Bab 6 : Kemungkinan
"Gimana? Oke, nggak?"
Nazira menggeser sedikit posisinya untuk lebih dekat dengan Mario. Dia memang memberikan project kepada pemuda itu untuk mengedit beberapa video yang dia telah dia rekam dari beberapa minggu yang lalu. Mario masuk ke CBN bersamaan dengan Nazira. Oleh karena itu mereka langsung dekat. Saat pertama kali masa training, keduanya sering curhat bareng karena mengalami masa-masa berat yang serupa.
Mario itu ibarat sahabat pertama Nazira di CBN, meski pemuda itu dua tahun lebih tua darinya dan memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak darinya. Bersama Mario, Nazira bisa menempatkan diri dengan baik. Dia nggak perlu kaget untuk masuk di dunia media karena informasi-informasi yang ia dapat dari Mario.
Sayangnya, Mario bekerja di lantai yang berbeda dengannya sehingga pertemuan mereka paling-paling dua minggu sekali kalau keduanya memiliki waktu yang match.
"Bagus!" Nazira nggak segan memuji. "Skill editing lo makin lama makin bagus, Yo. So proud of you!" Gadis itu bertepuk tangan menunjukkan rasa excited-nya.
Mario tergelak mendengar hal itu. "Boleh dong gue naikin rate card gue buat lo?" Godanya.
Nazira menarik napas, "Yah mau gimana lagi? Lo makin jago begini!" Matanya menangkap sosok para senior yang masuk ke kantin. Keduanya tersenyum sopan dengan spontan. "Tapi jangan mahal-mahal ya," lanjutnya.
"Pelit lo," dengkus Mario.
"Iyooo! Gue masih banyak project ini buat lo, nih. Boncos dong?" Nazira merengut dan kembali duduk dengan tegak. Keduanya duduk bersisian karena Mario membutuhkan beberapa tanggapan akan video-video transisi yang telah dieditnya. Meski Nazira meminta tolong, gadis itu selalu memiliki konsep yang detail untuk setiap video sehingga Mario nggak susah memikirkan ide-ide baru. Dia hanya menyempurnakan ide-ide yang dijelaskan Nazira.
Kemudian, Nazira membuka notes mini dengan sampul bunga miliknya. Buku kecil itu dia jadikan sebagai tabungan ide saat dia berada di manapun dan kapanpun. Menurutnya, ide bisa lewat bahkan hanya ketika memperhatikan orang lain lagi beraktivitas. Oleh karena itu ketika ide datang, harus di tangkap dan diingat dengan baik. Salah satu upayanya dalam menangkap ide adalah dengan menulis catatan.
Pintu kantin lagi-lagi terbuka yang membuat perhatian Nazira akan laptopnya teralihkan. Dia mengangkat wajah dan menemukan Rendi datang seorang diri ke kantin. Tumben-tumbennya. Biasanya Rendi nggak akan makan di kantin kalau nggak bersama teman. Nazira beberapa kali mendapati Rendi makan di kantin ini dan itu selalu bersama Luna. Alasan lainnya, jajaran eksekutif nggak memiliki jam makan siang seperti staf-staf di bawahnya, Rendi pasti mengikuti jam yang nggak beraturan itu.
Meski sudah mengobrol akrab sepanjang perjalanan pulang dengan pemuda itu, Nazira masih sedikit sangsi apabila menyapa Rendi di lingkungan kantor begini. Apalagi, Rendi itu termasuk salah satu orang yang tak terjangkau. Selain staf senior yang hanya beberapa kali ia dapati mengobrol dengan Rendi, nggak ada lagi yang bisa santai dengannya. Lagipula, Rendi udah membatasi diri dengannya. Beberapa kali ia menganggap tanggapan laki-laki itu kepadanya hanya karena rasa hormat bahwa posisi Nazira saat ini adalah adik ipar bos abadinya.
Ia nggak mau memaksa mereka menjadi akrab. Begini-begini, Nazira belum pernah cinta buta. Hanya karena dia menyukai seorang laki-laki bukan berarti bisa mengobrak-abrik batasan satu sama lain. Dia juga cukup tahu diri bahwa Rendi nggak akan pernah menganggapnya sebagai teman, apalagi sebagai gebetan.
Sebelum patah hati lebih parah, Nazira lebih baik mengontrol perasaan kagumnya.
Mario yang tengah sibuk mengedit video menyentuh tangan Nazira, "Coba lihat ini. Udah sesuai belum sama ekspektasi lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush | ✓
RomansaWhen you are getting married to your crush ... something is about to happen, a blessing or crash? Nazira memang menyukai Rendi. Tapi untuk menjadikannya suami, Nazira tentu harus berpikir ulang. Bagaimana mungkin dia bisa menikah dengan laki-laki ya...