"Kok kamu enggak sedih, sih?" Kulemparkan pertanyaan itu kepada Kim yang telah kembali setelah sebelumnya kuusir karena kamarnya kugunakan untuk ganti baju. Sekarang kami merebahkan tubuh masing-masing, bersebelahan, sambil menatap langit-langit kamar.
"Sedih kenapa?" sahutnya dengan suara yang renyah, khas dirinya yang hobi tersenyum.
"Ya, pikirin aja. Kamu gagal menikah dengan Vivian dan sekarang malah terjebak denganku." Kudengar tawa Kim menggema, aku bingung. Apanya yang lucu?
"Kenapa malah ketawa? Udah gila ya?" Aku menoleh ke arahnya, Kim juga melakukan hal yang sama. Kini kami saling menatap satu sama lain.
"Aku yang menyuruhnya kabur."
Mataku melebar tidak percaya dengan apa yang kudengar. Apa, Kim menyuruhnya kabur? Bagaimana bisa? Kemudian otakku dipenuhi pertanyaan dan seolah-olah bisa membaca pikiranku, Kim tersenyum lagi.
"Vivian terpaksa menerima lamaranku karena keluargannya merasa utang budi kepada Ayah. Jadi dia setengah hati menjalani perjodohan ini. Aku tidak mau dia tersiksa sebab pernikahan akan dijalani seumur hidup, lalu aku menyuruhnya untuk kabur agar terbebas dariku juga keluargaku." Kim menerangkan panjang lebar, aku merasa ada yang janggal dan perlu diluruskan.
"Berarti kamu tahu kalo pernikahanmu akan gagal?"
Sebagai jawaban, Kim mengangguk.
"Trus, ngapain aku disuruh gantiin dia?!" Aku langsung bangun, ingin menerkamnya. Kim malah terlihat pasrah, senyumnya tidak pernah hilang. Padahal aku menindihnya, bersiap menghajarnya, bahkan tanganku sudah memegang kerah kaosnya.
Kim sama sekali tidak berniat menghentikanku.
Cukup lama kami saling berdiam diri hingga terdengar ucapannya.
"Aku ingin mencobanya denganmu."
"Maksudmu?" Aku bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah.
"Sudah keras, Lin," ucapnya terbata seraya memberi isyarat melalui mata, lantas arah pandangku melihat ke arah bawah, tempat yang aku tindih.
"Aaa!" Aku menjerit, kemudian buru-buru melompat. Kim bangun secara perlahan, melihat ke arahku seolah-olah meminta pertanggungjawaban. Aku menggeleng sambil beringsut menjauh.
"Lin, ayolah! Ini ulahmu." Kim menyalahkanku.
"Enak aja! Aku enggak ngapa-ngapain." Aku tidak mau disalahkan. Aku bukannya tidak tahu kalau itu menyiksanya, gini-gini juga aku bukan orang yang polos dan tentu saja semua hal itu aku peroleh karena terlalu lama bergaul dengan Kim serta sahabat-sahabat cowokku yang lain seperti Dito, Reyhan, serta Abim dan Beny. Mereka yang selalu meracuniku, membawa dampak yang buruk di otakku.
"Lagian ini malam pertama kita, kan?"
"Enggak mau!" Aku menjerit, tidak memedulikan jika ada orang di luar yang mendengarnya.
"Lin," panggilnya dengan nada yang memelas.
Aku bersikeras menolak, menggeleng berulang kali. Masih dengan upaya menjauh, perlahan-lahan mendekati pintu dan tanpa mengatakan apa pun lari keluar. Kim sepertinya tidak mengejar karena aku tidak mendengar derap langkah di belakang. Namun, sekarang aku yang bingung. Aku harus menghindar ke mana, sementara di rumah ini pintu kamar yang lain sudah tertutup semua. Lagi pula, mereka tahunya kami sepasang suami istri yang semestinya melakukan ritual malam pertama sebagai pengantin baru.
...
Aku merasa baru tidur sebentar ketika pipiku terasa ditepuk oleh seseorang. Tidak sakit. Namun, hal tersebut cukup mengganggu. Aku masih ingin tidur di tempat ini yang terasa nyaman dan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
RomanceApa jadinya menikah karena insiden? Bukan insiden yang satu itu, tapi insiden di mana kamu diminta menggantikan mempelai wanita yang kabur oleh sahabatmu sendiri. Alin Gantari harus menjalani pernikahan yang tidak pernah dia inginkan dan bayangkan...