Sudah semingguan ini Dian diantar jemput oleh Alfian. Entah apa motif cowok tersebut, hanya saja itu membuat Dian sedikit tidak nyaman. Gadis itu bisa saja mengatakannya, tapi mengingat kebaikan Alfian padanya selama satu kelompok kemarin bahkan sampai sekarang, ia jadi tak enak mengatakannya.
Kini keduanya sedang berjalan bersisian di koridor gedung B. Mereka baru saja datang dari parkiran. Hari ini keduanya ada kelas dengan matakuliah yang sama. Sekarang ada koreksian terhadap laporan yang mereka buat dari sang dosen. Bukan hanya dari kelompok mereka, melainkan kelompok lain juga.
Dian melirik Alfian yang hanya diam, agak heran mengingat lelaki di sampingnya ini yang biasanya cerewet. Demi membendung rasa penasarannya, Dian berdehem pelan.
"Kamu gugup, Fi?" tanyanya membuat Alfian menggeleng dengan wajah lesu.
"Lha, terus kenapa?" tanyanya lagi.
"Saya boleh cerita gak nanti? Ada sesuatu yang saya bingungin," jawab Alfian membuat Dian otomatis berhenti melangkah.
"Nanti aja." Alfian lebih dulu berjalan, melewati Dian yang berdiri di anak tangga pertama menuju lantai dua gedung A.
Perempuan itu mengernyit sejenak, lantas mengedikkan bahu sembari menyusul Alfian yang sudah lima anak tangga di depannya.
***
Kelas pagi tadi berjalan lancar. Kelompok Dian tidak banyak mendapat koreksian mengenai laporannya. Jadi, Dian bisa tenang sebelum menjalani hari beratnya besok pagi. Yah, masih ada matakuliah Kimia Fisika 3 di kelas Yaya. Untuk saat ini, sulit sekali membuatnya tenang. Apalagi besok itu adalah hari presentasinya.
Dian menoleh saat melihat sosok tak asing mendekat padanya. Dian langsung berdiri menyambutnya.
"Di, apa kabar?"
"Aduh, Ren, gak usah nanya gitulah. Gue di sini always baik. Btw, ntu si Cendra mana?"
Rendi menyengir, lantas duduk di samping Dian. Laki-laki itu menyapu pandangan ke sekitarnya, yang mana keseluruhan area berwarna hijau menyejukkan.
"Gue kalo tau FKIP sebagus ini, gue ambil sks di PKN atau apa tuh di sini," celetuk Rendi membuat Dian mendelik.
"Mana bisa njir, lo hukum sedangkan ini guru. Waras lo!" sewot Dian dibalas kekehan oleh cowok itu.
"Eh, lo belum jawab pertanyaan gue tadi. Cendra gak ikut balik?"
"Dia mah balik besok, tu anak sempat-sempatnya ikut resepsi sepupunya. Padahal udah gue suruh mending langsung balik, tapi biasalah anaknya ngeyel," jawab Rendi sambil menggeleng-geleng.
Dian hanya mengangguk, tak bereaksi lebih. Namun, sebenarnya ada yang ingin ia tanyakan pada sahabat pacarnya ini. Tentang mengapa sang pacar tidak pernah menghubunginya selama semingguan ini. Pesan Dian pun tak ada yang dibalas, padahal centang dua. Parahnya lagi, kemarin Dian melihat story instagram sang pacar bersama teman-teman kampusnya. Seperti sedang party merayakan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary's Dian in Mataram✔ [TERBIT]
Teen Fiction[Campus Life 1.1] Kisah singkat tentang cewek bernama lengkap Dian Fanila Udya menjalani hari-harinya di kota orang. Tepatnya di Kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Cerita yang membekas dalam memori Dian sebagai mahasiswa pertukaran antar pr...