8

3.4K 225 31
                                    

"Selen," sebut Grand Duke serak, pria itu melepas cengkraman tangannya pada bahu Selentia. Melangkah mundur lalu meraup wajah frustasi.

"Kau tahu, Nak?" tanya Grand Duke kemudian.

Selentia berdiri, menghampiri Ayahnya yang terpaku. "Belum."

"Aku harap Ayah mengatakan semuanya sebelum aku tahu dari orang lain," ujar Selentia, berlenggang pergi menyisakan Grand Duke seorang diri.

Pria setengah abad itu tertawa lirih, meraup wajah berkali-kali dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Membayangkan Selentia mengetahui semuanya lalu terlarut dalam rasa sesal membuat dada sesak.

"Oh Via," lirih Grand Duke sendu.

"Putri kita sangat menderita, Via."

Pria itu berjalan gontai, mendapati Count Jopan di depan pintu dia memandang si tangan kanan dengan raut menyedihkan membuat Count Jopan balas menatap khawatir.

"Apa anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Count Jopan.

Grand Duke tersenyum pilu. "Selen-ku sangat menderita, Jopan."

"Aku harus bagaimana?" tanya Grand Duke, raut resah, khawatir nan bingung menjadi satu. Sebagaimana hatinya yang kini campur aduk.

Count Jopan terdiam, pria minim ekspresi yang dikenalnya dulu lebih sering menunjukkan emosi semenjak bersama Sevia, tambah-tambah kehadiran satu orang putra dan satu orang putri melengkapi keluarga kecil mereka. Meski sempat terpuruk sebab kepergian Grand Dhucess, Grand Duke bangkit karena kedua anak mereka.

Bagi Count Jopan, pernikahan sang nona muda bagai bencana yang kembali menghilangkan tawa Grand Duke. Apalagi Servaro semakin sulit didekati karena kepergian Selentia.

Lalu setelah bertahun-tahun terdengar berita pengangkatan calon selir pertama Kekaisaran, kemudian nona muda kediaman Azelous pulang. Gadis tangguh yang dikenal semua orang terisak begitu hebat di pelukan Ayahnya.

Count Jopan bimbang, dilema akan rasanya. Haruskah ia bersedih atau bahagia saja?

Dan sekarang Tuan-nya tampak kacau, tanpa bertanya pun Jopan mengerti masalah apa yang dimaksud Grand Duke.

"Apakah Yang Mulia Permaisuri tahu?"

Grand Duke melempar tatapan tajam, "jangan memanggil Selen-ku seperti itu."

Count Jopan menundukkan kepala sejenak, "mohon ampuni kesalahan hamba, Tuan," katanya. "Apakah Nona muda sudah tahu?" tanya pria itu kemudian.

"Tidak," jawab Grand lalu terdiam. "Selen bilang belum." lanjutnya.

"Artinya dia akan mencari tahu." Grand Duke menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan kasar. Pria itu meraup wajah untuk kesekian kali, meluapkan rasa frustasi.

"Awasi Selentia, cari tahu semua yang berhubungan dengannya. Aku akan mempersiapkan diri untuk mengatakan semua padanya."

Count Jopan memberi gestur hormat, menyilang sebelah tangan menyentuh dada, tangan lainnya ia letakan di belakang pinggang. Sedikit membungkukkan badan, kepalanya ia gerakan beriringan. "Sesuai titah Anda."

Grand Duke hanya menganggukkan kepala, menatap cukup lama pada punggung Jopan yang mulai menjauh, mengecil karena jarak. Saat menghilang sepenuhnya dari pandangan, Grand Duke baru tersadar. Rupanya ia melamun, pria setengah abad yang masih gagah itu menghela nafas kasar.

Berjalan dengan raut dingin, menyusuri lorong Duchy hingga kakinya berhenti melangkah di pintu berukuran besar. Pintu tanpa penjaga dan selalu terkunci semenjak Selentia-nya pergi.

Grand Duke menggerakkan jari-jari hingga sebuah cahaya merah berpendar samar membalut telapak tangan kanannya, sebuah kunci muncul di telapak tangan. Untuk beberapa saat ia terdiam menatap kunci itu sebelum memutuskan membuka pintu di depannya.

I AM THE QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang