu lama.

Althan bukannya membantu pria itu malah tidur di ruang cctv, jadilah hanya Abdiel yang menemani Jinha. Baiklah, untuk mengurangi waktu main gadis itu diluar rumah, ia akan memberikan les.

"Tinggal di kalihkan, terus dapat hasil akhir."

"Gue gak bisa sayang!" Jinha tersenyum centil, ia cukup kesusahan memang, tapi ia suka saat berulang Abdiel menjelaskan rumus dari cara kesatu dan kedua. Hingga yang paling gampang.

Hingga beberapa menit kemudian, Abdiel mengacak rambutnya perustasi saat melihat hasil kerja Jinha. Ia menggeram, susah sekali. Padahal ia sudah menjelaskan sebaik mungkin.

"Nyerah ah, gue gak suka matematika!" sesal Jinha. Hanya salah koma, dirinya salah lagi. Kenapa harus di hitung ini itu jika ada kalkulator kan. Uang juga kalau dengan nominal banyak bisa di hitung menggunakan kalkulator.

"Kerjain sampai lo bisa."

"Enggak!" Yang namanya keras, Jinha tak bisa menurut begitu saja. Ia ingin keluar rumah.

"Gak menerima keluhan apapun." Abdiel mengambil buku yang menganggur, ia ikutan belajar, fokus dan tak memperdulikan Jinha yang mengacak rambutnya hingga mirip orang yang baru bangun tidur. Gadis itu juga tak sadar penampilannya seperti itu, sampai pada akhirnya ia mengambil ia melihat pantulan dirinya dari gelas berisi minuman. Ia membulatkan matanya, lalu membekap mulutnya.

Jinha melirik Abdiel yang terlihat mencatat-catat sesuatu dalam bukunya, sadar di lihat, Abdiel menoleh, tatapan mereka bertemu yang langsung Jinha alihkan. Ia mengatur rambutnya yang berantakan. Sialan, harusnya dia tetap cantik.

Jinha mengambil liptin dari saku jaketnya, lalu memakainya. Ia merapikan rambutnya. Hari semakin sore, dan Althan baru turun dari lantai atas, muka tidurnya terlihat, ia mendengus sebal saat melihat kedekatan Abdiel dan Jinha. Belajar berdua bersama, sungguh memuakkan.

Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa selain turut ikut duduk disebelah Abdiel.

"Habis tidur?"

"Iya."

Abdiel mengangguk.

"Dih, dasar tukang tidur," ledek Jinha kepada Althan.

Pria itu melirik Jinha. "Bilang aja kangen."

"Amit-amit jabang bayi!"

Abdiel kembali tertawa melihat keduanya, ia menutup bukunya dan meminum minuman miliknya. "Badan gue serasa remuk habis lompat dari lantai dua." Abdiel menyahut, memberitahukan itu kepada Althan.

Mungkin aja setengah badannya lumayan membiru karena mendarat duluan.

"Gue liat, istirahat sana."

Jinha membekap kembali mulutnya. "Lo lompat? Kok bisa, yang mendarat apanya dulu?"

"Makanya jangan bandel kabur-kaburan, Abdiel tadi ngejar lo." Althan berucap sinis.

The Dangerous Bodyguard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang