Bab 44 : Akhir dari Segalanya

31.4K 2.3K 333
                                    

Bab 44 : Akhir dari Segalanya

Jemari Nazira mendingin. Sepertinya keringat mudah terproduksi hari ini meski cuaca tak begitu panas dan dia berada di ruangan ber-AC. Mudah baginya untuk mengakui bahwa dia memang gugup. Ia jauh lebih deg-degan dari dua orang yang ada di depannya.

Rendi tampak menyetir dengan tenang sedangkan Arsya sibuk mengurus pekerjaan. Kakak iparnya itu bahkan baru saja ditelepon oleh papanya untuk segera mengurus beberapa hal berkaitan dengan AI Tech.

Sepertinya hanya Nazira yang perasaannya berlebihan dengan pertemuan ini. Arsya dan Rendi tampak begitu nggak mempermasalahkan segalanya. Mungkin inilah reaksi orang-orang yang nggak bersalah.

Tapi menurut Nazira, segala tuduhan Bram memang nggak berdasar, sih. Harusnya nggak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Perlu hubungin tim pengacara?" Tanya Arsya tiba-tiba. Mereka masuk dalan satu perumahan mewah daerah Kelapa Gading. Keluarga Primus Alexandra-Keluarga Luna, tentu bukan keluarga biasa. Dia memiliki beberapa bisnis di bidang otomotif dan juga distributor barang branded. Nazira baru melakukan background checking satu jam setelah ia terbangun tadi pagi dengan keadaan nggak tenang.

"Nggak usahlah," jawab Rendi sewajarnya. Pemuda itu melirik Nazira dari spion tengah yang hanya dibalas Nazira dengan tatap polos. Dia sendiri nggak memiliki ide untuk menyemangati Rendi seperti apa.

Arsya mengangguk, memilih kembali berkutat dengan pekerjaan. Rendi membelokkan mobil pada satu rumah yang dua lantai berwarna putih. Ada beberapa mobil yang terparkir di luar. Nazira pernah terpana saat memasuki rumah Arsya, namun rumah keluarga Luna sekarang membuat kesan lain lagi. Tidak terlalu mewah memang, namun tetap menunjukkan kasta sang pemilik rumah.

Setelah memarkir mobil dengan baik, Rendi menatap Nazira dari kaca spion tengah. "Kamu beneran mau masuk?" Tanyanya ragu. Tadi malam Rendi sempat menyarankan agar Nazira nggak perlu datang. Takut bahwa gadis itu akan tertekan.

Bagaimanapun ... Arsya disampingnya sudah cukup. Seenggaknya posisi Arsya nggak akan mudah ditekan oleh siapapun.

"Yakin." Nazira mengangguk pasti.

Rendi menarik napas panjang dan mengangguk. Nggak ada kecemasan yang berarti. Bahkan nggak ada keraguan yang terlihat. Laki-laki itu hanya memberikan tatapan yang tangguh, seolah dia nggak bisa diinjak-injak siapapun lagi saat ini.

Arsya menatapnya lama sebelum keduanya turun dari mobil.

Nazira terus memperhatikan ekspresi Rendi. Laki-laki itu sempat tertegun menatap rumah mewah di depannya sebelum melangkah pasti. Ia masuk melalui pintu besar yang setengah terbuka. Nazira bisa menebak di dalam sana mungkin telah berkumpul banyak orang. Menunggu sang pemeran utama, yaitu Rendi saat ini.

Ada pilu yang dia rasakan saat melihat Rendi sempat berhenti sebentar diambang pintu masuk. Dia seolah berpikir dalam-dalam akan keputusannya dalam melangkah pada rumah yang tujuh tahun menolaknya mentah-mentah. Tidak diberikan satu kesempatan pun pada Rendi untuk masuk ke dalam rumah itu. Dia tetap menjadi tamu hingga akhir perjuangannya.

Maka dari itu, Nazira maju hanya untuk sekadar menautkan jemari mereka. Ia nggak tau juga kenapa dia melakukan itu. Pikirannya hanya tertuju pada Rendi-dan selalu Rendi. Apapun caranya agar pemuda itu-dan dirinya lebih tenang.

Atau ... seenggaknya Nazira sedang membuat Rendi sadar bahwa dia ada di sampingnya saat ini.

Rendi mengeratkan genggaman. Keduanya jalan bersisian sedang Arsya lebih dulu berjalan menuju ruang tengah, tempat di mana ART memberi tahu mereka keberadaan orang-orang.

Tautan tangan keduanya terlepas saat mereka masuk ke ruang tengah. Nazira berdiri di belakang Rendi, matanya menyisir ruangan. Ia sempat bertemu pandang dengan Bram yang menatap mereka aneh. Entahlah. Laki-laki itu masih arogan seperti biasa.

Crush | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang