UC 3 : Iri

65 9 0
                                    

Hargai dengan vote ygy

HAPPY READING🐣

Mereka sudah berada di lapangan basket, dan kini pembelajaran beralih ke materi basket. Suasana lapangan menjadi riuh dengan suara bola yang memantul.

Di bawah pohon yang rindang di pinggir lapangan, naungan sejuk menyelamatkan dari teriknya matahari. Prisa, Mika, Sheila, dan Fadhya duduk santai, menikmati obrolan ringan tentang kelakuan adik kelas yang sering bolos ke kantin. Tawa mereka mengiringi percakapan yang santai, seolah-olah desiran angin yang lembut menggerakkan dedaunan di atas mereka.

"Mereka gak malu apa kayak gitu," kata Fadhya sambil menunjuk ke arah sekelompok anak cowok yang sedang bermain hamil-hamilan di tengah lapangan.

Deon, dengan gayanya yang kocak, memerankan seorang wanita yang akan melahirkan menggunakan bola basket sebagai bayinya. Iko, yang berperan sebagai dokter, memberi bimbingan dan semangat kepada ibu hamil tersebut. Suasana riuh rendah oleh tawa dan sorakan dari teman-teman sekelas, menciptakan momen penuh keceriaan.

Haikal, yang menjadi suaminya dalam permainan ini, memberikan dukungan dengan penuh antusias. Tawa mereka bergema di lapangan, menambah kehebohan suasana pagi itu.

"Urat malu mereka kan udah putus," ucap Prisa dengan nada santai, mengomentari tingkah laku teman-temannya sambil menyilangkan kaki di bawah pohon yang rindang.

"Beliau Prisa ini kalau ngomong selalu bener cuy," ujar Sheila, sambil tersenyum dan mengangguk setuju.

"Itu kasian anaknya baru lahir udah dipantul-pantulin," Mika merasa kasihan pada bola basket yang dijadikan bayi dalam permainan tersebut, sembari menghela napas kecil.

"Sudahlah melahirkannya dipaksain keluar sama dokternya, eh sekali keluar malah dipantul-pantulin," tambah Mika dengan nada prihatin, namun senyuman kecil tetap tersungging di bibirnya.

"Memang nggak bertanggung jawab sebagai orang tua," Sheila ikut-ikutan merasa kasihan.

"Semua baris," suara Fathan tiba-tiba terdengar, memecah suasana tawa mereka. Anak-anak segera bergerak, membentuk dua baris seperti yang diperintahkan, cowok di sebelah kanan dan cewek di sebelah kiri.

Lapangan basket yang tadi riuh kini mulai tenang, hanya suara sepatu yang berderap di permukaan lapangan yang terdengar. Angin sepoi-sepoi meniup daun-daun di pohon rindang, memberikan sedikit kesejukan di bawah terik matahari.

"Hari ini kita main bola basket, sebelum main saya absen dulu. Semua silahkan duduk," ucap Fathan sambil membuka buku absennya.

Anak-anak duduk di tempat masing-masing, suasana menjadi hening sejenak.

"Dasendra Leo Farraz?"

"Hadir, Pak," jawab Dasen dengan suara lantang, tangannya sedikit terangkat.

"Deon Fazwa Yaswanta?"

"Hadir, Pak."

"Depi Adhika Dhira?"

"Hadir, Bapak," jawab Depi dengan nada centil, membuat beberapa teman di sekitarnya tersenyum geli. Depi memang terkenal dengan sikapnya yang centil, selalu mencoba menarik perhatian saat ada pria tampan.

UNIQUE CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang