Bab 21 : Desire to Commit

17.1K 2.4K 138
                                    

Bab 21 :  Desire to Commit

Nazira mengatup bibirnya. Pandangannya kembali terarah pada Rendi yang membisu mengawasi sebelum akhirnya membuka jaket jeans hitam yang dipakainya, digantung pada lemari tanpa pintu di kamar hotelnya. Satu hal yang ia sesali adalah mau-mau saja saat Rendi nggak melepaskan genggaman tangannya saat mereka pulang dari Phoenix. Laki-laki itu memang membisu sepanjang perjalanan pulang atau sesekali menatapnya nanar. Hal itu membuat Nazira sedikit merasakan takut, entah karena apa.

Padahal benar, kan? Dia dan Rendi nggak sedekat Rendi dan Luna.

Ia membenarkan posisinya. Gadis itu duduk di tepi tempat tidur sedangkan pandangannya menunduk. Dua tangannya ditautkan di atas paha. Persis seperti bocah yang siap dimarahi oleh orang tuanya.

Rendi menyambar satu botol air mineral, diminumnya cepat. Matanya masih fokus kepada Nazira. Pemuda itu semakin mendekatinya, berdiri dengan punggung menyandar pada dinding di sebelah TV.

"Kamu mau minum?" Tanya Rendi pada akhirnya, nada suaranya cukup dingin.

Nazira mengangkat wajah. Menantang mata itu. "Aku ngantuk."

"Kenapa ngomong begitu sih?" Rendi nggak bisa lagi menahan diri.

"Ngomong apa?"

Rendi menggeleng. "Semuanya. Tingkah kamu aneh seharian ini."

Nazira sebenarnya udah nggak punya energi untuk berdebat. "Nggak ada yang aneh. Kalau menurut Kak Rendi itu aneh ... ya nggak tau juga ya? Aku, kan nggak bisa mengontrol perasaan orang lain."

"Kamu sengaja ya memperlihatkan di depan Luna?"

Mata Nazira membelalak. Egonya kembali tersentil. "Aku baru tau aku nggak boleh melakukannya," ujar Nazira terang-terangan.

Rendi memejamkan matanya beberapa saat sebelum membukanya kembali dengan tatap yang lebih tenang. Dia agak terpancing dengan sindiran-sindiran Nazira yang memborbardir dalam satu waktu ini serta ... dia hampir saja lupa gadis di depannya jauh lebih muda darinya. "Masalahnya kamu berbeda sikap saat did epan orang lain, Ziya."

Nazira mengangkat alisnya. "Aku memang mau menunjukkannya di depan Kak Luna."

"Kenapa? Saya dan Luna nggak ada hubungan apa-apa."

Nazira tiba-tiba tertawa seolah apa yang dikatakan Rendi benar-benar lucu baginya. Mungkin dia mulai kehabisan akal sehat di waktu dia memutuskan menjalin hubungan dengan Rendi. "Dari apa yang aku lihat, Kak Rendi sama Kak Luna masih ada hubungan tuh."

Rendi makin dalam enatapnya. "Berapa kali saya harus menjelaskannya sama kamu?"

"Dan berapa kali juga Kak Rendi membuktikan ucapan itu salah?" Tanggap Nazira tanpa berpikir. "Kak, aku lagi capek dan aku bisa jadi emosian. Aku butuh istirahat." Nazira menarik napas panjang. "Apa yang Kak Rendi ributin sama Kak Luna tadi?"

"Saya cuma bahas rencana ke Phoenix."

Nazira kembali tertawa. "Teruslah bikin aku nggak percaya, Kak. Kalau Kak Rendi berpikir aku nggak sedang menilai keseriusan dalam hubungan ini ... kamu salah besar, Kak." Nazira berdiri. "Dan mau tau hasilnya? Kak Rendi nggak serius dalam komitmen yang udah kita sepakati."

Rendi menahan tangan Nazira yang akan beranjak. "Jangan begini. Kita harus ngobrol, Ziya."

"Percuma kita ngobrol kalau kita berdua nggak saling mengerti. Ini cuma bikin capek aja." Nazira berusaha rasional, meski belum bisa. "Aku nggak masalah Kak Rendi belum menyukai aku, atau memaksakan diri buat menyukai aku tapi aku benar-benar berharap aku nggak melihat dengan mata kepalaku sendiri Kak Rendi menyayangi perempuan lain." Ini merusak egonya, harga dirinya. Nazira bahkan mulai merasa nggak berharga.

Crush | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang