AVSP - 14

671 47 0
                                    

Granada meneguk coklat panasnya. "Aku tidak ada waktu untuk ini."

"Kau ada pelanggan lagi? Kau mau membunuh orang?" Tanya Ryden dengan ekspresi datar. Sedari tadi Ryden memasang ekspresi tenang, berbeda dengan Granada yang terlihat kesal. Tampaknya Ryden ingin memancing emosi Granada.

Granada tidak merespon. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Katana yang kau pajang di ruang tamu di rumahmu itu asli. Kau bisa membelah tubuh orang menjadi dua saking tajamnya," kata Ryden. "Aku yakin kau belum pernah mencobanya."

Granada tidak merespon. Dalam hati dia berkata, sebenarnya tujuan dia bertemu denganku apa? Aku rasa dari tadi dia tidak segera mengatakan intinya.

"Aku tahu pemilik katana itu. Ternyata selain membunuh, kau juga mencuri," kata Ryden lalu tiba-tiba dia tertawa.

Granada melihat ke sekelilingnya. Untung para pengunjung restoran tidak ada yang menoleh padanya. Granada kembali menatap Ryden.

"Jika kau sudah selesai, aku harus pergi," kata Granada.

Tiba-tiba Ryden menggenggam tangan Granada membuat gadis itu terkejut. "Jangan pergi dulu, aku senang bisa bertemu dengan seorang pembunuh selain diriku."

Granada menarik tangannya dari genggaman Ryden.

"Katana itu milik seorang pejabat tinggi yang kaya raya. Dia adalah ayahnya pacarku. Seharusnya di awal kau bertanya, bagaimana bisa aku tahu kalau kau Venora...."

Granada memotong ucapan Ryden, "Kau menyamar menjadi polisi dan menggeledah rumahku waktu itu. Tentu saja kau tahu namaku dan nama sekolahku. Kau tahu aku assassin, karena kau melihat katana di ruang tamu di rumahku yang aku dapatkan dari seorang pejabat yang aku bunuh. Kau dengan mudah akan mengetahuinya. Tidak perlu sok keren dan membuat teka-teki seolah cerita ini seperti di film action."

Ryden tersenyum kecil. "Kau pemarah rupanya."

"Sikapku tergantung lawan bicaraku."

"Kau tidak ingin tahu, kenapa aku bisa tahu kalau kau Venora?" Tanya Ryden

"Sungguh aku tidak peduli," kata Granada penuh penekanan. "Jadi, apa inti pembicaraanmu?"

"Begini, aku memiliki koleksi di rumahku. Aku mau kau membantuku...."

Granada lagi-lagi memotong ucapan Ryden, "Jangan bilang kau mau aku membantumu menambah koleksimu. Aku bekerja untuk diriku sendiri. Mata, jantung, dan hati bukan benda yang cocok untuk dikoleksi."

Ryden tidak merespon. Dia melipat kedua tangannya di depan dada.

Setelah mengatakan itu, Granada meletakkan uangnya di meja kemudian pergi tanpa menyentuh makanan pesanannya. Dia hanya meminum coklat panas.

Tiba-tiba langkahnya terhenti lalu dia berbalik menatap Ryden. "Mungkin kau benar, aku pesuruh yang dibayar, tapi aku tidak memiliki gangguan jiwa sepertimu."

Granada melanjutkan langkahnya.

Ryden mendecih. "Tidak baik bicara seperti itu pada orang yang lebih tua darimu. Bisa dibilang aku ini seniormu. Dia memang keras kepala dan tidak bisa diajak berteman."

Sementara itu, Granada pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan, gadis itu tampak masih kesal pada Ryden, dia tidak senang ada orang lain yang melihatnya sedang membunuh. Itu membuatnya tidak merasa tenang.

"Psikopat gila itu, dia memang benar-benar psikopat," gerutu Granada.

** Flashback **

Granada memasang silencer ke moncong pistolnya kemudian dia membuka pintu ruangan di mana dokter tadi keluar dan dia menembak ke segala arah. Granada tampak terkejut, ternyata itu bukan kamar Pak Ryan, tapi toilet. Jadi, dokter itu baru keluar dari toilet (?).

Granada segera mencari dokter tadi. Ternyata dokter itu memasuki ruangan di lantai 3. Kali ini Granada yakin jika itu kamar Pak Ryan. Dia memasukkan peluru ke pistolnya kemudian menyusul dokter itu.

Namun, pandangannya teralihkan pada ruangan dengan pintu yang berwarna biru muda. Agak mencolok dan berbeda dari warna pintu lainnya di rumah itu.

Karena penasaran, dia menyentuh pintu. Suhu dingin langsung menyapa tangannya saat menyentuh knop. Dia membukanya. Kedua mata Granada terbelalak lebar.

⚔️⚔️⚔️

06.23 | 30 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

VENORA : Assassin VS PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang