KEJADIAN LAGI

140 20 2
                                    

"Bangun, udah siang." Seseorang menepuk pipiku, tidak sakit, tetapi sedikit mengganggu. Di antara tipisnya kesadaran, aku berusaha menyingkirkan tangan tersebut yang makin lama makin intens menepuk.

"Kamu enggak malu ya? Anak kecilnya sudah siap mau jalan-jalan metik strawberry, ini yang dewasa masih ngorok."

Enak saja, aku enggak ngorok. Entah aku sudah mengucapkannya atau belum?

"Bangun yuk!" Aku merasa tubuhku coba didudukkan, tetapi sungguh, aku merasa sangat ngantuk karena baru tidur sebentar.

"Lin, bangun! Kalo di rumah kamu boleh bangun jam berapa pun, tapi ini rumah Eyang, yang enggak boleh malas-malasan."

"Hhmmm." Aku mencoba membuka mata, tetapi berat.

"Aku tahu caranya biar kamu langsung bangun." Terdengar seperti alarm tanda bahaya, aku berusaha sekuat tenaga memaksakan diri untuk bangun, tetapi saat baru membuka mata, sesuatu yang asing menempel di bibirku.

Kaget. Syok. Tidak menyangka. Kim melakukannya lagi, bahkan di saat kesadaranku belum sempurna terjaga. Ingin mendorong, tetapi tangannya lebih dulu menahanku agar tidak bergerak.

"Ternyata memang ampuh," ucapnya setelah mengakhiri kegiatan kami yang tidak terduga. Aku menangkap wajah gelinya, Kim sudah kembali seperti biasanya.

Dia bangkit, kemudian memberikan sweater berwarna hijau muda. "Aku tunggu di luar ya, jangan lupa gosok gigi!"

Aku masih syok. Tadi bukan mimpi, kan? Aku memegang bibir, sedikit ....

"KIM!" jeritku frustrasi di saat orangnya sudah keluar kamar, tetapi dapat kudengar gelak tawanya yang nyaring.

...

Aku keluar kamar, terlihat sepi, tetapi di luar terdengar suara anak-anak. Jadi aku memutuskan menghampiri asal suara, ternyata anak dari sepupu serta kakak-kakak iparku. Mereka semua seolah-olah menunggu seseorang. Di sebelahnya ada Kim yang menenteng beberapa keranjang kayu kecil.

"Tuh, Tante udah siap." Kim berbisik kepada Anastasia, tetapi masih bisa kudengar. Anak-anak yang lain menoleh, lantas salah satu dari mereka menghampiriku, menggandengku tanpa permisi terlebih dahulu.

"Ayo, Tan, kita berangkat sekarang!"

"Emang kita mau ke mana?" tanyaku bingung.

"Kata Om Kim, Tante minta ditemenin metik strawberry?" Anak itu balik bertanya.

"Heeeh???" Aku menoleh ke arah Kim, maksudnya apa menggunakan aku? Lagian, kapan aku bilang begitu? Aku malah tidak tahu kalau ada kebun strawberry di sini dan dia paling tahu aku tidak suka kegiatan pagi hari.

Mengabaikan protesku, Kim bangkit dan mengajak anak-anak mengikutinya. Mau tidak mau aku mengekor juga seperti yang lain. Kami berbaris dua-dua, anak yang sejak awal menggandengku seakan tidak mau lepas. Tangannya erat sekali menggenggam. Umurnya sekitar empat tahun, paling kecil di antara seluruh keponakan.

"Ante," panggil Rey, anak yang menggandengku.

"Hhmmm." Aku menyahut malas, tetapi tetap menoleh padanya, sedikit menunduk.

"Ante uka obeli?"

Ya Tuhan, menggemaskan sekali. Rasanya aku ingin mencubitnya karena tidak tahu dia tanya apa? Aku bengong cukup lama, hingga Rey mengulang pertanyaan yang sama, dengan kalimat yang tetap aku tidak tahu maksudnya.

Di depan, kulihat Kim menahan tawa. Sialan memang. Seharusnya, di saat seperti ini laki-laki itu menjadi translatorku, bukannya menertawakan. Dia pasti lebih berpengalaman, sebab yang di sini keponakannya semua.

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang