uwang

1.8K 173 10
                                    


[Familiá]

Jaehyun sedang mencoba untuk menyalakan kompor tetapi, apinya tidak kunjung keluar, dia mencoba untuk melihat tabung gas, mungkin saja gasnya habis, jika habis, sayang sekali masakannya ini jadi terlantar padahal sudah setengah matang.

"nda, napa nda?" Jeano, mengintip dari belakang tembok, rambut balita itu bergerak gerak, Jeano menghampiri sang Ibu yang tengah berjongkok sambil mengamati tabung gas.

"gas nya habis, bunda jadi ga bisa masak" Jeano menepuk pipi Jaehyun, lalu menciumnya, balita itu terkikik gemas "uwang, yayah!" celetuknya. Jaehyun melebarkan matanya, ketika mendapati dompet Mingyu ada di tangan Jeano.

"eh- dompet ayah kenapa ada di dedek" kaget banget Jaehyun.

"uwang, nda. beli pelmen, beli cucu. beli gas jugaa!"

"balikin ke Ayah dulu, nanti Ayah nyariin" balita bulat itu memasang wajah kebingungan, tidakkah bundanya membutuhkan uang untuk membeli gas "uwang? ndak mau uwang?" tanyanya bingung.

Jaehyun menahan gemas, alis tipis Jeano menukik kesal "nanti bunda minta ke ayah, makanya kasih dulu dompetnya ke ayah. okee?" Jeano tersenyum lebar dan mengangguk "otay!" balita itu segera berlari menuju tempat sang Ayah.

untuk mengembalikan dompetnya, tadi Jeano menghampiri Mingyu dan ingin meminjam dompet Mingyu, Mingyu memberikannya namun Jeano tidak tau jika uang di dalam dompetnya tidak ada.

"Yayah!"

"Yayah! kacih nda uwang!" si kecil itu berteriak, sambil berlari membawa kembali dompet Mingyu, lalu tubuh bulatnya menabrak kaki Mingyu.

Jeano tergelak, ketika sang Ayah mengangkatnya dan mendudukan tubuhnya di pangkuana, Mingyu mengambil dompet di tangan Jeano "bunda butuh berapa?"

"ummm, banyak cegini" Jeano melebarkan lima jarinya. Mingyu tertawa gemas sembari menciumi rambut legam putranya "hmmm, segitu doang. ga mau yang lebih banyak?" mata Jeano berkedip bingung.

banyak sama lebih banyak, yang mana yang menguntungkan buat beli susu ya.

"mau banyak banyak! beli cucu jugaa, beli pelmen, cama beli gas, abic ndak punya, ndak bica macak lagii" jelasnya. Mingyu hanya mengangguk anggukan kepalanya saja, mendengarkan celotehan Jeano.

"Ayah!"

nah, suara Jaehyun akhirnya terdengar, pasti Jaehyun benar benar membutuhkan gas.

"oit, apa sayang?" sahut Mingyu.

Jaehyun muncul, menghampiri Jeano yang sudah bersama Mingyu, melihat kearah Ayah dan Anak itu dengan tatapan sebal, Mingyu tersenyum simpul, melihat si gembul yang sepertinya sedang badmood.

"aku tuh lagi masak, cuma- ish gas nya habis!" gerutu Jaehyun.

Mingyu menahan tawa geli "beli ya, mau di beli sekarang gasnya?" Jaehyun berdecak "iya lah! terus mau beli kapan. orang masakannya belum selesai" ketusnya.

"Iya iya, ini otw" Mingyu berdiri dengan Jeano yang bergelantungan seperti koala di tubuh Ayahnya, Jeano terkikik melihat sang bunda jadi lebih pendek jika ia berada di gendongan sang Ayah.

"cepet, masakanku!"

Mingyu menghela nafas, ketika Jaehyun sudah benar benar kesal "siap! pangeran"

"Ayo dedek, kita beli gas! meluncur~" lalu Mingyu berlari kecil dengan Jeano di gendongannya, Ayah dua anak itu keluar dari rumah untuk membeli gas.

stok gas di rumah sepertinya tidak ada. makanya Jaehyun terus mendumal dan mengkhawatirkan masakannya.

sementara di luar rumah terdengar tawa renyah antara ayah dan anak itu.

[Familiá]

"Yah, masa dedek doang yang dapet duit. Aa juga mau"

Jeno datang datang, tiba tiba memalak Ayahnya yang sedang asik menyeruput teh hangat.

"kamu dateng dateng kayak jelangkung, salim dulu sama Ayah gitu" Jeno lalu mengambil tangan Ayahnya dan menciumnya, setelah itu remaja tersebut masih memelas minta duit.

"duit Aa kurang, temen kelas mau bakar bakaran" ujar Jeno.

"hush, gausah ikut ikut. nanti rumahnya kebakar gimana"

"Yah, cuma bakar sosis sama ayam, bukan bakar rumah" celetuk Jeno.

namun Mingyu tak langsung memberikan uang kepada si sulung, walaupun wajah Jeno sudah semelas mungkin "pulang malem?" Jeno mengangguk.

"kalo gak boleh pulang malem, Aa pulang pagi" jawabnya.

"heh, mau di buang bunda kamu" Jeno tertawa.

tangannya mengadah di depan sang Ayah, merayu rayu Mingyu agar memberikannya uang.

Mingyu mengambil uang di dalam kantung celananya, dan memberikan kepada Jeno, tetapi remaja laki laki itu bukannya mengatakan terimakasih melainkan mengerutkan dahi kebingungan.

"10 ribu?" tanyanya keheranan.

"Iya, uang kan."

Jeno berdecak "pelit, ayah pilih kasih" lalu anak itu berlari pergi, sebelum Mingyu sempat memanggil "Aa! Jeno. ini mau di tambah gak!" panggil Mingyu, pria dewasa itu menggelengkan kepalanya.

padahal Mingyu kan hanya bercanda, tapi bocah itu sudah menyimpulkan sendiri dan lebih memilih uang 10 ribu.

[Familiá]

jam menunjukkan pukul 9 malam, Jeano sudah tidur setelah menghabiskan satu botol susu, balita gendut itu langsung terpejam dengan perut gendutnya yang sudah tidak bisa di tutup dengan baju.

"Loh, Aa udah balik?"

Jaehyun melirik sang suami yang baru saja mengecek si bungsu, Ayah dua anak itu menghampiri Jaehyun dan Jeno.

"kamu apain anaknya?" tanya Jaehyun, ketika Mingyu duduk di sisi kosong sampingnya.

hah?

Mingyu mengangkat sebelah alisnya "kenapa? kok tiba tiba ngomong gitu" Jaehyun menghela nafas pelan, Jeno pulang ke rumah tiba tiba saja mengelendotinya, tidak mau lepas sama sekali.

"Ayah, jangan ikutan jahil sih."

makin bingung Mingyu di buatnya.

"jahil apanya? orang aku diem diem aja" balas Mingyu.

"tadi sore, katanya kamu cuma kasih Jeno 10 ribu padahal dia mau ada acara bakar bakar sama temennya" jelas Jaehyun.

oh.

"pundung wae, bocah. orang ayah mau nambahin duitnya, eh dia udah pundung duluan, di panggil gak nyahut."

Jeno yang memeluk tubuh bundanya, duduk dan menatap sang Ayah sengit "Ayah yang pilih kasih."

"tuhkan"

Jaehyun, memegang kepalanya pusing, gak Ayah gak anak, ampun kelakuannya.

[Familiá]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Familiá ; gyujaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang