Prolog

70.2K 3.9K 152
                                    

When you are getting married to your crush ... something is about to happen, a blessing or crash?

"Cowok impian kamu memangnya gimana, Ziya?"

Nazira menghentikan suapannya dari nasi goreng-paling enak sedunia buatan Ibu. Matanya menatap Ibu lamat-lamat. Pemilik mata paling indah di keluarganya adalah milik kakaknya, Jelita Miwa. Tapi Ibu sering mengatakan saat lahir mata mereka berdua sama cantiknya. Karena itulah ia diberi nama Nazira Valerie. Makna Jelita dan Nazira sama-sama cantik dan indah.

Tumben sekali Ibu bertanya tentang cowok idamannya?

"Kenapa Bu?"

Ibu tersenyum. "Kak Miwa udah menikah, masa Ziya nanti tinggal sama Miwa dan Arsya?"

"Memangnya Ziya enggak boleh tinggal sama Kakak lagi?" Panggilan akrab Nazira memang Ziya. Kata Ibu karena dulu Nazira enggak bisa lancar baca huruf R, jadi alih-alih memanggil diri sendiri Zira malah meleset jadi Ziya.

"Bukannya nggak boleh tapi pasti kamu mau tinggal sendiri kan?"

"Ziya kan udah gede Bu. Bisa jaga diri. Nyetir delapan jam aja bisa. Masa Kak Miwa nikah, Ziya juga harus nikah?"

Ibu melanjutkan makan, "Begini ... Ibu jadi kepikiran. Dulu kayaknya pacar kamu sering datang ke rumah. Sejak kerja udah enggak pernah cerita tentang pacar lagi?"

"Namanya juga jomlo."

"Ibu jodohin mau?"

Nazira melotot. Apaan sih? Zaman sekarang masih ada jodoh-jodohan? Ya walaupun dia yakin pilihan Ibu bukan cowok kaleng-kaleng juga. Masa Nazira menemukan pasangan lewat perjodohan? Kakaknya saja pacaran sepuluh tahun!

Melihat raut wajahnya yang udah protes, Ibu melanjutkan. "Kenalan dulu. Yaa kalau cocok .... bisa lanjut syukur, kalau enggak ... Ziya bisa cari pilihan Ziya sendiri." Ibu malah membela diri.

Ayah yang baru pulang dari kantor langsung menimbrung percakapan itu. "Siapa Bu?"

Ibu tersenyum. "Nak Rendi. Kayaknya baik ya? Ibu udah tanya Arsya, dia masih single dan Arsya juga dukung."

Hampir saja jantung Nazira jumpalitan mendengar nama itu. Ya ampun! Kenapa Ibu bisa kepikiran Rendi? Apa Ibu tahu isi hatinya? Dia memang menyukai laki-laki itu. Sering lirik-lirik juga! Tapi masa sama Rendi?

Sebagai seseorang yang ingin jadi independent woman yang digadang-gadang sosial media untuk lebih mengutamakan akal pikiran, Nazira menggeleng keras. "Bu, Kak Miwa itu keberuntungannya seribu kali lipat karena dapat suami rela berkorban kayak Kak Arsya. Masa Ibu mau aku nikah sama laki-laki yang ngobrolnya aja susaaah?" Nazira tanpa sadar mulai curhat, "Aku tuh nggak bisa ngobrol sama Kak Rendi. Susah cari topiknya."

"Itu karena kalian belum kenal aja. Rendi sama Arsya sama-sama baik kok."

"Aduh, Bu! Kak Rendi itu ibarat pelajaran matematika yang integral-nya berlapis, kalau Kak Arsya itu pelajaran seni budaya. Beda!" Nazira makin menggebu-gebu, "Terus ... Ibu tahu nggak nama kontak aku di HP-nya?"

Ibu menggeleng. Ya karena Ibu memang enggak pernah cek-cek HP Rendi.

"Nazi, Bu. NAZI!" Nazira menjawab frustrasi. "Nggak sekalian aja Adolf Hitler!"

"Typo mungkin, Dek."

"Typo tuh satu huruf."

***

"Udah satu tahun lho Ren, sejak kalian pisah. Masih belum juga?"

Rendi tergemap. Cukup kaget karena tiba-tiba saja Arsya menanyakan hal pribadi kepadanya. Masalah pribadinya sangat jarang dibicarakan keduanya karena pekerjaan dan masalah pribadi Arsya jauh lebih rumit dari kehidupan normal. Kalau hidup Rendi, ya begini-begini saja.

"Ren?" Desak Arsya karena ia memilih diam, tidak tahu harus menjawab apa.

"Ya. Belum." Jawaban yang sangat khas Rendi sekali.

Arsya menarik napas panjang. Dari ekspresinya tampak berpikir keras. "Menurut lo ... Nazira gimana?"

Rendi terbayang wajah perempuan yang kini menjadi adik ipar Arsya itu. Sebagai bawahan Arsya yang setia, tidak mungkin Rendi berbicara macam-macam. "Baik," Rendi buru-buru meralat melihat Arsya sudah menukikkan sebelah alisnya. "Cantik dan lucu."

Dia memohon dalam hati ... tolong jangan Arsya yang meminta.

Tapi semesta tentu tidak sedang berpihak padanya karena senyum Arsya telah mengembang dengan sempurna. "Lucu juga ya, Ren, kalau lo jadi adik ipar gue. Lo nggak mau gitu kenalan dulu sama Ziya? Siapa tahu kita bisa jadi keluarga beneran."

Rendi sudah lima tahun menjadi asisten pribadi Arsya, tidak mungkin dia tak mengerti makna tersirat ucapan itu.

"Kalau dari mata gue dan Ibu ... Ziya cocok jadi pasangan lo."

Ia mencoba tenang. Bagi Rendi, ucapan Arsya adalah perintah yang harus dia kerjakan. Sebagai laki-laki yang tahu dengan posisinya selama ini, Rendi menanggapi dengan anggukan.

Seperti biasa.

Tidak mungkin dia bisa menolak.

TBA

Nggak bisa cerita tamat, pengin langsung tes ombak cerita baru. Dua cerita yang mau aku selesaikan tahun ini temanya lite (semoga🙏)

Ada yang siap menghadang badai di kapal Ziya-Rendi?? 😉😉

Yuk bantu aku pilih, cerita mana dulu yang mau dipost🤗🤗🤗

Terima kasiihhh.

Crush | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang