2

893 80 3
                                    

Pukul sebelas siang tepat bunyi terompet berbunyi dengan kencang, memenuhi seisi ruang aula yang ramai akan pelajar dan orang tua. Salah satu dari mereka adalah seorang wanita berumur 28 tahun menghela napas lega seraya menjatuhkan punggungnya pada sandaran bangku.

Ia tersenyum haru ketika nama Boruto Hyuuga dipanggil kembali ke panggung untuk menerima piala utama. Bocah lelaki itu mengangkat tinggi-tinggi piala sebesar badannya ketika difoto. Hinata bangkit dari kursi dan bertepuk tangan bersama para hadirin lainnya. Setitik dua titik air jatuh dari pelupuk matanya.

Padahal baru kemarin rasanya ia melihat Boruto menangis minta pulang di hari pertama masuk Sekolah Dasar. Baru kemarin pula rasanya Boruto menerima rapot pertama yang membuatnya mengurung diri di kamar berhari-hari karena hasilnya tidak memuaskan.

Tau-tau ketika membuka mata, ia melihat jejeran nilai A di rapot Boruto, rekomendasi mengikuti olimpiade sampai diundang ke kantor Kazekage.

"Kau membesarkan anak yang luar biasa, Hinata."

Hinata sontak terbangun dari lamunannya. Kaget akan kehadiran Kazekage yang sudah berdiri di sampingnya entah sejak kapan. Lelaki berambut merah itu kini bersedekap dengan mata yang menerawang jauh ke panggung.

"Tuan Gaara?" Hinata mundur selangkah seraya menundukkan kepala. "Maafkan saya yang tidak menyadari Anda di sana, Tuan."

"Berhentilah bersikap formal, kita tidak di kantor kazekage sekarang."

"Tapi kita berada di Suna dan kau adalah kazekage, Tuan," tutur Hinata dengan wajah polosnya.

Hinata selalu berhasil membuatnya kehabisan kata-kata. Wanita itu seakan tak bisa disentuh sama sekali, apalagi semenjak kepergiannya dari konoha dan apa yang sudah dia alami di sana. Ia jadi jarang tersenyum, tertawa, atau bahkan aktif dalam berekspresi. Bahkan senyumnya ketika di restauran terlihat seperti senyum formalitas.

Lalu ketika ia melihat Hinata menitikkan air mata, ia tak tahan ingin menghampirinya dan bilang 'kau luar biasa'. Tapi kalimat yang keluar dari lisannya malah berbeda.

"Dengar-dengar kau akan menikah dengan Putri Shion dalam waktu dekat ini. Selamat ya, Tuan, aku ikut senang dengan pernikahanmu."

Gaara tersenyum teduh seraya menatap wajah Hinata. "Terima kasih atas ucapan selamatnya, Hinata. Tapi sayang sekali pertunangan kami sudah resmi batal minggu lalu."

Hinata tak terlihat kaget seperti orang lain ketika mendengar kabar itu. Alih-alih terdiam, ia malah berani bertanya. "Kenapa bisa batal, Tuan?"

"Karena aku punya seseorang yang aku cinta."

Mendengar hal itu Hinata tak lagi merespon. Ia memeluk dirinya seraya merapatkan kardigan ungu yang membalut badannya.

Punya seseorang yang aku cinta, katanya. Mudah sekali bagi orang seperti mereka, batin Hinata.

Sangat mudah bagi orang yang punya kekuasaan untuk memainkan perasaan orang lain. Bagi Gaara, perasaannya sendirilah yang penting.

Dapat Hinata tebak Gaara akan mencari pembenaran untuk tindakannya dan semua orang setuju karena ia memiliki kekuatan.

Betapa mudahnya bagi mereka, apalagi lelaki itu. Lelaki yang telah memaksanya berjuang sendiri dan pergi dari Konoha.

Hinata tidak akan pernah lupa, selamanya.

It's Too Late, is It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang