7

682 61 10
                                    

Naruto mendapati dirinya sedang memandangi foto sepasang ibu dan anak di sosial media. Ia temukan akun private itu lima tahun yang lalu dan meminta temannya untuk follow agar ia bisa lihat isinya. Sejak saat itu rutinitasnya setiap pulang kerja adalah melihat-lihat akun Hinata.

Setiap hari ia berharap agar ada update terbaru, tapi akhir-akhir ini intensitas postingan Hinata berkurang. Yah, Naruto bisa mengerti karena ia dengar Hinata berhasil naik pangkat di tempat kerjanya. Ia bekerja sangat keras.

Ia juga lihat Boruto tumbuh jadi anak yang pintar. Sebagian besar postingan di akun itu memuat foto Boruto. Bahkan Naruto meragukan kepemilikan akun itu, karena foto Boruto lebih banyak daripada foto Hinata sendiri. Memikirkan betapa sayangnya Hinata pada Boruto membuatnya terkekeh kecil. Gemas sekali, pikirnya.

"Apa ada yang lucu?" tanya Shikamaru yang datang tiba-tiba. Membawa nampan berisi ramen dan kopi.

Naruto bangkit dari sofa dan meletakkan ponselnya terbalik sehingga menutup layar.

"Kenapa kau meletakkan ponsel seperti itu, memangnya apa yang kau lihat? Video porno?" tanya Shikamaru.

"Apa salahnya melihat video porno di usiaku yang sekarang, Shika?" tanya Naruto retoris.

"Ya! Itulah poinnya! Kau sudah dalam usia legal melihat video seperti itu, dan kita juga sudah berteman lama. Untuk apa ditutup-tutupi, Naruto?"

Naruto mulai menyeruput ramennya yang masih berasap, ia makan seolah tidak ada Shikamaru di sana. Shikamaru menghela napas panjang, ia bersedekap dan menjatuhkan punggungnya pada sandaran sofa yang empuk.

"Saat Shikadai berusia empat tahun aku sadar kalau dia sangat membutuhkan aku sebagai contoh. Itulah kenapa aku mengurangi jam kerjaku. Sama halnya dengan dia yang mungkin juga membutuhkan sosok ayah, apalagi ibunya masih sangat muda dan cantik. Jangan kaget loh jika suatu hari kau melihatnya mengenakan baju pengantin."

"Berisik."

Naruto tau ia tidak bisa menyembunyikan apapun dari Shikamaru. Lelaki itu tau lebih banyak tentang dirinya lebih dari siapapun.

"Apanya yang tidak akan menyesal, tuan congkak?" Shikamaru tertawa mengejek.

Naruto berdecak. "Bicara lagi, akan aku adukan ke Temari soal kotak bekalmu yang kau jatuhkan tempo hari."

Shikamaru membuat gerakan seperti meresleting mulutnya sambil terus tertawa geli. Naruto terus mengunyah ramen hingga ponselnya bergetar. Ia menatap layar ponsel skeptis, bahkan kunyahan ramen yang ada di mulutnya hampir jatuh ke mangkuk.

"Shika, kau bilang akan ada study tour dari salah satu sekolah di Suna, kan?" tanya Naruto yang pandangannya masih terpaku pada layar ponsel.

"Iya, kenapa? Apa Boruto ikut?"

***

Dua hari yang lalu.

"Boruto. Kau sungguh ingin ikut study tour?"

Wajah Boruto yang semula datar sambil mengunyah sarapan seketika berubah menjadi wajah memelas. "Sangat, Bu. Aku sudah memikirkannya dari setahun yang lalu."

"Berikan ibu pena dan formulir study tourmu," titah Hinata.

Boruto berlari ke kamar, dan kembali sangat cepat membawakan apa yang dipinta Ibunya tanpa bertanya dua kali.

Hinata menandatangani formulir itu seraya terus menenangkan diri. Pergi ke Konoha tidak akan membuatnya bertemu dengan orang itu, kan?

Tbc.

Kalau cerita ini sampe 3k views, aku bakal lanjut.
Tp klo ga sampe, sorry to say, you can't see boruto meet his father forever.

See ya, 3k views.

It's Too Late, is It?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang