Setelah acara berbaikan di depan SMP Negeri 14 Mataram itu, kini Dian sudah mulai berkuliah lagi. Walau banyak tugas, tapi gadis itu melakukannya dengan senang hati. Tak ada kalimat misuh-misuh seperti hari-hari biasanya.
Gadis berambut panjang dengan jepitan cherry itu melangkah masuk ke dalam kelas. Dian ada matakuliah pengembangan dan evaluasi pendidikan kimia di kelas C. Ia sengaja mengambil jadwal yang sesuai dengan waktu luangnya, dan memilih sabtu-senin sebagai hari liburnya. Sungguh cerdas 'kan?
Dian segera melipir ke kursi paling belakang. Ia tidak ingin terlihat mencolok karena menjadi satu-satunya mahasiswa pertukaran di kelas ini. Berbeda dengan kelas Yaya yang terdapat 4 mahasiswa pertukaran yang berasal dari Jambi. Dian menghela napas, ia tak ingin memikirkannya lebih jauh. Yang penting sekarang ia harus kuliah 4 bulan lagi, dan bisa kembali cepat ke Jakarta.
Dian menoleh saat beberapa mahasiswa dengan jilbab panjang mendekat ke arahnya, lebih tepatnya duduk di bangku kosong di samping Dian. Bersamaan dengan itu pula, seorang pria berkumis tipis dan kepala yang glowing memasuki kelas. Membuat semuanya duduk rapi.
"Baik, sebelum kita mulai, terlebih dahulu kalian absen di SIA. Sudah saya buka," suruh dosen di depan dengan laptop terbuka.
Semuanya menunduk pada hape masing-masing. Mengisi daftar kehadiran pada laman website kampus yang disingkat SIA (Sistem Informasi Akademik). Dian pun melakukan hal yang sama, gadis itu dulu sempat tidak bisa absen karena datanya belum terdaftar. Untungnya setelah berdiskusi dengan dosen pembimbing kampus asal, jadi sudah bisa diakses.
"Kemarin kelas C yang belum mengisi forum diskusi sudah saya sebutkan. Apakah sudah dilengkapi?" tanya sang dosen yang menatap layar laptop dengan serius.
"Ada yang sudah, ada yang belum mungkin, Pak!" jawab ketua kelas C yang duduk paling depan.
Dian melihat ke arah lelaki itu, entah baru sadar atau bagaimana, Dian jadi membandingkan kelas A, B, dan C. Bukan membandingkan yang buruk, hanya membandingkan gender ketua kelasnya. Dian tau kelas B dan C memiliki ketua kelas cowok yang sama-sama aktif dalam organisasi, sedangkan kelas A memiliki ketua kelas cewek yang ... yah sangat malas berurusan dengan organisasi. Namun, dari ketiganya, Dian bisa simpulkan bahwa ketiganya tetap memiliki banyak teman baik di dalam fakultas maupun di luar fakultas. Makanya Dian agak sedikit heran dengan Yaya yang tidak aktif, tetapi memiliki banyak relasi. Temannya satu itu memang patut diacungi jempol.
"Dian."
Dian mengerjap pelan saat namanya disebut. Ia menoleh ke samping, bertanya dengan tatapan kepada teman kelasnya itu.
"Yang belum isi forum diskusi di daring," jawabnya setelah menangkap raut bingung Dian.
"Dian, kenapa belum mengisi forum diskusi dengan lengkap? Kamu memberi pertanyaan saja, belum ada memberi tanggapan," ucap dosen di depan membuat Dian buru-buru membuka laman website daring kampusnya.
"Saya-"
"Jangan bilang lupa, saya kan sudah tugaskan saat jam kuliah saya minggu lalu. Kalian mengisi forum diskusi hari itu juga, jangan ditunda-tunda. Kalo sudah ditunda ya pasti begini, alasannya lupa. Sudah saya ingatkan di pertemuan pertama kita, di RPS pun sudah saya cantumkan. Apa kalian tidak membacanya saat saya bagikan?"
Semuanya diam, tak ada yang berniat menjawab. Entah itu takut salah atau memang tidak minat. Lain hal dengan Dian yang sebenarnya ingin protes. Ia baru masuk dua pertemuan, yaitu pertemuan kedua dan ketiga. Sementara pertemuan pertama, ia belum memilih kelas dan matakuliah di SIA.
