7. Inka : Things I Don't Want to Remember

1.6K 85 5
                                    

╔════════════╗

I was the guilty one trying to prove my innocence.

I did not deserve to be alive.

╚════════════╝

--I have a promising future ahead of me

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

--I have a promising future ahead of me

Saya masih muda saat itu -- baru berusia 22 tahun -- dan saya baru saja lulus dari perguruan tinggi bergengsi. Saya memiliki masa depan yang cerah sebelum pria itu menyentuh dan memaksakan dirinya pada saya.

Saya hanya pulang sesekali ke kampung ini karena saya tak punya uang. Saya kuliah dan hidup dari uang beasiswa karena kedua orangtua saya sudah meninggal dunia. Satu-satunya keluarga yang saya miliki hanyalah paman yang tinggal di rumah peninggalan almarhum orangtua saya bersama dengan istrinya. Mereka tak punya anak, jadi mereka menganggap saya sebagai anaknya.

Sebelum lulus saya sudah diterima di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang periklanan. Saya memutuskan untuk bekerja disana sekaligus menabung untuk melanjutkan studi S2. Sudah 6 bulan saya bekerja di tempat itu dan saya menyukai bekerja di perusahaan tersebut. Saya memiliki banyak teman dan saya tak kesulitan beradaptasi disana.

Hari itu saya memutuskan untuk pulang demi merayakan ulangtahun bibi saya. Dengan tangan menenteng kue ulangtahun untuknya, saya sungguh berharap bibi akan menyukai kejutan yang saya bawakan untuknya.

Sayang, perjalanan yang seharusnya hanya sekitar 2 jam pun menjadi lebih dari 5 jam karena ada jalan longsor. Saya memutuskan untuk tetap pulang karena saya ingin bertemu paman dan bibi, namun hari itu sudah gelap, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.

Sedikit lelah di perjalanan, saya berjalan melewati poskamling desa. Laki-laki itu Andra, seorang pria pemabuk yang suka nongkrong di poskamling desa bersama teman-temannya. Andra dan teman-temannya menggoda saya dengan catcalling, memanggil saya dengan berbagai sebutan "cantik", "seksi" yang membuat saya tak nyaman. Saya sedikit ketakutan, mengangguk pelan untuk permisi sembari mempercepat langkah.

Saya pikir saya bisa menghindar dari mereka, ternyata tidak. Andra bangkit dari poskamling, menyampirkan sarung apek di bahunya dengan tangan menenteng sebuah botol arak keras. Beberapa kali saya tepis tangannya yang merangkul bahu saya, tetapi ia tetap mengikuti saya, dengan ratusan gombalan mautnya.

Saya bergeming ketakutan, saya percepat langkah. Saya ingin segera sampai rumah, saya ingin segera merasa aman dari laki-laki yang setiap kali bicara itu mengeluarkan aroma alkohol yang menusuk hidung bercampur dengan bau badannya juga sarung apeknya.

Tapi rumah saya berada di ujung sebuah padang rumput ilalang dan tebu yang panjang dan besar sekali padang itu terhampar. Siang hari tempat itu indah, namun di malam hari tempat itu cukup gelap mencekam karena tak ada rumah warga disana.

[M] Perfection | Bluesy JenrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang