Sebelum pulang ke rumah, malam ini Jehan menyempatkan dirinya mengunjungi suatu tempat. Rasanya sudah lama ia tak mendatangi tempat tersebut, membuat laki-laki itu merasa bersalah.
Rem motor Jehan mendecit, tiba di pekarangan sebuah bangunan bercat putih yang lampu-lampunya masih menyala. Setelah membuka helm, barulah laki-laki itu melenggang masuk ke dalam bangunan RSJ ini. RSJ Kemala.
Beberapa suster dan pasien terlihat masih berlalu-lalang di koridor. Pandangan Jehan jatuh kepada seorang wanita yang rambutnya berantakan sedang duduk di kursi panjang sambil memegang boneka beruang. Wanita itu mengobrol dengan boneka yang dipegangnya, bertindak seolah-olah boneka itu adalah manusia.
Napas Jehan kasar terembus. Kepalanya menggeleng sesaat dan kakinya terus dibawa melangkah melewati si wanita.
"AAAA SAYA GAK MAU TIDUR! JANGAN PAKSA SAYA!! SAYA HARUS DANDAN SUPAYA TAMPIL LEBIH CANTIK!!"
Suara yang sangat familier di telinga Jehan. Dari jarak ini dia sudah mampu mendengar jeritan seorang wanita dari salah satu kamar RSJ. Ritme jantung Jehan berdegup tidak normal, disusul otot-otot dan sendinya melemas kala semakin dekat dengan asal suara jeritan tadi.
"Mama..." Samar-samar Jehan bergumam. Langkahnya dipacu lebih cepat. Khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada wanita yang begitu dicintainya.
"LEPASIN! JAUHIN BENDA JAHANAM ITU DARI SAYA!!" Wanita itu mendorong tangan perawat yang menodongkan suntikan. Memberontak histeris dari kekangan tiga perawat.
"MAMA!" Jehan menyeru, mengambil atensi orang-orang dalam ruangan ini.
"JEHAN! JEHAN TOLONG MAMA, NAK!" Mama, wanita yang telah melahirkan Jehan itu balas berseru, air mata meleleh deras dari pelupuk matanya. Kedua lengannya terentang, menginginkan Jehan masuk ke pelukannya.
"Mama!" Jehan berhambur memeluk sang mama. Membiarkan wanita yang dicintainya itu menenggelamkan wajah ke dada bidangnya. Tangan Jehan pun tak henti mengusap kepala belakang mama agar lebih tenang.
"Ma, tenang, ya. Mereka gak jahat kok. Mereka cuma mau nenangin mama," ucap Jehan sambil berkali-kali mencium puncak kepala mama.
Mama menggeleng di dada Jehan. Tangisnya lirih terdengar. "Nggak, Jehan. Mereka jahat, mereka gak biarin mama keluar dari sini. Padahal mama ada pemotretan. Mama harus tampil cantik."
Hati Jehan terasa remuk. Air mata tak sanggup lagi ia bendung.
Para perawat di sana hanya diam, memerhatikan interaksi antara anak dan ibu tersebut dengan tangan mengait sopan di depan perut.
"Ma, pemotretan nya besok. Sekarang mama disuruh istirahat sama mereka. Mama salah paham doang," kata Jehan seraya menyeka air matanya.
Mama mendongakkan wajahnya. "Beneran, Jehan? Mama nggak akan dikurung lagi kan? Mama bisa tampil cantik lagi kan di depan kamera?"
Sendu sinar mata Jehan menatap sang ibu. Pelan dia mengangguki pertanyaan mama, lantas melirik perawat yang ada di belakang mama agar menyuntik wanita ini.
Perawat itu mengangguk, lalu mengarahkan jarum suntikannya ke lengan mama. Jarum tersebut menembus kulit mama, menyalurkan cairan yang merupakan obat penenang untuk membantu wanita itu tertidur.
Mama kehilangan kesadaran. Jehan langsung menangkapnya dan menggendong mama ke ranjang. Ia meminta para perawat agar keluar memberikan waktu baginya dan mama berduaan.
Jehan terduduk di kursi samping ranjang. Kedua tangannya mengambil tangan mama untuk ia genggam. Sesekali menciuminya, dan tergugu melihat wajah sang mama.
"Ma..." Jehan tertunduk. "Maafin Jehan, maaf udah teledor jagain mama. Semua yang terjadi sama mama, adalah kesalahan Jehan. Maaf, Ma..."
Mama tak merespon karena matanya terpejam rapat. Napasnya pelan terembus, terlihat tenang kala tertidur pulas seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANIMOUS #1 | Bullying Is Scary [ END ]
RandomResiko menjadi adik perempuan dari seorang ketua geng motor. Kiara Angelica Ertama awalnya sama seperti cewek-cewek pada umumnya. Sekolah yang tenang, punya teman dekat, orangtua yang penyayang. Yang dia tidak miliki hanyalah, pacar dan perhatian da...