INSIDEN

162 28 0
                                    

Terhitung hari kedua Kim mendiamkanku. Tidak seperti biasanya ketika malam-malam dia menerobos kamar dan minta pelukan, kalo ini tidak sama sekali. Bahkan, seucap kata pun tidak keluar dari bibirnya, sangat menjengkelkan. Dia pergi tanpa pamit, pulang kerja pun sambil lalu. Mengabaikanku begitu saja. Namun, karena aku masih baik, aku berencana jika di hari ketiga tetap bungkam, maka aku akan kabur dari rumah ini. Untuk apa tinggal bersama orang yang sifatnya mirip patung? Memangnya aku cuma pajangan yang jadi penghias ruangan?

Kim benar-benar menguji kesungguhanku, di hari ketiga laki-laki itu tetap bungkam. Sarapan kami hanya ada suara denting sendok yang beradu dengan piring. Bahkan dia bertambah dengan tidak menatapku. Awas saja setelah ini, akan dibuktikan omonganku semalam. Jangan harap dia bisa membujukku setelahnya.

...

"Eh, ada putrinya mama. Kapan datang? Di mana, Kim?" Mama bertanya ketika melihatku berada di ruang tengah, menonton acara televisi, kemudian ikut bergabung, padahal belum membersihkan diri sehabis pulang kerja.

"Ih, Mama. Mandi dulu, bau!" ucapku menghindari ciuman darinya. Mama tertawa, lantas membaui tubuhnya.

"Masih harum, kok." Mama mencoba menciumku lagi, aku menghindar. Pindah sofa, mama tetap mengikuti, seolah-olah sengaja ingin membuatku kesal.

Liam datang membawa bungkusan kresek yang sangat besar berisi camilan yang aku persiapkan untuk teman nonton drama Korea. Sengaja pesan yang banyak agar bisa semalaman begadang, lagian besok juga libur, jadi aku bisa bangun siang. Dan yang terpenting, malam ini aku menginap di rumah mama agar bisa menghindari Kim yang sedang cosplay patung, sekalian membuktikan kalau aku benar-benar serius dengan rencanaku.

"Kim mana, Sayang?" Mama masih belum tahu jika putrinya kabur dari sang suami, menoleh ke sana ke mari mencari keberadaan Kim Arsyanendra.

"Mati," jawabku asal, alhasil bibirku kena tepukan mama.

"Kalo ngomong suka asal!"

Mataku berkaca-kaca, siap menangis. Bukan karena tepukan tadi, tetapi karena Kim sampai sekarang saja tidak sadar kalau aku ada di rumah mama. Dia tidak mencariku sama sekali, handphone-ku tidak ada notif padahal aku menunggunya sejak pulang ke sini.

Mama terlihat bingung, sementara Liam langsung memelukku. Benar, kan? Mama memang kurang peka, selalu Liam yang lebih mengerti.

Lama aku terisak di pelukan Liam dan Mama memilih mengelus-elus punggungku tanpa mengatakan sepatah kata pun. Kami baru mirip sebuah keluarga saat ini, kurang papa yang katanya masih ada di perjalanan.

Pada akhirnya kami bertiga menonton drama Korea bersama. Mama lupa mandi dan aku tidak peduli, aku bahkan terus menempel padanya, sementara Liam duduk di sofa tunggal. Papa baru pulang saat jam di dinding menunjukkan pukul 22.00 wib. Sama seperti mama yang awalnya kaget melihatku di rumah, tetapi akhirnya ikut bergabung. Sejenak aku melupakan Kim yang entah sedang apa? Apakah dia belum sadar kalau aku tidak ada di kamar?

...

Aku terbangun dan menemukan diriku sudah ada di kamar, kamarku sebelum menjadi seorang istri. Aku melihat ke arah sekitar, mencari tahu jam berapa sekarang karena suasana masih gelap. Ketika menemukan handphone, angka di layarnya menunjukkan angka 01.34, dini hari. Rupanya aku baru tertidur sebentar, tetapi rasanya kantuk sudah hilang. Aku bingung harus melakukan apa? Kalau dengan Kim, aku bisa menowel-nowel pipinya atau mengganggunya. Namum, di rumah ini tidak mungkin aku menjahili Liam atau papa. Bisa-bisa ada kerusuhan hebat, tetangga-tetangga bangun untuk menonton.

Di saat tengah berpikir, aku mendengar sebuah obrolan. Apakah papa dan Liam belum tidur, tetapi ketika menanamkan pendengaran, suara itu lebih mirip Kim. Apakah dia datang ke sini untuk menjemputku?

Pengantin PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang