9

473 50 6
                                    

"Hinata! Ada panggilan dari Boruto!"

Partner Hinaata dalam memasak di dapur Arako tiba-tiba teriak dari ruang istirahat. Hinata melirik jam dinding, sekarang masih jam kerja meskipun sebentar lagi waktunya istirahat. Tapi Hinata tidak tahan untuk tidak mengangkat telepon dari putranya. Ia memberanikan diri meminta izin pada pengawas, beruntung ia dapat persetujuan. Alhasil ia berlari kecil menghampiri ponselnya yang masih berdering.

"Boruto, kau sudah sampai di mana?" Hinata buka suara lebih dulu.

"Rest area Kawa," jawab Boruto sekenanya.

"Menu makannya apa saja, Nak?"

"Sukiyaki."

"Barang-barangmu aman, kan?"

Boruto bergumam sebagai jawaban. Hinata menghela napas lega. Boruto belum pernah pergi darinya sejauh ini, oleh sebab itu ia sedikit gugup.

"Bagus, pertahankan waspadamu."

"Bu." Boruto tiba-tiba memanggil.

"Apa?"

"Aku tidak tau apakah aku boleh bertanya seperti ini. Tapi Ibu jangan marah, ya."

Hinata menaikkan sebelah alis. Perasaannya berubah tidak enak. Apa Boruto menghilangkan dompetnya?

"Tanyalah, Boruto. Ibu tidak akan marah," kata Hinata.

Hening tercipta selama beberapa saat. Hinata menggigit kuku ibu jarinya cemas. Ia tidak sabar mendengar apa yang ingin Boruto tanyakan, tapi ia tidak bisa mendesaknya untuk berbicara. Boruto akan takut dan berujung tidak jujur padanya.

"Boruto, kau masih di sana?" tanya Hinata memastikan. Boruto tidak pernah seperti ini.

Namun lagi-lagi Boruto menggumam singkat sebagai jawaban. Sambungan telepon kembali hening beberapa saat. Hinata perlahan bergerak duduk, ponselnya tak bergerak sedikitpun dari daun telinga.

"Bu, kau masih di sana?" Kali ini Boruto yang bertanya.

"Iya, Ibu dengar. Bicaralah Boruto."

"Apa aku punya Ayah?"

Tubuh Hinata membeku. Kakinya lemas total. Jika Hinata sedang berdiri sekarang ia yakin akan terjatuh. Ia berusaha keras memproses kalimat yang ia dengar tadi, akan tetapi mau sekeras apapun ia berpikir Hinata tetap membiarkan pertanyaan Boruto menggantung.

Sejak awal ia tau pertanyaan ini akan datang ketika Boruto sudah mengerti. Ia sudah bersiap sejak jauh hari untuk menjawabnya, tapi setelah dihadapkan kenyataan, semua kata yang telah ia susun lenyap entah kemana. Nyatanya, ia masih belum siap.

"Ibu, aku disuruh naik ke bis. Kami hendak melanjutkan perjalanan," ujar Boruto mengakhiri panggilan telepon.

Biarlah pertanyaan itu menggantung, batin Boruto. Ia pikir ada hal-hal yang tidak seharusnya dia cari tau agar Ibunya tidak tersinggung. Kali ini ia tidak akan bertanya lagi dan memilih untuk melupakannya.

To be continued.

It's Too Late, is It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang