HAPPY READING🐣
Bunyi bel istirahat menggema, memecah keheningan yang sebelumnya hanya diisi suara pulpen yang bergesekan dengan kertas. "Kalian istirahat dulu. Nanti dilanjut lagi nyatatnya," ucap Jasver sambil menutup laptopnya, memasukkannya ke dalam tas, dan melangkah keluar kelas.
Begitu punggung gurunya menghilang dari pintu, hampir serentak seluruh kelas melepaskan pulpen mereka dengan lega. Ada yang menggoyangkan tangan, ada pula yang membunyikan jari-jari untuk meredakan pegal setelah lama mencatat.
Di sudut kelas, Neri, Depi, dan Safira saling bertukar pandang sebelum akhirnya bergerak mendekati meja Prisa. Rasa kesal masih menguasai mereka, bagaimana bisa Prisa asal bicara dan ucapan tak berdasarnya malah jadi kenyataan? Sepertinya mulut Prisa harus benar-benar ditutup selotip.
"Prisa! Lo harus tanggung jawab!" Depi, yang paling dulu sampai ke meja Prisa, langsung menggebrak meja dengan tangan, meski pelan, cukup untuk menarik perhatian.
Prisa, yang baru saja selesai membereskan buku-bukunya, terkejut mendengar gebrakan itu. Ia menatap Depi sebentar, lalu dengan santai berkata, "Tanggung jawab apaan? Emang gue ngehamilin lo?"
Depi membuka mulut, tapi tak sempat membalas karena Fadhya, yang duduk di depan Prisa, sudah tertawa terbahak. "Ya kali lo ngehamilin Depi, lesbi lo!" Fadhya menahan tawa sambil menatap Prisa.
"Ya itu, dia minta tanggung jawab," Prisa berkata santai, menunjuk Depi dengan dagunya.
Depi mendengus, masih kesal. "Gue minta tanggung jawab buat tangan gue ini! Gegara ucapan lo di kantin tadi, tangan gue pegel begini!" Depi mengangkat tangannya ke arah Prisa, seolah berharap Prisa bisa melihat jelas rasa pegal yang menyiksa.
"Itu kebetulan aja kali," sahut Mika, yang baru saja kembali dari toilet, bergabung dengan Faniza dan Nadia. Dari kejauhan, ia sudah melihat Depi yang sedang nyerocos di depan meja Prisa.
"Lagian, nulis begitu aja ngeluh, tapi kalo bales chat cowok, diketik satu-satu nggak ada tuh yang ngeluh tangan pegel," ujar Mika sambil menatap Depi dengan ekspresi jahil.
"CHUAAKSS!" teriak serentak semua cowok yang ada di kelas, suaranya bergema sambil tertawa. Ucapan Mika terasa seperti serangan yang tepat sasaran.
Depi melotot, namun sebelum ia bisa membalas, Faniza dengan cepat menukas, "Gak usah ikut-ikutan lo semua! Bayar uang kas dulu, baru boleh nimbrung!" Nada sarkastis Faniza membuat para cowok langsung bungkam, suasana kelas seketika hening. Mereka semua tahu lelucon itu, tapi tak satupun yang berani melawan saat uang kas disebut-sebut.
Depi, yang masih menahan kekesalannya, menatap Prisa lagi. "Gue gak mau tau, pokoknya lo harus tanggung jawab!" katanya dengan nada tegas, seolah tuntutannya itu sudah tak bisa dinegosiasi.
Prisa mendesah, malas. Dengan dagu yang masih menopang tangannya, ia menatap Depi sambil mengangkat alis, "Lo mau gue tanggung jawab apa?"
Depi terdiam sejenak, tak tahu harus menjawab apa. Sementara Prisa tetap terlihat santai, seolah tak ada masalah yang benar-benar serius di sini.
"Lo harus doain gue supaya tangan gue baik-baik aja, udah itu aja," ucap Depi sambil tersenyum lebar, nadanya seolah permintaannya itu hal paling serius di dunia.
"Kami juga!" sambung Neri dan Safira bersamaan.
Prisa menghela napas panjang, mencoba menahan senyum kecil yang hampir muncul. Akhirnya, ia mengangkat kedua tangannya, pura-pura khusyuk berdoa.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNIQUE CLASS
HumorBagaimana jadinya kalau guru sudah lelah dengan murid yang tidak bisa diatur atau nakal? Pastinya guru itu tidak akan mau mengajari murid itu atau bisa saja murid itu akan dikeluarkan jika pelajaran si guru sudah dimulai. Tetapi, bagaimana jika satu...