Dian tersenyum tipis sembari menelan kembali kalimat protesannya. Bukan karena ia sabar, tapi lebih karena menjaga sopan santunnya di tempat orang. Ia hanya tidak ingin karena protesnya sampai mempengaruhi nilainya di sini.
Cukup lama dosen berkumis itu mengoceh tentang kekurangan isi forum diskusi, akhirnya pria itu kembali memberi tugas kelompok. Semua teman kelasnya terlihat biasa saja saat mendengar hal itu, berbeda dengan Dian yang menampilkan wajah melas.
'Kenapa harus kelompok lagi anjir!' umpatnya dalam hati.
Usai pembagian kelompok tersebut, si dosen mengakhiri kelas pagi itu. Begitu pria itu beranjak pergi, semua penghuni kelas langsung melipir mencari kelompok yang tadi disebutkan. Sedangkan Dian hanya bisa tersenyum nelangsa karena tidak terlalu mengenal teman kelas C-nya ini.
"Dian, 'kan?" tanya seorang cewek dengan rambut dicepol asal. Dian mengangguk sebagai respon.
"Kita satu kelompok. Kenalin saya Mira, terus itu Kinan, dan Salwa." Cewek itu menunjuk diri, dan teman-temannya yang berderet di samping dia.
"Salam kenal," ucap Dian sambil tersenyum.
"Boleh minta nomernya? Biar nanti kita buat grup," kata Mira membuat Dian mengangguk, lantas memberikan nomer teleponnya pada cewek itu.
Setelahnya, Mira dkk pamit dari hadapan Dian. Meninggalkan cewek berwajah bule itu mulai mengemasi bukunya ke dalam totebag-nya.
Ia lantas melangkah keluar dengan tujuan mencari Yaya untuk menemaninya ke suatu tempat. Gadis itu merogoh hapenya, menghubungi seseorang di seberang sana.
"Ya, udah di mana?" tanya Dian sambil terus menuruni anak tangga di gedung C.
"Aku ke sana, Ya." Setelah mengatakan itu, Dian memutuskan sambungan. Beralih mempercepat langkah untuk segera melewati koridor gedung C menuju D. Sampai akhirnya tiba di kantin dengan plang besar bertuliskan 'Kantin Millenial'.
Dian melihat ke arah meja di ujung, di sana sudah ada Yaya yang melambai ke arahnya. Gadis itu tersenyum seraya mendekat ke tempat teman-temannya itu.
"Gimana, Di?" tanya Yaya setelah Dian duduk di sampingnya.
"Apanya?"
"Jadi ke bandara nanti sore?" tanya Yaya diangguki Dian.
"Saya kira cowokmu yang waktu itu jemput kamu," celetuk Jaya membuat Dian terkikik.
"Bukanlah. Pacarku gak ikut pertukaran, dia ada tugas khusus di kampus. Maklumlah anak teknik yang super sibuk," sahut Dian masih dengan kekehannya.
"Wih, keren! Anak teknik tu saingannya banyak, Di!" seru Yaya bergabung dalam percakapan.
"Gak gitu juga, Ya. Anak pendidikan aja banyak yang incer kok, contohnya kamu," kata Lalu ikut-ikutan.
Yaya memutar bola matanya, malas. Mungkin sudah bosan mendengar kalimat itu keluar dari mulut seorang manusia keturunan ningratnya Lombok itu.
"Btw, nanti sekitar jam 4 anterin ya, Ya. Soalnya Cendra sama Rendi gak bisa, mereka ada urusan sama dosen." Yaya mengangguk antusias. Kapan lagi kan bisa ke bandara selain mengantar orang yang akan bepergian jauh?
"Saya ikut!"
Yaya mengernyit menatap dua teman cowoknya itu yang berseru kompak. "Mau ngapain?"
"Yaaa ikut jemput pacar Dian lah!" jawab Lalu terkesan ngegas.
"Supaya kamu gak jadi nyamuk nanti, Ya." Jaya menjawab lain.
"Boleh deh, main rame makin seru! Nanti bisa langsung aku kenalin ke Fero," ujar Dian dengan sangat antusias. Yaya tertawa saja sebagai apresiasi ikut senang karena temannya itu sudah tidak galau.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary's Dian in Mataram✔ [TERBIT]
Teen Fiction[Campus Life 1.1] Kisah singkat tentang cewek bernama lengkap Dian Fanila Udya menjalani hari-harinya di kota orang. Tepatnya di Kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Cerita yang membekas dalam memori Dian sebagai mahasiswa pertukaran antar pr...