Bab 26 : Nggak Perlu Buru-buru

17K 2.3K 214
                                    

Halooo... absen dulu siapa yang nungguinnn?

Bab 26 : Nggak Perlu Buru-buru

"RENDIIIIIIII!"

Nazira baru saja nge-lag dengan apa yang terjadi. Dia masih tremor karena degup jantungnya udah melebihi kapasitas. Untung aja dia nggak mati jantungan. Wajahnya pucat pasi. Segala drama backstreet ini udah menemui akhirnya.

Miwa baru aja mendapati Rendi di kamarnya—karena laki-laki itu ingin menjaganya setelah jam pulang kantor, dalam keadaan yang begitu dekat dan langsung membuat kakaknya murka. Sumpah demi apapun mereka nggak macam-macam selain ... yah namanya juga love birds? Kiss-kiss sedikit juga nggak apa-apa, dong?

Emangnya udah ada love di antara mereka?

Nazira menggeleng cepat. Lebih baik dia menyelamatkan Rendi yang sekarang siap jadi sasak emosi kakaknya. Begitu-begitu—walau wajahnya nggak meyakinkan, Miwa dulu sabuk hitam saat SMA.

Dia segera menyibak selimut dari badannya dan turut ke luar dari kamar, menyusul kakaknya dan Rendi yang udah keluar lebih dahulu. Pelipisnya yang bengkak dan kelopak matanya turun menghalangi pandang nggak menyulutkan niatnya untuk menyusul dua orang itu.

Nazira nyaris menganga. Ditatapnya Rendi yang tengah mengusap telinganya yang sangat memerah—ya karena kakaknya menjewer habis telinga pemuda itu hingga Rendi nggak bisa lagi menyembunyikan perasaan kesal.

Arsya pernah menyelutuk ringan di depan keluarganya bahwa kakaknya memiliki kemampuan membuat orang lain kesal. Arsya benar, hanya Miwa yang dapat menguji kesabaran Rendi.

Dari sisi lain, meski terlihat begitu ingin membalas perlakuan kakaknya, Rendi tetap beranjak ke dapur untuk mengambilkan minum pada Miwa karena kakaknya juga terlihat gemetaran.

Nazira segera menghampiri keduanya yang sekarang duduk berhadapan di meja makan, bertatapan sengit. Gadis itu memilih duduk di samping Rendi dan memperhatikan telinga pemuda itu yang mengenaskan.

"Anjrit ya lo, Miw! Pedes nih!" Rendi mengusap pelan telinganya. Ekspresinya nggak menampilkan wajah malu setelah ke-gap di kamar adik perempuan Miwa.

Nazira beranjak ke dapur. Ia mengambil beberapa batu es dan kain kompres, memberikannya pada Rendi.

Kakaknya nggak terlihat sama sekali lagi merasa bersalah. Malahan Miwa menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. "Lo nggak lihat dia lagi sakit? Bisa-bisanya lo mesumin!"

Nazira menatap Rendi dengan perasaan bersalah.

"Nggak begitu ya! Gue nggak ngapa-ngapain sama Ziya," Rendi tampak nggak terima sama sekali tapi mencoba sebisa mungkin menekan kekesalannya. "Lagian lo sama Arsya juga biasanya kissing di mobil, pernah gue protes?"

"Ya ngapain lo lihat!"

"Ya tadi ngapain juga lo lihat!"

Nazira terpana, kakaknya memang rese dan pemuda ini membalasnya lebih rese. Berarti selama ini Rendi masih memiliki batas kesabaran kepadanya.

"Lo pikir karena lo udah bilang ke Arsya mau deketin adek gue, lo bisa seenaknya keluar masuk sini?" Miwa menatap tajam ke arahnya.

Rendi berdercak keras sambil mengompres telinganya. "Gue nggak ngapa-ngapain sama adek lo! Lo lebih parah dulu Miw, Arsya habis kejang jantung lo ajak–"

"Ajak apa?!" Selak Miwa melotot.

Nazira segera meraih tangan Rendi di bawah meja dan mengusapnya, mencoba menghentikan perdebatan itu. Dia tahu betul kakaknya kalau lagi ingin marah-marah ... ya akan marah-marah sepanjang waktu. Kakaknya memang memiliki kesabaran yang luar biasa tapi juga memiliki sisi ngomel dan marah yang luar biasa juga.

Crush | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang