6. Penembak perunduk

1.8K 157 21
                                    

Sepanjang koridor, Jinha merasakan kupingnya yang berdenyut karena mendengar coletehan sahabat satu-satunya yang telah menemaninya berganti celana dengan rok. Perempuan yang selalu bersamanya itu selalu saja menyebutkan nama cowok yang sungguh membuatnya muak.

"Althan itu cakep, tajir, punya koneksi di mana-mana!"

Jinha memutar matanya malas, ia mendengus kesal. Tak ada yang menandingi pesonanya seorang Abdiel, tidak ada! Mau itu pak presiden sekalipun!

"Lo dengar gue gak sih, Jin?" Felisa Alensa. Cewek itu kesal karena hanya dapat dengusan dari sang empu. Jinha repleks memukul lengan temannya itu karena lagi dan lagi Feli menyingkat namanya. Namanya emang tak bagus jika di panggil setengah. Kalau bukan Jin, ya Ha. Ish! nyebelin!

"Bisa diam gak? lo aja sono yang pacaran ama kang caper, gue sih ogah!" Jinha menaruh tasnya pada kursinya lalu duduk manis di sana. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya lalu bercermin sebentar.

Feli duduk di dekat Jinha, ia berdecak. Ia emang suka Althan, Iyya suka! Lagian cewek yang mana yang tak jatuh oleh pesona seorang ketua geng itu. Sahabatnya doang. Tapi, Feli cukup sadar diri dan cukup mengabaikan perasaannya. Kini, gadis itu memilih duduk di atas meja.

"Terus gimana lo sama cowok yang lo jebak itu?! Dari kemarin gue tungguin lo gak---"

Brak!

Ucapan Feli terpotong ketika Jinha memukul meja dengan telapak tangannya yang tergolong mungil itu. Feli bisa melihat binaran bahagia yang ia lihat jelas di kedua mata sahabatnya ketika mulai mengganti topik. Sebenarnya, lelaki seperti apa yang pernah Jinha ceritakan padanya itu, kenapa sahabat yang kalau dilihat-lihat kurang tertarik dengan cowok bahkan Althan sekalipun jadi tergila-gila seperti itu?

"Ini nih yang gue suka topiknya!" Jinha melipat kedua tangannya di atas meja. Memulai dengan satu tarikan nafas dia bercerita dengan menggebu-gebu membuat Feli melongo.

"Gue sama Abdiel, lagi masa pdkt, biasalah. Lo tau, gak ada yang bisa nolak pesona gue. Pesona tuan putrinya Pak Reza!" Jinha dengan pdnya menyebut nama Ayahnya dengan bangga. Ia tersenyum lebar, membuat Feli mendengus geli.

"Udah dapat nomornya si Abdiel Abdiel itu?"

Dan di detik itu juga, senyuman Jinha memudar di gantikan dengan bibir yang mayun-mayun seperti bebek. Bahunya merosot, mengingat dirinya tak berhasil mendapatkan nomor WhatsApp Abdiel kemarin.

Menyadari itu, Feli tertawa terbahak-bahak. Emang teman setan! "Gak dapet yah? Ululu tuan Putrinya Pak Reza gagal sebelum berjuang…"

Jinha melotot kesal, ia memukul kembali lengan temannya itu. "Setan! Mana ada gue gagal, gak beruntung aja!"

Jinha menyandarkan tubuhnya pada kursi, ia menatap lurus ke arah papan tulis yang nampak masih bersih itu.  "Tapi Fel! dia tuh gemesin banget tau, masa gak mau ngasih nomornya ke gue? Ih gemes jadi pengen di nikahin!"

"Nikahin nikahin, bapak lo nikah!" celetuk Feli heran dengan Jinha yang bisa-bisanya mendapat penolakan malah makin kesemsem.

Jinha memutar matanya malas. "Ayah gue gak boleh nikah yah!"

"Hm"

"Ih Fel! Pokoknya dia nyebelin, tapi gue suka gimana dong?"

The Dangerous Bodyguard Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang