Levi tiba disebuah hotel dan melihat Hanji beserta Mike yang juga datang menjenguk. "Wanita sialan!" Hanji seketika menoleh pada Levi yang datang dengan wajah garangnya. "Hai tuan CEO, bagaimana malammu? Apa menarik?" Segera setelahnya Hanji mendapat pukulan di kepala. "Kau pikir aku senang dengan kondisinya yang mabuk itu huh!"
"Ampun, Mike tolong aku!"
Hanji berlari dibelakang Mike yang sedang menghisap rokoknya dalam, "Bertanggung jawablah, lagipula jika memang itu salahmu mengaku saja." Hanji yang tidak terima memukul punggung pria itu dengan keras. "Mike, kau sialan!" Ujar Hanji kesal.
Lalu mereka berdua menatap Levi yang duduk diam dengan menatap hampa pada arah didepannya. "Kalau kau memikirkan wanita itu lagi pulanglah," ujar Hanji sedikit sarkas. Levi menghampirinya dan menatap tajam mata Hanji. "Aku tidak bilang tentang wanita itu," Hanji menatap heran pada Levi karena jarang pria itu bertingkah seperti ini.
"Aku merasa mengingat sesuatu tapi itu buram, apa pun itu rasanya aku pernah melihat wajahnya yang sangat terasa familiar bagiku."
"Kalau ingin melakukannya lagi pulanglah ke apartemenmu. Jangan membuat kami disini mengusirmu seketika." Hanji mengambil roti yang tersedia di atas nampan disamping meja. Menikmati suasana pagi yang tidak baik karena ada dua pria didepannya. "World Tour?!" Jerit Hanji membuat Levi marah dan Mike hanya melihat mereka berdua bercanda gurau bersama.
(Name) termenung dalam kamarnya cukup lama mengingat hal buruk pagi tadi yang menimpanya. "Pria sialan, bagaimana aku berakhir di dalam kamar dengan kaki yang terasa lemas jika dibuat jalan." Atau lebih tepatnya, bagian bawah perutnya yang terasa aneh dan kakinya yang begitu lemas hingga tidak bisa dibuat makan ataupun beraktivitas.
"Lelaki sialan!"
(Name) menatap diluar jendela apartemen dan menatap dalam kearah langit. "Apa mungkin bisa ya?" Memikirkan kembali membuat (name) kesal. Dia bingung, dengan semua yang terjadi.
Dipaksa jadi kekasih bayaran atau mungkin merambat ke yang lainnya karena semalam mereka melakukan diluar dugaan? Itupun karena tidak ada paksaan. Dia masih setengah sadar dengan hal yang terjadi tapi didalam dirinya ingin menggapai punggung itu. "(Name) kau bodoh," ujarnya pada dirinya sendiri.
Levi terdiam duduk termenung, menatap laporan dari kantor dan juga laporan dari tangan kanannya. Yelena, dia datang dengan meminta (name) kembali dan membatalkan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.
"Aku ingin mengambilnya," pria tanpa ekspresi itu menatap Yelena dengan tajam. "Berani memberiku berapa?" Suara decihan dikeluarkan pria itu. "Hanya untuk satu bulan, dan setelahnya kita akan akhiri." Wanita itu menyalakan puntung rokoknya dan menatap kesal pada Levi. "Dua Minggu setengah... tidak aku beri tiga Minggu, itu pasti cukup. Akan kuberi harga xxxx untuk perhari. Bagaimana?"
"Setuju!"
Namun kini Yelena menelponnya dan mengakhiri perjanjian ini sepihak. "Sialan.." Levi masih memikirkan perkataan (name) tentang sesuatu saat dia dalam keadaaan mabuk.
Kedua wanita ditemukan mabuk berat keduanya di sebuah bar ditengah kota dengan sekitaran daerah itu terdapat suatu peristiwa perampokan sebelumnya, Levi yang tiba segera saja menghampiri dua wanita gila yang bernyanyi dengan beberapa pria yang ikut bersenang dengan mereka.
"Hanji!"
Salah satu wanita menoleh dan mendapati Hanji beserta (name) bersama orang-orang mungkin mereka berniat memang baik. Tetapi bagi Levi yang melihatnya hal itu membuatnya merasa kesal.
"Disini kalian huh?" Levi menatap Hanji yang bernyanyi sambil meneriakinya, "Yoo!! Leeeviii~" Pria itu menatap disamping Hanji seorang wanita yang juga sedang mabuk dengan menari dihadapan para pria yang mengerumuni mereka.
"Minggir kalian semuanya," kesal Levi yang tidak digubris sama sekali. Dengan insiatif Levi menggeret keduanya meninggalkan bar dan memasukkan mereka berdua kedalam mobil. "Kau jahat Levi! Aku masih...mau....apaya?" Rancau Hanji yang sangat tidak jelas didengar. Sementara Levi mendengar (name) yang mengigau tidak jelas
Levi turun disebuah hotel dan meminta resepsionis membantunya menggotong Hanji menuju kamarnya. "Aku tidak mau...uumasih mau....dengand...(name).." Levi hanya bisa menggeleng melihat temannya satu ini. "Aku harus pergi, jika wanita ini sudah sadar katakan padaku, ini nomor yang selalu kupakai, ini tipmu" Levi meninggalkan Hanji di kamar hotel sendirian dengan seorang resepsionis yang menjadi jaminan teman dari pria itu.
Didalam mobil Levi beberapa kali mendengar jelas jika (name) menyebutkan 'baby, no' atau 'iya, aku berjanji' dengan nada lirih. Inilah sisi yang Levi benci dari dirinya. Tidak tau harus berbuat apa dalam situasi memaksanya menggunakan emosi (perasaan).
Dengan mencoba menghiraukan baginya itu cara yang terbaik, terlebih hal yang membuatnya tidak yakin lagi (name) menyebutkan sesuatu yang setengah-setengah. Yang membuat dirinya semakin merasa tidak harus berasa empati pada (name). Namun, tubuh (name) yang semakin meringkuk dan tangis sesenggukan membuat Levi yakin jika masa lalu (name) lebih parah dari dugaannya.
Sampai Levi berhenti di area parkir besmen dan melepas sabuknya, barulah pria itu menuju (name) dikursi dibelakangnya dan memeluknya erat. "Keluarkan semua rasa sedihmu, jangan ditahan lagi." Tentu saja hal itu membuat (name) semakin tangisnya menjadi-jadi. Levi hanya memeluknya dan mengelusnya pelan namun, ketika Levi menatap wajah sembab (name) dan bibir merah yang merona. Entah yang merasa aneh pada dirinya hal yang membuatnya terdorong untuk menciumnya lembut. Berlanjut menuju dahi lalu ke pipi dan kembali lagi menuju bibir. Tidak dengan semua yang mereka hiraukan hanya yang terjadi saat itu (name) merasa tenang dan Levi membantu (name) menuju lift memapahnya sementara (name) mencoba berjalan dengan memegang tangan Levi yang digunakan sebagai tumpuan.
Dengan perlahan berjalan menuju apartemen namun, kondisi (name) yang dirasa Levi semakin memburuk dan memburuk. Levi menggendongnya dengan (name) melingkarkan tangannya pada leher pria itu. Namun disinilah hal yang sedari tadi ditahan (name) dirinya tak bisa lagi menahannya.
Levi merasakan sentuhan kulit wajah (name) di lehernya. Bahkan pria itu mencoba menahan rasa aneh akibat sentuhan yang (name) lakukan. "Berhenti," ujarnya dengan penekanan. Namun, semakin lama (name) bahkan semakin berani menggigit kecil dan menghisap perlahan. "(Name)!" Levi menahan (name) dengan menghimpitnya di dinding. "Ber.hen.ti." Penuh dengan penekanan bahkan namun, (name) menatap mata Levi bukan seperti biasa. Mata penuh nafsu yang membuat insting prianya mengatakan itu.
"Kenapa?" Ujar (name) lemah. Levi menggeleng dan menahan tangan (name) mencoba menyentuh wajahnya. "Berhentilah sebelum kau menyesalinya." Ujar Levi final namun (name) kembali mencoba menyentuh Levi tapi kali ini tangan itu dirasa (name) melonggar menahan tangannya. Namun, bukan berniat menyentuhnya (name) memeluk leher Levi dan melumat bibir pria itu. Awalnya Levi diam namun, tangan itu memegang pinggang (name) menahan punggungnya dan merambat menuju tekuk (name) meminta agar ciuman itu tak berakhir dengan cepat.
Levi masih terdiam terngiang malam itu dan bahkan masih teringat jelas setiap hal yang terjadi pada malam itu.
"F*ck."
KAMU SEDANG MEMBACA
EVANESCENT
FanfictionDia, Levi Ackerman. Seorang vokalis band dengan tiga orang termasuk dirinya. Band yang diberi nama "No Name" yang berhasil membuatnya terkenal menjadikannya seorang artis yang dipuja oleh fansnya, walaupun sebenarnya band itu tenar baru-baru ini. Me...