UC 9 : Lukisan

37 7 2
                                    

HAPPY READING🐣

Pagi yang cerah, sinar matahari mulai merayap masuk ke kamar melalui celah-celah tirai jendela. Namun Varo, pria berzodiak Pisces, masih terbuai dalam tidur nyenyaknya di atas kasur empuknya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.30, tetapi sepertinya itu belum cukup untuk membangunkannya. Pintu kamar perlahan terbuka, dan seorang wanita paruh baya melangkah masuk.

Ia menggeleng pelan sambil mendesah, "Ya ampun, belum bangun juga."

Dengan langkah pasti, ia mendekat dan menepuk pipi anaknya lembut. "Varo, bangun! Sudah jam berapa ini?!" Seru ibunya, terbiasa dengan kebiasaan malas anaknya.

Tak ada respon berarti dari Varo selain erangan pelan dan gerakan malas mengubah posisi tidurnya. Ibu Varo menghela napas panjang, memutuskan untuk membuka tirai jendela lebar-lebar. Sinar matahari langsung menghantam wajah Varo, namun bukannya bangun, dia justru menggulung diri lebih erat di balik selimut.

"Tidak bisa dibiarkan," gumam ibunya.

Dia bergerak mendekat, menggoyangkan bahu Varo dengan lebih tegas. "Varo! Ini sudah jam setengah tujuh! Kamu mau terlambat?!"

Kata-kata 'jam setengah tujuh' menembus kesadaran Varo seperti sirene darurat. Matanya langsung terbuka lebar, dan dia melompat dari tempat tidur.

Pandangannya langsung terarah ke jam dinding di atas pintu, memastikan apa yang baru didengarnya benar. Panik mulai merambat.

Tanpa pikir panjang, Varo segera berlari ke kamar mandi yang berada di sudut kamarnya, meninggalkan ibunya yang menggeleng pelan dengan senyum kecil, sudah terbiasa dengan rutinitas ini. Nina menggeleng pelan saat melihat meja komputer Varo yang berantakan. Bekas-bekas bungkus snack berserakan di meja, dan kaleng minuman bersoda tergeletak sembarangan.

"Anak ini," gumamnya.

Sudah berulang kali dia memperingatkan agar tidak begadang main game, terutama jika esok harinya harus sekolah. Namun, seperti biasa, Varo tak mendengarkan.

Setelah merapikan sisa-sisa 'medan perang' di meja komputer, Nina keluar dari kamar Varo. Kamar itu terletak di lantai dua, dan ia mulai menuruni tangga menuju ruang makan di lantai bawah.

Di meja makan, suaminya, Surya, dan anak perempuannya yang masih kecil sudah duduk rapi menunggu sarapan. Surya menatap Nina yang baru turun.

"Varo sudah bangun?" tanyanya sambil menyendok nasi goreng ke piringnya.

Nina mengangguk. "Sudah, baru saja aku bangunkan. Dia panik karena terlambat."

Surya mendesah. "Memang anak itu, selalu saja begitu. Sudah diberi tahu, tetap saja begadang."

Namun, percakapan mereka terhenti tiba-tiba oleh suara teriakan dari arah tangga. "MAMAAA!"

Nina dan Surya serentak menoleh, kaget melihat Varo meluncur turun dari tangga dengan skateboard. Anak laki-laki itu dengan santainya berseluncur di sepanjang pegangan tangga, membuat Nina hampir menahan napas.

"VARO!" Teriak Nina spontan.

"VARO, HATI-HATI JANGAN SAMPAI JATUH!" teriak Papa dengan panik, matanya lebar melihat aksi berani anaknya.

Di sudut lain, adiknya, Vani, hanya bisa ternganga, tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Ia memandang Varo dengan tatapan penuh kekaguman, seolah abangnya itu adalah pahlawan di dalam film.

"Ma, Pa, aku harus berangkat sekarang, aku udah terlambat," ucap Varo sambil menyalami orang tuanya, langkahnya sudah tergesa-gesa.

"Kamu nggak sarapan dulu, bang?" tanya Mama, nada khawatir masih terdengar di suaranya.

UNIQUE CLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang