[Fitriyana_Ilmi :: Detik Terakhir]

206 19 0
                                    

Song: Detik Terakhir by Lyla
.........................................................

Menangislah!! Jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Tapi kuharap setelah tangis itu reda, jangan ada air mata yang menetes karena pria brengsek ini.

Aku tahu aku brengsek. Aku tahu aku hanya menjadi beban untukmu. Aku pun tahu jika aku hanya bisa membuatmu meneteskan air mata. Karena aku berharap dengan sikapku yang seperti itu bisa membuatmu membenciku, bisa membuatmu membuangku dari hidupmu, bisa membuatmu lari dariku. Walaupun nantinya aku yang akan tersakiti.

Tapi aku salah. Kamu lebih kuat, kamu lebih tegar dari apa yang aku kira. Aku ingin kamu menjauh dari aku yang tidak bisa membuatmu tertawa. Aku ingin kamu melupakanku. Kamu terlalu keras kepala hingga tetap membiarkan perasaanmu tersakiti karena pria brengsek sepertiku.

Terimakasih atas semua waktu yang telah kamu berikan untukku. Terimakasih untuk semua kasih sayang, semua perhatian, semua ketulusan yang justru terbalas oleh keangkuhanku.

Sekarang, maukah kamu berjanji satu hal kepadaku? Berjanjilah untuk berbahagia, walaupun tanpa aku di sisimu.

Aku tau kamu gadis kuat. Kamu pasti akan segera mendapatkan penggantiku, pengganti yang bisa membuatmu tersenyum setiap detiknya. Bukan seseorang yang menyebabkanmu meneteskan air matanya.

Terakhir, aku ingin kamu tahu bahwa aku sayang padamu. Aku menyayangi semua yang ada padamu, semua yang telah kamu lakukan untukku. Iya, aku terlambat mengucapkannya, karena nyatanya kita berada di dunia yang berlainan. Tapi aku hanya ingin kamu mengetahui bagaimana perasaanku yang sebenarnya.

Berbahagialah!!!

***

"Mau sampai kapan sih kamu sok peduli kepadaku?" tanya seorang pria dengan wajah kesalnya. Dia menatap sebal kepada gadis yang selalu mengikutinya akhir-akhir ini.

"Seperti kamu peduli saja dengan keberadaanku!" Gadis itu tidak menghiraukan ucapan sarkastik dari si pria dan memilih untuk berpura-pura menata meja di samping tempat tidur si pria.

"Aku lelah kita selalu seperti ini. Sekarang kamu berbeda, kamu bukan kamu yang dulu!" Gadis itu membatin. Helaan nafas lelah keluar dari bibirnya, seolah dia tengah menahan beban berat di bahunya.

Mereka sekarang berada di rumah sakit, tempat si pria dirawat karena penyakit kanker hati yang dideritanya. Semenjak masuk rumah sakit, sifat si pria perlahan-lahan mulai berubah menjadi semakin dingin dan tidak perdulian.

Si gadis memilih duduk di samping tempat tidur si pria lanta menatap pria itu sendu. "Kamu berbeda Bi, kamu bukan Bian yang aku kenal dulu," ujar gadis itu sembari mendongakkan kepalanya, berusaha menahan air mata yang hendak menetes.

"Aku capek kita terus seperti ini, seolah-olah kita tidak saling kenal. Aku kangen kita yang dulu Bi, kita yang selalu bersama, tertawa, menangis, bercanda, semuanya bersama."

Si pria yang dipanggil Bian itu menatap sang gadis sendu. Dia tahu jika sikapnya akhir-akhir ini berubah, tapi di baliknya dia menyimpan alasan yang kuat. Dia tidak mau gadis ini menangis, terpuruk, pun hal lainnya ketika dia pergi.

"Aku ..., bukan maksudku untuk berubah seperti itu, aku hanya takut," jawab Bian dengan suara lirih.

"Apasih yang kamu takutkan? Kamu takut aku sedih kalau sewaktu-waktu kamu pergi ninggalin aku, huh? Kamu bodoh Bi, karena nyatanya, selamanya Dila akan selalu ada untuk Bian!" ucap gadis itu tidak terima.

"Maaf! Maaf aku sudah bersikap terlalu kekanak-kanakkan!"

"Kamu tahu? Justru kamu bakalan buat aku sedih kalau kamu bener-bener pergi dengan keadaan kamu yang gak mau ngomong sama aku." Dila menatap Bian dalam, menamatkan seluruh lekuk wajah Bian.

"Maaf Di, aku salah!" ucap Bian lagi. "Boleh aku memintamu untuk memelukku?" tanya Bian lemah sembari memaksakan seulas senyum untuk Dila.

Segera Dila memeluk Bian, memeluk pria itu erat, seolah takut ketika dia melepaskannya Bian akan hilang dari pandangannya.

"Bilang kalau kamu sayang sama aku dan bisakah kamu menhanyikan satu lagu untukku?" Bian kembali berucap. Kali ini suaranya terdengar lebih lemah dari sebelumnya membuat Dila merasakan jika ini saatnya.

Dila mengeratkan pelukannya kepada Bian, menghirup aroma pria itu dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Bian. "Aku sayang sama kamu!" ucapnya sembari menahan air mata yang berdesakkan ingin menerobos pertahanannya.

"Usap air matamu,
Dekap erat tubuhku,
Tatap aku, sepuas hatimu...."

Tiiitttt!!!

Suara melengking dari elektrokardiogram berhasil membuat pertahanan Dila runtuh seketika. Sahabat, keluarga, sekaligus cintanya telah terenggut pada hari itu. Seseorang yang selama ini begitu mengerti dirinya telah pergi meninggalkan dirinya. Dila semakin mengeratkan pelukannya kepada Bian, ingin menyimpan perasaan ini seumur hidupnya. Karena saat inilah saat terakhir dirinya bisa memeluk Bian, bisa merasakan kenyamanan dari pria ini.

"Semoga kamu bahagia di sana, Bian. Aku sayang kamu!" lirih Dila sembari perlahan mulai melepaskan pelukannua dari tubuh Bian.

***

Nikmati detik demi detik
yang mungkin kita tak bisa rasakan lagi
Hirup aroma tubuhku
yang mungkin tak bisa lagi tenangkan gundahmu
Gundahmu...

Nyanyikan lagu indah
Sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali
Nyanyikan lagu indah
Tuk melepasku pergi dan tak kembali

SongFict: Pilu Senada LaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang