[22] Undangan

3.6K 479 75
                                    

Jordan mengumpat, kepalanya menggeleng keras. Bagaimana sekarang laki-laki itu bisa waras setiap kali melihat jemari mungil kekasihnya sementara pikirannya selalu jadi liar setiap ingat?

Dia meneguk air putih satu kali lagi. Ditatapnya Jena yang dari tadi lebih banyak diam, entah salah tingkah atau gadis itu menyesal.

Sudah satu jam berlalu tapi Jordan masih terngiang-ngiang tentang apa yang barusan terjadi. Dia menghela nafas berat.

"Kamu..." Jordan berdeham. Ditariknya tangan Jena untuk digenggam.

Ya Tuhan, tangan kecil ini...

"Jangan gitu lagi." kata Jordan melanjutkan.

Alah, munafik! Batinnya mencemooh diri sendiri. Kenapa baru sekarang bilang jangan?

Jena menyamankan duduk setelah menyerongkan tubuh dengan membawa satu gelas air.  "Katanya tadi aku pinter?"

Jordan sakit kepala. Dia memijat pangkal hidungnya yang terasa berdenyut.

"Ya karena itu juga aku bilang, jangan gitu lagi."

"..."

"Aku gak mau kita jadi kemana-mana kalau berduaan."

Jena mengangkat alis.

"Takut nanti keterusan."

"Kakak, aku enggak papa." katanya meyakinkan.

Lagian Jena heran, kenapa sih ada cowok kayak Jordan? Dikasih kesempatan bagus malah nolak. Bukan berarti Jena juga siap diapa-apain, tapi cowok kayak Jordan, tuh, satu banding seribu, kan?

Setengahnya Jena bangga punya cowok gak mesum, setengahnya lagi dia heran betulan. Emang normal cowok kayak gini?

"Kak, aku juga mau ngomong sesuatu."

"Apa?"

Jena menelan kukisnya sebelum kembali berujar. "Aku enggak suka denger kakak ngomong sayang kayak tadi."

"Tadi yang mana?"

"Yang pas tadi aku..." Jena bingung menjelaskannya. Tangannya bergerak-gerak abstrak mencari gambaran yang tepat. "Pokoknya tadi kakak jadi sering bilang sayang."

"Iya?"

Jena mengangguk dua kali. "Aku jadi berasa gimana gitu dengernya. Kakak gak sering bilang gitu pas kita lagi biasa-biasa aja, tapi tadi pas kita begitu, kakak jadi sering bilang."

Memangnya iya? Jordan saja tidak sadar. Itu seperti refleks saja. Refleks, ya, bukan asal bilang.

"Tapi aku beneran sayang," sanggah Jordan membela diri. "Oke, enggak apa-apa. Habis ini gak gitu lagi. Maaf, ya?"

Jena mengangguk.

Mereka berdua sempat hening beberapa saat. Jordan dengan tontonan film di depan matanya yang bahkan dia tidak tahu sejak kapan film tadi berubah jadi music video sebuah lagu, saking tidak fokusnya dia, sementara Jena dengan ponselnya.

"Dipikir-pikir, aku udah kayak istri idaman gak, sih, kak?"

"Kenapa?"

"Udah bisa make up sendiri, udah bisa masak buat kamu, udah bisa... hng, nyenengin kamu." Jena nyengir, tapi telinganya memerah.

Jordan geleng-geleng kepala. Tersenyum kecil pada kalimat Jena barusan, juga pada kecerobohan gadis kesayangannya yang mengunyah kukis ke sekian dengan belepotan.

"Kakak."

"Hm?"

"Kakak, kok, tahu-tahuan cara bersihin muka cewek?"

eight letters.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang