4

5.3K 395 3
                                    

Rambut hitam legam yang menyatu dengan malam, mata tajam dengan netra semerah darah yang memandang liar, alis tebal yang menukik saat hidung mancungnya menghidu, juga dahi yang memiliki bekas luka goresan pedang itu, tengah berkerut menghiasi wajah rupawan miliknya yang jarang berekspresi.

Pria itu menyeringai menampilkan giginya yang memiliki taring, tentu saja tak tajam. Dirinya bukanlah ras vampir. Taring itu sudah ada sejak ia lahir, menambah pesonanya saat menyeringai. Pesona seseorang yang harus darah.

Julukannya adalah Kaisar gila penghisap darah, lucu sekali jika pria itu mengingatnya. Meskipun dia 'haus darah' bukan berarti dirinya meminum darah manusia. Apalagi menghisap.

"Saya memberi salam pada Yang mulia kaisar,"

Pria yang sedang bertumpu pada pedang seraya menatap ke dalam hutan yang gelap itu menoleh, ia menaikkan alis menatap sang ajudan, Duke Atrasio Dariel Akeros.

"Atrasio," kata Kaisar itu pelan. "Aku menemukan sesuatu yang menarik."

Atrasio, pria berambut putih dengan netra sebiru lautan itu memicingkan mata. "Aku sedang serius, Kieril." sahutnya penuh penekanan.

"Di sini ditemukan jejak sihir hitam yang telah melenyapkan nyawa seorang penyihir Agung kekaisaran sebelah, ini bukan saatnya kau main-main, Kieril."

Kieril mendengkus, pria itu memunggungi sahabat sekaligus tangan kanannya. Dua orang ini selalu menjadi sorotan publik, katanya mereka bagaikan iblis dan malaikat yang bersahabat. Kieril yang terkenal haus darah dan Atrasio yang dikenal sebagai pahlawan baik hati.

Menggelikan, padahal Kieril yang paling tahu seberapa kejam dan liciknya pria berambut putih itu.

"Kau urus sendiri," cetus Kieril.

Gantian Atrasio yang mendengkus kesal. "Kau tahu sendiri, kau lah yang paling bisa menemukan jejak mereka."

Kieril berbalik, dia mengangkat alis kanannya. Menatap Atrasio dengan pandangan dingin, "kau ingin mengatakan karena aku adalah keturunan iblis?"

Atrasio tersentak lalu memalingkan wajah. "Berhenti bersikap kekanakan."

Pria itu melangkah pergi.

Kieril tertawa kecil, "lagipula mana mungkin keturunan cacat sepertimu akan mengejek sesamanya."

Atrasio mendengar, namun bersikap tak peduli.

"Bukankah karena itu juga kita berdua sangat cocok?"

Kieril menahan belati yang hampir mengenai matanya, lelaki itu menyeringai lebar melihat wajah kesal Atrasio.

"Berhenti mengatakan sesuatu yang ambigu dan bekerjalah," desis Atrasio lalu berbalik. Pria itu menghilang begitu saja seakan-akan ditelan malam membuat kekehan Kieril terdengar mengiringi suara-suara hewan penghuni hutan.

Setelahnya Kieril menghela, memutar tubuh kemudian berjalan pelan menuju gelapnya hutan. Wajah itu menunjukkan ekspresi tak berarti, bibirnya terkatup rapat pun wajah Kieril tetap datar meskipun sesekali terdengar suara gresik di semak-semak.

Namun sesekali netra merah Kaisar menyorot liar.

Pepohonan yang rimbun dan menjulang tinggi, menghadang cahaya bulan untuk menerobos masuk. Tetapi, terdapat sedikit celah kecil yang membuat cahaya itu seperti setitik terang di lautan kegelapan.

Tiba di ujung tebing ekspresi sang Kaisar berubah, alisnya menukik. Dia berdecak, "iblis sialan." umpat lelaki itu seraya berkacak pinggang.

"Bukankah kau baru saja mengumpati kaummu sendiri, Kaisar?"

Kieril memejamkan mata mendengar suara tanpa wujud itu, lalu dengan tenang dirinya menyugar rambut. Pria itu duduk dengan kaki bergelantungan di pinggiran tebing.

I AM THE QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang