9

3.7K 254 22
                                    

"Tapi Avanzo, Hanna tidak suka," Hanna kembali terisak pelan. "Permaisuri benar-benar memandang Hanna seperti rakyat jelata,"

Avanzo menghela nafas, "Selentia tidak mungkin melakukan itu, Hanna."

Hanna memandangnya dengan sorot terluka, "Apakah Avanzo lebih mempercayai permaisuri dibandingkan Hanna?"

"Bahkan permaisuri bilang Avanzo adalah barang, tetapi Avanzo lebih mempercayai permaisuri daripada Hanna,"

"Ya?" Dahi Avanzo berkerut. "Apa maksudmu?"

Hanna menutup mulutnya kaget, "Avanzo tidak tahu?" Gadis itu menyampirkan rambut pirang pucatnya dengan raut wajah prihatin.

"Apakah para pelayan tidak memberitahu Avanzo?" Dia memandang Avanzo dengan raut yang sama, memberikan kesan kasihan yang justru membuat Avanzo dilanda kebingungan.

Hanna menangkup wajah Avanzo, mata hijaunya berbinar penuh kasih sayang. "Avanzo tidak boleh sedih, ada Hanna yang sangat mencintai Avanzo,"

Avanzo terkekeh pelan lalu mengecup bibir gadis itu, "aku tau, Hanna. Tapi ada apa? Katakan padaku."

"Itu ...." Hanna menatap Avanzo dengan ragu-ragu, detik berikutnya ia kembali memasang wajah tersakiti. "Permaisuri bilang dia tidak mau berbagi barang dengan Hanna, mungkin maksudnya dia tidak mau berbagi Avanzo,"

Hanna menyandarkan kepalanya di dada Avanzo, "setelah itu dia merendahkan Hanna membuat para pelayan menertawakan Hanna,"

"Makanya Hanna sangat sakit hati saat Avanzo membela Permaisuri," keluhnya.

Avanzo mengeraskan rahang. "Berani sekali Permaisuri melakukan itu," Dia menghela nafas kasar lalu mengelus kepala Hanna. "Pergilah bermain Hanna, banyak yang harus aku selesaikan. Kau tenang saja, aku akan menghukum Permaisuri."

Hanna mendongak, menatapnya dengan mata berbinar kemudian memasang wajah bersalah, dia mendengkus. "Tidak Avanzo, Avanzo tidak boleh kejam pada istri Avanzo."

Avanzo tersenyum lembut, "tapi dia juga kejam padamu, sayangku. Kau adalah kekasihku, aku harus berlaku adil pada kalian berdua."

Pipi Hanna merona, gadis itu tersenyum malu membuat Avanzo terkekeh pelan.

"Sayangku sangat menggemaskan,"

Hanna menenggelamkan wajahnya di dada bidang Avanzo dengan pipi yang benar-benar bersemu merah, gadis itu merengek kecil. "Avanzo tidak boleh menggoda Hanna seperti itu!"

Avanzo terkekeh geli lalu mengecup puncak kepala Hanna bertubi-tubi, dengan gemas ia mengangkat gadis mungil itu ke pangkuannya. Memeluk Hanna penuh kasih sayang.

"Maaf Hanna, maaf karena semua tidak berjalan sesuai keinginanmu. Aku sedang berusaha membujuk semua orang agar bisa menikah kembali, bagaimanapun kamu yang pertama."

Hanna bersandar di dada Avanzo sembari memainkan kancing baju lelaki itu, ia menghela nafas sedih, bibirnya sedikit cemberut, amat menggemaskan dengan raut polos itu.

Lelaki itu mengelus pipi Hanna yang selembut kulit bayi dengan hati-hati, untungnya tangan Avanzo tak terlalu kasar lagi, sebab sudah dua tahun ini dirinya berhenti berperang dan jarang berlatih pedang.

"Hanna sangat sedih Avan," kata Hanna pelan, ia kembali menghembuskan nafas lalu menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi tak apa-apa."

"Tapi Avan," Hanna mendongak menatap Avanzo. "Kenapa Avanzo jatuh cinta pada Hanna? Hanna kan tidak sebaik dan secantik Permaisuri."

Saat wajah itu menyorot bingung, Avanzo terkekeh kecil. Tak elak ia melihat sorot sedih di mata Hanna, hal itu membuatnya tak nyaman.

Ia mengecup dahi Hanna lalu bergumam, "kami hanya ditakdirkan untuk tidak saling mencintai, Hanna. Aku dan Selentia menikah karena kepentingan negara, aku dijodohkan Ayahku dan kebetulan putri Duke kejam itu menerimanya meskipun ia bisa menolak sesuka hati."

I AM THE QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang