10. Tentang Surat

18 7 17
                                    

Bunyi Alarm yang keras, membuat Lyzie terbangun dari tidurnya. Dia segera mematikan alarm itu. Setelah mengubah posisinya menjadi terduduk, dia terdiam beberapa saat. Matanya tidak sengaja melihat sebuah amplop, di atas nakas kecil yang berada di samping kasurnya. Dengan mata yang masih samar-samar, dia mengambil amplop itu lalu, dibukanya amplop putih itu dengan pelan.

Terdapat secarik kertas di dalamnya. Lyzie kembali menggosok-gosok matanya menggunakan satu jarinya, lalu ia mulai membaca tulisan dengan tinta hitam itu.

 Lyzie kembali menggosok-gosok matanya menggunakan satu jarinya, lalu ia mulai membaca tulisan dengan tinta hitam itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air bening itu, jatuh dari mata Lyzie, membasahi pipi kanan dan kirinya. Iya, dia menangis. Lyzie paham maksud dari teman yang menemani Ayahnya itu. Dia sedikit kecewa dengan Dion, mengapa Ayahnya itu menyembunyikan rahasia itu kepadanya.

"Jangan pulangkan Ayah dulu, Ya Tuhan. Aku masih butuh Ayah. Aku juga sudah ikhlas, dengan kepergian Bunda. Tolong, beri Ayahku kesempatan yang panjang lagi, untuk bisa menemani aku."

Lyzie masih menatap kertas itu, hingga air matanya jatuh ke kertas itu. Dia kemudian mengusap air matanya, dan mencoba menenangkan dirinya.

"Aku yakin, Ayah pasti sembuh!" Lyzie meyakinkan dirinya sendiri, dengan tangan kanan yang terangkat dan mengepal.

Lalu, dia meletakkan kembali kertas dan amplop itu di tempat yang sama seperti sebelumnya, di atas nakas. Dia kemudian bangkit, untuk pergi mandi.

Beberapa menit kemudian, ia sudah berganti pakaian dan sudah rapi. Saat ia menyisir rambut hitamnya yang lembut, tiba-tiba, terdengar seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

"Lyzie, udah bangun belum?"

Itu, sangat jelas, bahwa itu adalah suara Reyland. Lyzie buru-buru menyelesaikan kegiatan menyisir rambutnya itu.

"Udah, sebentar lagi nyisir rambut, Kak!" Seru Lyzie dari dalam kamar.

"Gue tunggu bawah, ya. Jangan lupa bawa jaket."

Dia hampir lupa untuk membawa benda itu, karena Lyzie tidak terbiasa memakai jaket. Padahal Dion selalu mengingatkan dirinya, ditambah lagi sekarang ada Reyland yang juga selalu menyuruhnya untuk memakai jaket sebelum berpergian. Ayah dan Reyland memang yang paling terbaik! Lyzie berucap dalam hatinya.

"Maaf, Kak. Kakak jadi nunggu lama."

Reyland terdiam menatap Lyzie, yang menurutnya tampilannya beda dari yang sebelumnya.

"Tumben digerai?"

Lyzie menggunakan gaya rambut kuncir kuda setengah, membiarkan setengah rambutnya tergerai. Ia menggunakan ikat rambut bunga kamboja, yang ia beli di Bali.

"Hehe, pengen aja."

"Cantik, Ly."

"Aku?"

"Ikat rambutnya."

"Oh. Makasih."

Lyzie memanyunkan bibirnya, membuat Reyland tersenyum tipis, itu sangat lucu bagi Reyland. "Lo lebih cantik, Ly."

Rasa gengsi Reyland terlalu tinggi saat ini, untuk hanya mengucapkan kalimat itu.

Cowok itu berdiri, dan sedikit mendekatkan dirinya kepada Lyzie. "Nangisnya udah puas belum? Kalau belum, nanti di jalan nggak apa-apa nangis aja, gue pakai mobil soalnya."

Mendengar hal itu, Lyzie tersenyum masam. Dia sedikit malu, Reyland mengetahui jika dirinya menangis sebelumnya.

"Kenapa pakai mobil?"

"Mendung Ly, takutnya di jalan tiba-tiba hujan."

"Emang boleh ya?"

Reyland mengangguk.

"Kalau gitu, kenapa harus pakai jaket?" Lyzie melihat jaketnya yang sudah membalut tubuhnya.

"Ngejaga tubuh lo, dingin soalnya. Kan, nggak mungkin gue peluk lo terus."

"Hahaha. Ya udah deh, ayo berangkat."

Mereka berdua keluar bersama menuju mobil Reyland. Lyzie baru tahu, jika cowok itu mempunyai mobil dan bisa mengendarai mobil. Dalam perjalanan menuju sekolahan, mereka berdua saling bercanda dan tertawa bersama. Reyland sengaja bertingkah konyol, agar Lyzie lupa dengan rasa sedihnya.

"Oh iya. Lo belum sarapan, kan?" ucap Reyland dengan mata yang masih melihat ke arah depan.

"Iya, belum. Nggak apa-apa kok. Aku udah biasa."

"Ly, buang kebiasaan lo yang itu. Sampai sekolahan nanti, beli roti atau apa gitu, buat ngisi perut lo. Oke?" Reyland sesekali menatap Lyzie.

"Iyaaa."

Selang beberapa waktu, mereka sudah sampai di sekolahan. Lyzie kira, mereka bakalan telat karena banyak bercanda tadi, tapi untungnya tidak.

Setelah Lyzie dan Reyland keluar dari mobil, orang-orang yang berada di sekitar sana, menatap mereka. Lyzie sedikit kebingungan, dirinya dan Reyland tiba-tiba menjadi pusat perhatian siswa-siswi. Mereka tentu tidak tahu, jika rumah Lyzie dan Reyland saling berdekatan.

"Kak, aku mau ke toilet. Kakak duluan aja, ya, nanti habis dari toilet aku ke kantin."

"Gue temenin."

"Eh, nggak usah. Nanti Kak Rey telat. Nggak apa-apa, aku sendiri aja."

"Ya udah, hati-hati."

-TTK-

Tentang KambojaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang