Tanggung Jawab

4K 359 9
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



04

"Enggak. Gue gak mau."

"Neo, kita harus bilang ini."

"Gue gak mau denger penolakan." sela Neo cepat, dia memandang Zidan yang berdiri di depannya. Mereka sudah berada di halaman rumah keluarga Tanjung. Neo tidak tau kelau Zidan akan membawanya ke rumah. "Lo tau, ini aneh. Gak seharusnya kita gini. Udah gue bilang, buat digugurin aja."

Kedua pundak Zidan melemas. Dia menyentuh kedua bahu Neo, "Lo tega ngelakuin itu? Lo tega ngebunuh darah daging lo sendiri yang bahkan belum lahir sama sekali. Dia bahkan belum liat dunia, Neo. Dan lo tega buat ngebunuhnya?"

Tidak. Neo tidak tega. Tapi dia tidak ingin seperti ini. Neo tidak akan pernah siap hamil, apalagi melahirkan. Neo ingin menikmati kesendiriannya.

"Neo, gue mohon pertahanin. Kalau lo gak mau punya anak, tetep pertahankan dan nanti lahirkan. Biar nanti gue yang ngurus." ujar Zidan yakin, "Gue bakalan tinggal sama lo. Gue bakalan bantu lo ngelewatin ini semua. Tapi gue mohon, jangan pernah berpikir sampai ngelakuin hal itu. Jangan digugurin, Neo. Gue mohon."

"Apanya yang digugurin?"

Keduanya langsung menoleh. Mama dan Papa baru pulang setelah kondangan. Neo menciut, wajahnya yang pucat semakin pucat melihat orang tua kandung Zidan.

"Mama, Papa, ada yang mau aku bicarakan." Zidan memegang bahu Neo agar dia tidak lari. "Di dalam."

Mama dan Papa memperhatikan tangan Zidan yang memegang bahu Neo. Mereka juga melihat wajah pucat Neo yang terlihat memprihatinkan. Dia terlihat sedih, kecewa dan ketakutan secara bersamaan.

"Ya sudah, ayo masuk."

Keduanya membiarkan Mama dan Papa masuk lebih dulu. Baru Zidan menarik tangan Neo agar masuk juga. Neo tentu saja memberontak, dia tidak mau. Neo tidak mau mendengar penolakan kedua orang tua Zidan.

"Kak Zidan."

Zidan menatapnya, "Jangan takut, Neo. Walaupun nanti mereka nolak, gue bakalan terus pertahanin lo. Gue gak bakalan ninggalin lo."

Neo mengepalkan tangannya. Dan di sinilah keduanya. Di ruang keluarga, orang tua Zidan sudah duduk bersebelahan. Menatap dua remaja yang sejak awal mereka lihat, sudah bertingkah aneh.

"Duduk aja. Mama buatin minum."

"Nggak perlu, Ma. Tadi udah beli thai tea di luar." Zidan menolak. Dia mendudukkan tubuhnya dan Neo duduk di sebelahhya. Ada doa sofa panjang dan dua single sofa.

"Jadi, kalian mau bicara apa?" tanya Papa, dia memandang Neo. "Temen kamu sakit kayaknya. Mukanya pucet banget."

Neo merasakan kedua telapak tangannya basah karena keringat. Kepalanya sejak tadi hanya menunduk, tidak berani menatap orang tua Zidan.

AFTER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang