7. The Dimmed Light

102 5 12
                                    

Pagi ini entah mengapa Andra merasa tubuhnya makin lemas dan menggigil parah. Kemarin selepas pulang dari apartemen Gia, Andra tak bisa tidur sampai pukul satu dini hari. Entahlah, akhir-akhir ini makin banyak hal yang berkecamuk di pikiran Kalandra.

Papanya beberapa waktu lalu pamit akan mengurus seorang klien. Andra terkadang merasa kasihan dengan sang Papa yang harus memenuhi kewajibannya sebagai seorang pengacara di tambah lagi harus mengurus Mama yang tidak dalam kondisi baik. Alasan itulah yang membuat Andra tak tega jika harus menumpahkan keluh kesahnya pada Papanya.

"Adnan! Kamu udah berangkat kerja? Arga masih tidur?" itu suara Dena dari luar kamar. Andra berusaha bangkit dari tidurnya dan berjalan tertatih membuka pintu. Takut-takut hal buruk terjadi pada sang Mama.

"Mama?" panggil Andra pelan sambil berusaha tetap berdiri tegak. Dena menoleh ke arahnya sambil terdiam sejenak.

"Arga? Udah bangun, Dek?" tanya Dena sambil berjalan menghampiri Andra. Putra sulungnya hanya terdiam, kemudian senyumnya terangkat.

"Iya, ini Arga, Ma! Pagi, Mama!" Andra dengan cepat memeluk Dena.

'Maafin gue, Ga! Gue harus pura-pura jadi lo, Dek!' ucap Andra dalam hati.

"Pagi, Arga-nya Mama!" balas Dena sambil mengusak lembut surai legam milih Andra. Sungguh, Andra merasakan kehangatan tersalurkan ke seluruh tubuhnya. Setelah sekian lama, akhirnya Andra kembali ke dekapan Mamanya, walaupun di mata Dena, dia harus menjadi Arga.

Telinga Andra kemudian berdenging keras. Pemuda itu memejamkan mata menahan sakit di kepalanya sampai akhirnya tubuhnya luruh karena tak kuat lagi menahan rasa sakit.

"ARGA!" teriak Dena histeris. Dena berusaha menyadarkan Andra yang sudah sepenuhnya memejamkan matanya. Dena kemudian berlari keluar rumah.

Nevan yang memang berniat mampir ke rumah Andra, datang di waktu yang tepat. Nevan segera menghampiri Dena yang tengah berteriak meminta tolong.

"Tante! Ada apa tante?" tanya Nevan berusaha menenangkan Dena.

"Arga! Arga pingsan, Nevan! Arga anak tante!" jelas Dena panik. Nevan langsung bergegas masuk ke dalam. Nevan panik karena dia tahu pasti bahwa 'Arga' yang dimaksud Dena adalah Andra.

"Ndra! Andra!" Nevan berusaha mengecek deru jantung Andra, beruntung saja masih normal.

"Bangun bego! Nggak lucu, sialan!" teriak Nevan dengan suara seraknya. Dengan cekatan, Nevan mengecek denyut nadi milik Andra yang cukup lemah.

"Tante kita bawa An---, maksud Nevan, Arga ke rumah sakit sekarang!" saran Nevan.

"Ayo! Tante nggak mau Arga kenapa-napa!" ucap Dena yang membuat Nevan lagi-lagi merasa sedih.

'Andra, sekarang gue lebih paham kenapa lo bisa ngeluh capek,' batin Nevan sambil berusaha memapah tubuh Andra yang sudah tak berdaya.

***

"Sabar, Ndra!" ucap Nevan sambil mengusap punggung Andra. Dokter masih juga belum menangani Andra karena Dena belum juga menyelesaikan urusan administrasinya. Inilah yang Nevan tak suka dengan orang-orang zaman sekarang. Apa-apa harus tentang uang, tak lihat wajah orang yang sudah di ambang kritis?

"Gue cari Mama aja kali, ya? Takutnya ada apa-apa!" kata Andra dengan suara parau membuat Nevan langsung melotot galak.

"Nggak ada! Lo diem disini! Nggak lucu lo pingsan lagi!"

"Ngerepotin, ya? Maaf, Nevan!" ucap Andra pelan sambil menunduk membuat Nevan merasa bersalah.

"Eh? Enggak, Ndra!" kata Nevan canggung. "Yaudah. Lo diem disini aja, gue mau liat Mama lo!"

KALANDRA: 'Perfectus' Risus (✔) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang