Bab 30 : Distance

16.6K 2.1K 134
                                    

Halooo maaf yaa lama updatenyaaa.

Selamat membacaaa.

Bab 30 : Distance

Sepertinya hari yang ia lalui sedikit berat sehingga Nazira mencoba mengirimkan lagi pesan pada Rendi. Kadang begitu lucu, hanya dengan mengobrol bersama laki-laki itu dia merasa harinya lebih ringan. Mungkin ini yang dikatakan orang-orang bahwa memiliki teman berbagi membuat setiap langkah yang dilalui semakin ringan. Dia tersenyum. Gadis itu memberikan kabar bahwa ia udah selesai rapat redaksi dan mau on the way untuk liputan. Sejak tadi pagi, Rendi nggak membalas pesannya. Mungkin laki-laki itu lagi sibuk hingga nggak sempat buat nge-check ponsel. Nazira sebenarnya nggak mempermasalahkan hal itu namun hati kecilnya berbisik dalam kesibukan aktivitasnya—setelah beberapa jam Rendi membiarkan room chat itu tak berbalas, gadis itu inisiatif buat menghubungi Ibu.

"Halo, Ziya?" Tanya Ibu dari seberang sana. Seperti biasa, kalau telepon Ibu udah pasti cepat tanggap.

Nazira sengaja nggak meminta panggilan video, dia hanya ingin tau kabar orang-orang yang ada di rumahnya—dan pemuda yang seharusnya udah sampai di rumahnya itu. "Ibu udah mau berangkat ke sini?" Tanya Nazira basa-basi, juga sebagai alibi buat mengetahui keberadaan Rendi.

"Belum. Lagi nunggu Ayah sama Arsya dari pabrik. Mungkin satu jam lagi."

Nazira nggak mendengar ada sesuatu yang aneh pada jawaban Ibu. Ayah memang biasanya melakukan pengecekan pada segala aspek dalam bisnisnya sebelum meninggalkan dalam berminggu-minggu. Ia tentu belum sampai pada inti pembicaraan. Gadis itu tiba-tiba gugup, ia menelan ludahnya. "Kak Rendi belum datang memangnya?" ia mengatur nada suaranya begitu biasa agar Ibu nggak curiga kalau dia benar-benar ingin tahu keberadaan laki-laki itu sekarang—juga mengkhawatirkannya. Pasalnya, Rendi belum istirahat full pasca kembalinya dari business trip ke Bangkok bersama Pak Tanto.

"Udah. Tadi lagi di kamar tamu buat istirahat. Kayaknya sekarang lagi main laptop."

Mendengar jawaban yang begitu melegakan itu, Nazira menarik napas panjang. "Oh. Ya udah, Bu. Nanti kabarin Ziya kalau udah berangkat ya? Hati-hati, Ibu Sayang."

"Selamat bekerja juga Adek."

Setelah menutup panggilan itu, Nazira mengulum bibir. Dia kembali membuka room chat dengan Rendi yang bahkan nggak dibaca laki-laki itu dari pagi. Nazira bukannya mau posesif tapi mengabarkan kalau udah sampai apa salahnya? Delapan jam perjalanan itu benar-benar membuatnya khawatir. Apapun bisa terjadi di jalan, apalagi dengan kondisi kurang tidur kayak Rendi. Nazira kepikiran dari dia bangun tidur. Gimana kalau mobil Rendi bannya kempes? Mogok atau bahkan kecelakaan karena mengantuk?

Duh ... harusnya Nazira nggak perlu khawatir berlebihan.

Selagi menunggu Rama yang lagi ke Camera Station buat ambil kamera, Nazira memberanikan buat mengganggu laki-laki itu. Lama dia memandang nama Rendi pada layar ponselnya sebelum menekan tombol call.

Sekali. Sambungannya terputus. Nggak diangkat.

Mungkin lagi sibuk.

Nazira menelepon lagi, biasanya kalau Rendi udah sama Arsya atau Pak Irsya, Pak Tanto pun nggak akan mengganggu laki-laki itu. Meskipun seharusnya memang begitu, mungkin saja Rendi masih diberikan beban pekerjaan yang nggak ada habisnya dan laki-laki itu harus bekerja remote.

Panggilan kedua. Tersambung.

Laki-laki itu mengangkatnya cepat.

"Halo?" Jawab Rendi dari seberang, suaranya nggak seperti orang yang baru bangun tidur. Rendi terdengar udah segar melakukan aktivitasnya. "Kenapa, Ziya?" tanyanya langsung.

Crush | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang