"Keadaan terbanding terbalik dengan secepat itu. Sebuah berita yang sangat diluar dugaan kalau itu akan terjadi. Dan kini telah terjadi. Butuh keikhlasan yang besar untuk menerimanya"
♡♡♡
Siang harinya. Vano terbangun dari pingsannya. Dia melihat ke sekeliling. Tempat yang tidak asing lagi baginya. Yakni ruang UKS.
Pusing masih terasa di kepalanya. Dia mencoba turun dari ranjang. Namun, tiba-tiba ada rasa sakit di dalam tubuhnya. Dia berlari menuju toilet dalam Uks. Darah keluar dari mulutnya. Ia memutahkan semuanya.
Ia langsung menyalakan kran dan membersihkan semua darah yang ia keluarkan dari mulutnya. Dia lalu tersungkur lemas beserta pusing sangat terasa di kepalanya.
"Kenapa dengan gue? Kenapa tiba-tiba gue merasa lemas sekali kayak gini? Apa ini ada hubungannya dengan malapetaka itu?" Batin Vano ngos-ngosan
Bahkan untuk bernafas saja dia masih sesenggukan. Ia bangkit berdiri dan kembali ke ranjang UKS. Mensejajarkan kakinya lalu memejamkan matanya kembali untuk istirahat.
Tidak. Ia tidak bisa istirahat disini. Dia tidak mau ada seseorang melihat kondisinya. Dia mengambil ponsel yang sudah diletakan Danil disamping nakas.
Dia menelfon pak Parjo untuk segera datang ke sekolah dengan ojol. Dia menyuruh pak Parjo untuk menyupiri mobilnya. Sementara Vano duduk lemas dan terpejam di belakang.
Pak Parjo langsung membawa Vano pulang seperti perintahnya. Sesampainya di rumah, Vano dibantu pak Parjo berjalan menuju kamar. Ia menyuruh pak Parjo untuk tetap bungkam ke siapapun, termasuk Danil dan Malta.
Setelah itu, Vano istirahat di kamarnya sendiri. Dia benar-benar terus tertidur lemas sampai malam.
Tak ada balasan chat dari Vano, membuat Malta panik. Ia hendak menghampiri ke rumah Vano. Namum, Danil udah ngechat duluan.
"Lo jangan nyamperin Vano dulu ya Mal, dia butuh istirahat yang cukup. Gue harap lo ngerti dengan kondisinya"
Karena chat itu, membuat Malta jadi mengurungkan niatnya untuk menghampiri ke rumah Vano. Ada benarnya juga Danil berkata seperti itu. Karena dengan kedatangannya pasti membuat suasana makin riuh.
Esok pagi pun tiba. Vano terbangun dari tidurnya. Tampak ada handuk kecil yang berada di keningnya. Terlihat mamanya sampai tertidur di sampingnya.
"Mah" ucap Vano memanggilnya
Mia pun terbangun.
"Kamu udah bangun?" Mia terlihat senang melihat Vano sudah membuka matanya
"Ini apa?" Tanya Vano bingung
"Semalem kamu demam. Mama bangunin kamu buat makan malam tapi kamu ga bangun-bangun juga. Kamu terus merintih kesakitan" ucap Mia
Vano benar-benar tidak menduga akan separah itu kondisinya.
"Ayo sekarang kita ke rumah sakit yaa. Kamu ga usah sekolah dulu hari ini. Kita check kondisi kamu" ucap Mia
Vano hanya terdiam dan mengangguk.
"Tapi satu yang kuminta. Rahasiakan ini dari semuanya" ucap Vano memohon
"Baik kalau itu mau kamu. Sekarang kita menuju ke RS ya" ucap Mamanya
Vano dan Mia turun dan menuju ke mobil. Pak Parjo segera melajukannya ke rumah sakit. Vano hanya pasrah dengan keadaan. Dia tidak terlihat panik atau bingung sedikitpun. Dia hanya menuruti mamanya.
Setelah sampai, ia langsung dirawat oleh dokter. Di cek kondisi kesehatan Vano.
Dokter itu duduk beserta wajah ekspresi yang tidak menguatkan. Kini telah berhadapan dengan Mia dan Vano.
Dokter itu menunjukkan hasil lab kesehatan Vano.
"Anak ibu, terkena kanker darah stadium 4. Dia hanya bisa bertahan hidup paling lama 6 bulan. Itu juga tergantung dengan kekuatan fisik dari tubuhnya" Ucap dokter itu membuat Mia dan Vano terkejut mendengarnya.
"Kanker? Jadi benar omongan bapak penjaga itu" batin Vano
Mia menangis terkejut mendapati hal yang diluar dugaannya.
Bagaimana ini? Dia masih belum sanggup untuk meninggalkan kedua wanita yang ia sayangi dan ingin ia jaga. Namun, takdir berkata lain. Ia harus meninggalkan mereka berdua karena hal ini.
Setelah itu mereka keluar dari ruangan. Mia masih syok berat mendengar penuturan dari dokter.
"Mah, udah yaa, aku gapapa kok" ucap Vano
Mia menghadap ke Vano. Menatapnya dengan tatapan tulus dari sang ibunda.
"Maafin mama yaa, tidak bisa menjadi mama yang terbaik untuk kamu" ucap Mia ditengah isak tangisnya
"Vano kan udah bilang, Vano juga udah mengerti mah, kalau ada keanehan di diri Vano. Tapi Vano mohon. Di setengah tahun tersisa ini. Vano mau mama merahasiakan hal ini ke semuanya. Apalagi Danil dan Malta. Mereka akan sangat sedih bilamana tau akan hal ini." Ucap Vano seraya menggenggam kedua tangan mamanya
Mia mengangguk. Lalu dia mengusap rambut Vano.
"Mama akan jaga rahasia ini. Kamu semangat yaa. Kehidupan memang hanya lewat di diri kita. Temukan kebahagiaan di akhir kehidupan kamu" ucap Mia
"Mah, ada satu permohonan yang Vano mau" ucap Vano
"Apa itu?" Tanya Mia
"Mama bahagia yaa sama papanya Siska. Vano minta, setelah nanti Vano tidak ada di dunia ini, mama sudah bahagia bersama keluarganya Siska. Atau kalau engga, setidaknya Vano mau melihat kalian berdua menikah secepatnya" ucap Vano tersenyum menatap manik mata Mia yang sangat rapuh
Mia mengangguk paham.
"Makasih, udah jadi putra tersayang mama. Mama bangga punya kamu" ucap Mia tersenyum
Vano juga tersenyum menjawabnya. Lalu mereka berdua menuju apotik dan membeli obat atas racikan dari dokter itu. Setelah itu mereka pulang kembali ke rumah.
♡♡♡
Hello Everyone!!👋
Gimana ceritanya? Suka?😍
Pantengin terus yaa😇
Jangan lupa Vote and Komen😘
SAHTA GATE Lovers!💗
Stay Read yaw 🤗
See you next chapter 💖💖
Looks normal but terrible 🐾🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
SAHTA GATE
FantasyGerbang yang mempunyai Kutukan tersendiri. Bagaimanakah kisahnya?