Suka

4.2K 363 20
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



02

"Lo berdua kenapa gak bilang kalau dia sekolah di sini?" tanya Zidan sesaat setelah dia duduk di kursi cafetaria. Tepat di depan Sakha dan Arsya.

"Penting, ya?" tanya Arsya, dia memakan spaghettinya dengan santai.

Jangan tanya kenapa ada spaghetti di sekolah. Itu ide Zidan yang katanya mau selalu makan enak, walaupun di sekolah.

Bocah begajulan ini emang banyak mau.

Tapi terbukti, banyak yang masuk ke sekolah mereka karena menu cafénya yang amat sangat menggoda perut.

"Ya enggak sih," balas Zidan. Dia memukul meja dengan keras, "Tapi tetep aja. Dia satu sekolah, dan dia ini keknya dilindungi sama guru."

"Wong anak emas, ya dilindungi." balas Sakha, "Emang lo anak gak tau diri."

"Bangsat!" Zidan menatap Sakha sinis. Pemuda tinggi dengan proporsi tubuh tidak terlalu kurus dan berisi itu memang banyak digilai oleh banyak murid.

Selain tampan—walaupun masih tampan Arsya, tapi tetap saja Zidan banyak yang suka. Anaknya yang 'bad boy' memang memang sedang digilai oleh anak-anak muda jaman sekarang. Pasti akan terlihat keren kalau pacaran sama anak yang seperti itu.

Tapi, Zidan yang ngomongnya suka pedes dan gak peduli mau nyakitin orang atau tidak, banyak yang memilih untuk mengubur dalam-dalam perasaan mereka dan memilih untuk sekedar kagum.

Kalau kata mereka sih, "Red flag. Tapi gak papa. Soalnya ganteng."

Sekarang kalau ganteng, pasti semua dimaafin. Tidak beda jauh sama yang cantik. Ya walaupun tidak semuanya menganggap begitu.

"Noh anaknya." Sakha menunjuk ke arah 'anak' yang semalam menghabiskan malam bersama Zidan.

Zidan langsung menoleh, begitu juga dengan Arsya.

Seperti biasa, Neo akan selalu sendiri. Dia anak anti sosial yang sebenarnya punya temen banyak. Tapi emang Neo aja yang selalu suka sendiri.

"Perbuatan lo noh." ujar Sakha saat melihat cara jalan Neo sedikit aneh.

Zidan berdecak. Dia bangkit dan berjalan ke arah Neo yang sedang membeli sari roti. Roti yang harus ada di cafetaria karena selain suka susu dancow, Zidan juga suka banget sama sari roti. Apalagi yang dorayaki.

Tidak ada yang ngalahin.

"Lo mau ke mana?!"

Zidan tidak membalas, dia tetap berjalan ke arah Neo.

"Ini uangnya—"

Zidan menarik lengan Neo keras. Keduanya sekarang berhadapan. Neo mengernyit, menggerakkan tangannya mencoba melepaskan tangan Zidan dari lengannya.

AFTER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang