"Ah, terimakasih banyak telah menepati janjimu untuk membawakanku mangsa yang lezat. Dagingnya begitu empuk, akan ku undang teman-temanku agar bisa menikmatinya bersama."
Dari hape yang di-load speaker itu, Kiara dan Dokter Oki mendengarkan perkataan Mali. Mereka juga bisa mendengar Mali sedang menyeruput sesuatu, entah apa itu. Mungkin kuah? Atau ... yang lain?
"Hm, dan urusan kita selesai sampai di sini. Lupakan semuanya, lupakan bahwa kita pernah bertemu." Dokter Oki yang membalas.
Mali mengiyakan ucapan sang dokter, dan panggilan itu pun diakhiri.
Pandangan Dokter Oki kini beralih pada Kiara. Bertanya ia, "Satu target udah musnah. Selanjutnya, siapa lagi?"
"Tentu aja dua temannya yang lain," jawab Kiara cepat. "Aku udah nyiapin rencana yang lain. Mereka harus mati dengan cara berbeda, tapi tetap epik."
Dokter Oki memanggut. "Cepatlah mulai, agar semua cepat selesai."
Ketukan di pintu mengagetkan mereka berdua. Serempak, pandangan Dokter Oki dan Kiara mengarah ke pintu, kemudian keduanya saling beradu tatap, menebak-nebak siapakah gerangan yang mengetuk pintu itu.
Sementara Dokter Oki pergi membuka pintu, Kiara mempersiapkan dirinya untuk berakting. Ia duduk mematung, dengan pandangan hampa tertuju ke satu objek.
"Halo," sapa seseorang itu.
Dokter Oki yang merasa tidak mengenalinya, mengernyitkan dahi.
"Saya mau ketemu Kiara." Lian tersenyum canggung. "Saya teman abangnya," jelasnya memperkenalkan diri.
"Oh." Dokter Oki buru-buru mengangguk dan mempersilakan Lian masuk lebih dalam ke ruangan ini. "Silakan."
"Kalau boleh tau, gimana kondisi Kiara sekarang?" Ketika sudah berada tepat di samping ranjang Kiara, Lian bertanya. Tatapan nanarnya tertuju pada Kiara yang terlihat hampa. Bahkan tak menoleh sama sekali atas kedatangannya.
Pikir Lian, pasti Kiara sangat terpukul dan merasa trauma atas perundungan yang terjadi padanya. Apalagi, para pembully-nya masih aman-aman saja, tidak diberikan sangsi. Dalam kata lain, Kiara tak mendapatkan secuil pun keadilan. Bahkan Bu Momon yang membantu mencarikan keadilan, malah dipecat dari jabatannya.
"Masih sama," jawab Dokter Oki. Di sini, ia pun turut menjiwai peran. Terlihat seolah-olah prihatin atas kondisi Kiara. "Tatapannya selalu kosong dan hampa. Jarang berbicara, kadang menangis dan tiba-tiba histeris."
Hati Lian terasa sakit. Begitu kejam bullying itu sampai-sampai Kiara jadi seperti ini? Mengapa tidak ada keadilan untuk orang-orang yang lemah?
"Saya ikut sedih dengernya." Lian menunduk. "Saya sedih, karena usaha saya gagal untuk cari keadilan buat Kiara. Dan saya makin sedih lihat kondisinya saat ini."
Tangan Lian terulur, membelai rambut Kiara. Namun tak ada respon dari cewek itu. Ekspresinya masih sama, hanya ada kehampaan.
"Cepat sembuh, Kiara. Saya cuman bisa doain kamu," ucapnya pelan. Lalu ia menoleh pada Dokter Oki. "Kalo gitu, saya pamit, ya. Ini ada cake buat Kiara, semoga dia mau makan." Lantas menyerahkan paper bag kecil yang sedari tadi ia pegang pada sang dokter.
Dokter Oki menerimanya dan memanggut.
Kepergian Lian membuat akting mereka berdua berakhir. Dokter Oki meletakkan paper bag di tangannya ke meja, sementara Kiara menatap pintu yang sudah Lian tutup.
Ada riak sedih di kedua manik cewek itu. Ketika mengingat kata-kata Lian tadi, ia merasa sedikit bersalah karena telah membohongi orang-orang yang masih sayang kepadanya. Namun, ini semua demi tujuannya. Jika tidak begini, maka usahanya membalaskan dendam tidak akan pernah tercapai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANIMOUS #1 | Bullying Is Scary [ END ]
De TodoResiko menjadi adik perempuan dari seorang ketua geng motor. Kiara Angelica Ertama awalnya sama seperti cewek-cewek pada umumnya. Sekolah yang tenang, punya teman dekat, orangtua yang penyayang. Yang dia tidak miliki hanyalah, pacar dan perhatian da...