[13] Game

4.2K 740 130
                                    

Ceritanya, Jordan tuh balik ngegame sampai lupa waktu. Padahal cowok itu bukan lagi gabut atau punya banyak waktu luang. Dari pagi sampai sore kerja, lanjut ngerjain kerjaan freelance, baru istirahat sekitar jam delapan atau sembilan malam.

Jena yang khawatir jelas gak suka ngelihat Jordan malah memilih ngegame setelah sibuk kerja alih-alih istirahat. Mana sampai pagi pula. Sayangnya, tiap cewek itu ngasih tahu, Jordan cuman iya-iya aja, tapi besoknya diulangin. Begitu terus sampai tiga hari berturut-turut.

Karena capek ngasih tahu, Jena berakhir ngambek dan mogok ngomong. Bukan tanpa alasan, sih. Tapi dia ngerasa gak dihargain aja. Masa dia ngomong panjang lebar, ngasih nasehat, tapi dianggep angin lalu sama cowoknya sendiri?

Sore ini, Jordan mutusin buat jemput Jena di kampusnya sekalian dia balik dari kantor. Dia udah ngasih tahu pacarnya buat nunggu di tempat biasa. Walaupun chatnya cuman di read, tapi Jordan tahu Jena nurut. Yang dia gak tahu, ternyata disana ada Tita juga.

"Kok disini, Ta?"

"Habis ada urusan sama orang administrasi," jawabnya. "Lo mau nganter pulang Jena, kan? Nebeng, ya. Gue juga mau ke apartemennya Gellar, kok."

Jordan mengangguk sebagai jawaban. Laki-laki itu kembali masuk ke dalam mobil namun dikejutkan dengan Jena yang memilih duduk di belakang.

Lewat spion tengah, Jordan mengangkat alis menatap Jena. Yang ditatap malah langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Pindah ke depan, Jen." suruhnya.

"Aku disini aja nemenin kak Tita."

Tita yang namanya dibawa-bawa udah mau mangap protes. Tapi sadar kalau ternyata ada yang gak beres di antara Jordan dan Jena, dia memilih bungkam.

"Pindah ke depan," Jordan mengulang dengan suara datar. "Tita gak bakal ilang walaupun gak ditemenin."

Tita udah pernah cerita belum, sih, Jordan versi serius, tuh, mukanya serem banget? Diem tapi matanya mengintimidasi. Jena harusnya udah tahu hal itu. Tapi gadis kecil itu kayak gak ada takut-takutnya nantangin. Yang ada, Tita yang jadi ketar-ketir. Harusnya tadi dia naik taksi aja daripada nebeng Jordan.

"Di depan aja, sih, Jen," Tita berpendapat cari aman. "Daripada diamuk."

Jena mendengus tapi akhirnya menurut. Dengan ogah-ogahan, dia membuka pintu mobil dan pindah duduk di samping kemudi. Jordan baru menghidupkan mesin mobil setelahnya.

Perjalanan kali ini bener-bener sunyi senyap. Jena males ngomong, sementara Jordan anti debat di depan orang lain, sedangkan Tita berasa kayak anak kecil yang takut orang tuanya ribut besar karena hawanya udah gak enak banget.

Karena penasaran sama apa yang terjadi, Tita memilih ngechat Jena aja.

Tita
kamu lagi marahan sama jordan?|

Jena menunduk melihat ponselnya saat merasakan benda itu bergetar. Dengan cepat dia membuka notifikasi dan segera membalas.

Jena
|hehe iya kak

Tita
|kok bisa, sih?

Jena
|orangnya nyebelin
|biarin aja

Tita melirik Jena dari belakang sambil mikirin balasan apa yang harus dia berikan. Cewek itu baru hendak mengetik lagi di layar ponselnya ketika kemudian deheman Jordan terdengar.

"Kalau mau ngobrol tinggal ngobrol. Gak usah lewat chat."

Dua perempuan itu langsung kaget dan mengangkat kepala dari ponsel. Gak nyangka kalau Jordan bakal sadar.

eight letters.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang