Hai jangan lupa Vote nya:)***
Dor!
Abdiel berhasil menghindar, tapi kaca spionnya hancur karena peluru. Ia melajukan motornya ke arah Jinha, cewek itu segera naik ke atas motornya, dan kendaraan beroda dua itu melaju begitu cepatnya. Orang yang ada di dalam mobil tak mengikuti, malahan ia putar arah dan pergi dari lokasi.
Di tengah-tengah kepanikan yang Abdiel rasakan tak seperti perasaan Jinha sekarang, cewek itu malah senyum-senyum sendiri. Tapi, tangannya tetap tidak lancang untuk memeluk Abdiel. Di pegang aja muka cowok itu masam apalagi di peluk, bisa-bisa ia kehilangan kesempatan untuk kedua kalinya. Lagi pula, ia tak semurahan itu untuk peluk cowok sembarangan.
Abdiel memberhentikan laju motornya di sebuah taman kota. "Bisa turun?" sahutnya yang di peruntukan oleh perempuan di belakangnya.
Jinha mendengus kesal, dan menurut untuk turun dari motor. Ia kira Abdiel akan melajukan motornya dan pergi meninggalkannya. Tapi, rupanya cowok itu mencabut kunci motornya dan ikut-ikut turun dari kendaraannya.
"Lho, gue gak di tinggalin?" tanya Jinha penasaran.
Laki-laki yang saat itu memakai kemeja kotak-kotak yang di lapisi baju putih sebagai dalaman dengan kancing yang di buka semua itu nampak menggeleng, ia terlihat mengetikkan sesuatu di ponselnya sebelum menjawab. "Gue gak sejahat itu, tinggalin lo yang lagi ketakutan."
Menurut Abdiel, perempuan apa yang tak takut ketika nyawanya hampir saja melayang. Jinha tersentak, di detik selanjutnya ia tertawa keras. "Lucu banget sih lo! Pengen miliki deh rasanya!"
Tak peduli tawa Jinha yang seakan meledeknya. Abdiel memilih berjalan ke arah sebuah kursi panjang dan duduk di sana. Jinha yang tersadar segera menyusul ia mengambil tempat duduk di dekat cowok itu.
"Geser," celetuk Abdiel.
"Gak mau!" tolak Jinha mentah-mentah, cewek itu semakin mendekatkan diri ke Abdiel. "Pokoknya gak mau!"
"Yaudah." Abdiel berdiri, membuat Jinha langsung menuruti apa mau Abdiel. Cewek itu mendengus kesal, lalu melirik Abdiel sinis. Tapi tatapan jengkelnya itu hanya sementara. Lihat saja sekarang, binaran semangat udah kembali terlihat di kedua matanya.
Abdiel terkekeh, ia kembali duduk dan memperhatikan beberapa orang di yang lagi bermain. "Lo udah biasa kena serangan kayak tadi?" tanyanya membuka topik dan anggukan yang di berikan Jinha membuatnya sedikit kaget.
"Beberapa bulan terakhir ini gue emang gak aman. Makanya Ayah ngesewa bodyguard buat jagain gue." Jinha mencebikkan bibirnya kesal. Aih! Ngerepotin juga dirinya kalau begitu. Tapi, dirinya bisa apa, Ayahnya galak. "Perusahaan Ayah gue lagi berkembang pesat, nah karena itu banyak pesaing yang selalu ingin jatuhin Ayah gue," jelas Jinha kembali menambahkan.
"Tadi itu bisa jadi orang suruhan saingan Ayah gue, karena gue anak satu-satu Ayah, makanya gue yang terancam. Bisa di bilang, kehidupan Ayah itu ada di gue!" Jinha mengakhiri ucapannya, ia merogoh saku jaketnya untuk mengeluarkan ponselnya. Lalu gadis itu menyodorkannya ke Abdiel.
"Boleh minta nomor Wa gak?" Jinha mengedipakan matanya beberapa kali. Abdiel tak bisa berkata-kata, keberanian cewek di sampingnya itu tak bisa di ragukan. Beberapa menit lalu dia hampir saja kehilangan nyawanya, harusnya gadis itu trauma atau segala macamnya tapi Jinha? gadis itu berprilaku seakan tak ada kejadian apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dangerous Bodyguard
Roman pour AdolescentsAbdiel adalah seorang remaja yang ingin menjadi anggota kepolisian sejak umurnya masih 5 tahun. Karena kegigihannya itulah ia di tuntut agar menjadi laki-laki cerdas dan juga pemberani oleh Papanya. Tak menyangka akibat menolong seorang cewek, ia te...