Bonus chapter

3.4K 273 92
                                    

Siapa yang sangka, bahwa hubungan antara dua anak muda yang penuh dengan drama akan ego masing-masing, mampu bertahan hingga tiga tahun lamanya.

Bahkan, Javiar —si pemeran utama dalam kisah cintanya saja tak menyangka akan itu.

Sabarnya Jordan, sang kekasih yang seakan tiada batas, menjadi salah satu fondasi terkuat dalam hubungan keduanya.

Tak pernah sekalipun Javiar merasakan amarah Jordan, bahkan dengan kelakuan tak masuk akal yang ia lakukan sekalipun, tak menggoyahkan Jordan untuk selalu bersikap lembut padanya.

Namun, di detik ini semuanya seakan hilang secara tiba-tiba. Tak ada lagi Jordan yang selama ini Javiar lihat.

Yang ada hanyalah sorot mata tajam, rahang yang mengeras, tapi tak sepatah katapun yang keluar dari mulut Jordan sejak kehadiran Javiar di rumahnya.

Rasa gelisah dan takut menyelimuti Javiar saat ini. Karena ia tahu, kesalahannya kali ini, bukanlah hal yang patut untuk dimaklumi kembali.

Memang sudah sepantasnya sabar Jordan lenyap dalam keadaan ini. Akan tetapi, tak dapat Javiar pungkiri, ia ingin sedikit rasa dimengerti.

Sudah menjadi sifat dasar manusia, ia berbuat salah, tapi tak ingin terlalu disalahkan. Harus selalu ada yang menjadi pelampiasan,

dan itu yang kini Javiar inginkan.

Menunduk, memainkan kuku jari tangan dengan rasa gemetar, itu yang sedari tadi Javiar lakukan.

"Pulang."

Satu, hanya satu kata yang akhirnya Jordan keluarkan.

Suara berat dari Jordan itu mengusik pendengaran Javiar.

Tak ada kelembutan, tak ada kehangatan, tak ada kasih sayang dari ucapannya beberapa sekon lalu.

Hati Javiar mencelos, sakit rasanya.

Tapi tetap, ini salahnya.

Detik selanjutnya, Jordan beranjak dari sofa. Namun, langkahnya terpaksa terhenti, saat jemari Javiar dengan berani menggenggam pergelangan tangannya.

Tidak, Jordan tidak menolehkan tatapannya pada Javiar sedikitpun. Ia hanya menatap lurus, jauh dari bayang-bayang wajah Javiar yang benar-benar ketakutan sekarang.

"Can— we talk about this, Jo?" Suara sang kekasih yang bergetar itu dapat Jordan dengar, tapi ia acuhkan.

"Just leave me alone."

Jordan hempaskan genggaman tangan Javiar.

Tidak, tidak kasar, tapi terasa begitu menyakitkan.

Sekon selanjutnya Javiar menangis sendirian di dalam rumah kekasihnya. Tak ada pelukan, tak ada ciuman untuk menenangkan.

Yang ada hanyalah kehampaan, ditinggalkan dan tak lagi dihiraukan.

Memang benar adanya kata pepatah, penyesalan selalu datang terlambat. Dan itulah perasaan yang tengah menyerbu diri rapuh Javiar.

Sesal yang kian mendera, akankah ini sebagai pertanda dari akhir sebuah cerita?

ƧecretLove

❖ƧecretLove❖

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✓Secret Love | Nomin-AU |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang